Can we make it?

460 52 6
                                    

***

Setelah kejadian waktu itu, untungnya Renatta tak dipecat. Tapi sang manajer masih kekeuh mempertanyakan apakah Servian benar-benar suami Renatta atau bukan. Renatta yang merasa risih akhirnya menunjukkan buku nikahnya agar manajernya tak terus-terusan mengganggunya. Barulah setelah itu, manajernya percaya dan perlahan menjauhinya.

Dampak lain dari kejadian waktu itu, Servian selalu menjemputnya setelah pulang kerja. Pria itu kerap duduk di loby kantor atau duduk di dalam mobilnya. Karena malam ini Renatta lembur, Servian jadi menunggu lebih lama. Pria itu masuk ke loby setelah tiba-tiba turun hujan. Ia membawa motor malam ini.

"Sudah lama menunggu?" tanya Renatta.

"Lumayan. Apa kau sudah selesai?" Renatta mengangguk.

"Hujannya deras sekali. Apa kau bawa jas hujan?" tanya Renatta. Ia berjalan ke arah teras kantor. Hujan lebat yang mengguyur membuatnya bingung harus pulang dengan cara apa. Apa mereka pulang naik bus saja?

"Bagaimana kalau naik bus?" Servian menggeleng. "Lalu?"

"Kau pakai jas hujanku."

"Lalu kau bagaimana? Nanti sakit lagi."

"Kalau aku sakit kau tinggal merawatku."

Renatta memutar bola matanya mendengar perkataan Servian barusan. Tapi ia tetap tidak ingin pria itu sakit.

"Kita tunggu sebentar lagi, bagaimana?" Renatta menatap Servian.

Mereka duduk di bangku panjang yang ada di luar loby. Lalu menatap ke arah hujan yang turun. Keduanya hanya saling diam. Tak ada yang mengucapkan sepatah katapun. Hingga kemudian Servian membuka mulut, "apa... kau tidak pernah mengatakan pada orang lain kalau kau sudah menikah?"

Renatta mengusap belakang lehernya dengan canggung. Ia bukannya tidak mau melakukannya. Hanya saja, ia takut kalau Servian terganggu dengan hal itu. Bisa saja kan Servian tidak ingin ada yang tahu kalau ia sudah menikah?

"Aku hanya tidak ingin membuat suasana semakin buruk."

Servian melihat ke arah gadis itu. Renatta menghela napas. "Kau sendiri, kau tidak mengatakan pada siapapun kalau kau sudah menikah kan? Aku tidak masalah jika itu membuatmu nyaman. Karena aku tidak ingin hubungan yang buruk ini semakin buruk." Renatta tahu Servian tak menyukainya sejak awal. Jadi ini bukan sesuatu yang aneh.

"Aku tidak keberatan." Servian memejamkan matanya, "maaf. Jujur, aku memang keberatan sebelumnya. Aku tidak menyangka ibuku akan memaksaku untuk menikah denganmu. Tapi, akhir-akhir ini aku menyadari tingkah yang tidak dewasa ini dan aku meminta maaf dengan tulus.

Rasanya memang egois kalau Servian memaksa hanya dia yang harus dimengerti sedangkan ia tak ingin mencoba mengerti situasi dan kondisi Renatta. Ia bahkan tak pernah bertanya mengapa Renatta mau dijodohkan.

"Mengapa kau mau menikah denganku?" Jika menurut kata Anthony, seharusnya Renatta tak mau dijodohkan dengannya.

Renatta menoleh sedikit ke arah Servian. Ini lebih-lebih membuatnya bertanya-tanya, sejauh mana Servian berubah. Pria itu bertanya padanya soal perasaannya.

"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya mempercayai apa yang Ibuku katakan. Dan... katanya jodoh bisa dari mana saja. Jadi aku menerima perjodohan ini. Aku lihat kau orang yang pekerja keras, kau juga terlihat baik di foto. Dan kau lelaki sungguhan." Renatta terkekeh untuk mencairkan suasana. Kemudian Servian membalas.

"Kau tidak lupa kalau aku pernah membuatmu datang ke kencan buta sendirian kan?"

Renatta mengangguk.

The Duke's Little BirdWhere stories live. Discover now