Trauma Ghea

71.7K 4.9K 446
                                    

"Tumben lo ke sini, Rei?" kataku sambil menyalami rekan kerja yang cukup dekat denganku, dr. Reina Lestari, Sp.OG yang tiba-tiba muncul di The Raikan's.

"Main aja, Gil! Bosen di rumah sakit mulu."

"Hahaha...bisa bosen juga ya, Rei?"

"Iyalah, beda kayak lo. Amfibi. Bosen di rumah sakit, ngabur deh ke hotel. Lagian, lo mau cuti juga gampang negonya sama Al," katanya lagi tanpa memandangku. Malah sibuk membolak-balik halaman majalah bisnis yang diambilnya dari mejaku.

"Jadi, kenapa?"

"Lo gak bisa manis-manis dikit ya, Gil? Basa-basi gitu?" tanyanya sambil tertawa.

"Gak," kataku mengulum senyum. Pasti ada tujuan tertentu dia datang kemari.

"Gue pengen lo temenin gue pas SC anaknya Pak Menteri ya," katanya menyodorkan satu berkas status pasien ke tanganku.

"Anak menteri nih?" tanyaku retoris. Ternyata ada beberapa penyulit dalam proses kehamilannya. Mungkin ini sebabnya Reina memutuskan SC dan mengajakku ke dalam timnya.

Reina mengangguk. "Gue tenang kalo lo dokter anestesinya, Gil!"

"Kenapa?"

"Perlu ya gue muji? Lo itu tenang, gak banyak cingcong. Tapi, rebes!" katanya sambil menaikkan jempolnya ke atas. Lalu ke bawah. Dasar Reina!

"Kapan?"

"Itu dia yang mau gue bicarain. Waktunya udah ditetapkan pasti, dua hari lagi. Tapi..."

"Tapi?"

"Gue liat itu jadwal lo kateterisasi jantung bareng timnya Al."

"Hmm..."

"Gue minta tuker ama Al pasti gak dikasi ama monyet satu itu," gerutunya lagi. "Lo kan partner kesayangannya. Hueeeek..."

"Nah...itu lo tau!" gurauku. Mengabaikan adegan muntahan yang hiperbola tadi.

"Yah, Gil. Tolongin gue ya.Tukeran anestesiologisnya ya, Gil. Please...please..."

"Ya udah, nanti gue yang ngomong ke Al," tutupku sambil tersenyum. Tak tahan melihat bibirnya yang manyun ke depan dan matanya yang mengedip-ngedip.

Reina pun melonjak-lonjak kesenangan, "Tengs amigos...," katanya sambil bangkit dan merangkul bahuku dari samping. "Lo emang selalu bisa diandalin, Gil!"

Bersamaan dengan itu, tok..tok..tok...

"Masuk!" kataku langsung.

Pintu terbuka dan masuklah Ghea dengan...seragam ajaibnya. Baju kemeja kedodoran sampai paha. Bahkan, aku tak bisa melihat apakah Ghea mengenakan celana mini atau tidak sama sekali di baliknya. Ditambah dengan kacamata besar bening yang menutup sampai pipinya, yang mungkin lebih pas kalau disebut kacamuka.

Astaga apa anak ini tak tahu kalau sedang bekerja harusnya menggunakan pakaian standar hotel? Celana panjang dengan blus misalnya? Rok atau dress panjang yang sopan juga tak apa. Bukannya pakaian menggoda keimanan seperti yang dia kenakan sekarang.

Jangankan aku, mulut Reina saja sampai membentuk bulatan melihat kedatangan makhluk berpenampilan ajaib di depan kami. Tanpa sadar posisi kami masih belum berubah.

Untung yang lihat Reina dan terakhir kali kukenal Reina itu cewek! Tapi aku ini lelaki tulen dan kali ini gak bisa memungkiri kalo ini adalah anugerah terindah yang mubazir kalau tidak dipandangi. Persetan dengan menundukkan pandangan untuk saat ini. Ini mata, otak, dan hati punya kendali sendiri saat ini.

Anesthetized [Terbit]Where stories live. Discover now