The Last Part & Trailer

17.2K 1.3K 101
                                    


Kyaaah...makasih perempuannya al-al12 udah bikinin trailer untuk Agil dan Ghea.

Yah, Mbak Nu ngapa Al yang di-mention duluan. Bhaaakss..Abis ini dicincang Caca.

Oke, trailer novel ini dipersembahkan oleh Naomichyntiaa yang bikin saya lonjak-lonjak baper pengin ngekep si Papa Pestisida sendiri, kagak bagi-bagi ama Ghea. *abis ini dicuci Ghea ama cairan infus* Bhaaks

Makasih Caca, makasih Bang Buy (pria rebutannya para perawan No Drop) untuk voice overnya.

Makasih kengkawan yang udah hebohin trailer ini dan sukses bikin aku penasaran karena mati lampu sereluna azizale22 kincirmainan Vicantika kurcacinakal sarahferdina :p :p :p

Here's the trailer. Silakan dinikmati :)

Dan ini chapter terakhir dibuang sayang :p

Ghea's PoV:

Menikahi om-om berisiko bikin aku sepuluh tahun lebih tua. Banyak sekali hal yang harus kutoleransi berkaitan dengan perbedaan usia. Di saat aku masih pengin teriak-teriak di depan corong mikrofon siaranku, mengentaskan—astaga, bahasaku—permasalahan kawula muda, om yang kadang suka lupa umur ini membuatku terpenjara dengan kehamilanku. Masih sukur aku dibolehkan tetap bekerja di hotel.

"A' Agil, nanti sore jemput?" tanyaku. Strategi cuy, kalau dia sibuk di rumah sakit, artinya aku bisa ngabur ke radio. Melolong di jam siaran Resty. Sekadar melepas kerinduan pada fans-nya Ghea Gadrie.

"Belum tahu. Kalau enggak ada jadwal operasi tambahan, bisa jemput, kok."

"Kalau ada, jangan dipaksa, ya," ucapku dengan pengertian, membuat Agil mengangkat alisnya.

"Ghe, bentar, Ghe, ada rujak cingur langganan buka pagi ini." Tanpa menunggu jawabanku, Agil sudah menepikan mobil. Matanya berbinar seperti menemukan makanan langka yang lezat sekali.

Apa aku sudah cerita? Sejak didiagnosa hamil, yang menunjukkan tanda-tanda kelainan jiwa justru Agil. Dia mengidam dengan tak tahu dirinya, merepotkan segala jajaran keluarga Bachtiar dari yang paling senior sampai yang termuda. Tempo hari, Kafka menangis kencang hanya gara-gara Agil merebut cokelat cocol yang sama sekali tidak ada nikmat-nikmatnya.

Aku menghela napas kesal, memandangi suamiku yang dulu sangat menjaga wibawa itu kini ikut mengantre rujak cingur bersama ibu-ibu berdaster.

Ibu-ibu menyalakan sign ke kiri, tapi belok ke kanan itu kiamat.

Agil menyingsingkan lengan baju, berdiri dan ikut berbaris bersama ibu-ibu itu double kiamat.

Selain malu-maluin, ibu-ibu muda suka tebar pesona ke dia. Lirak-lirik genit-genit kampret begitulah. Agilnya malah enggak nyadar dan tatapannya lurus aja kayak lagi upacara.

"Mau enggak, Ghe?" tawarnya. Aku tahu persis itu basa-basi. Agil bisa menghabiskan dua bungkus sendiri. "Enggak usah, ya."

Tuh kan!

"Kalau nggak niat nawarin gitu enggak usah sok baik," omelku. "Anak Ghea dijadiin alesan buat makan ini itu. Emaknya enggak diperhatiin. Enggak disayang."

Agil menghentikan suapan, menatapku sekilas. "Kamu 'kan biasanya enggak mau ditawarin ini."

"Ya... Kemarin-kemarin emang enggak mau, mana tau hari ini 'kan?"

"Ya udah, aku turun lagi beliin, ya," ujarnya seraya membereskan bungkus rujak cingur, mengikat kuat plastiknya.

Terus, Agil dilihatin ibu-ibu gitu? No way!

"Enggak usah, udah enggak nafsu," dumelku.

Agil menghela napas dua kali. Saking beratnya, kupingku sampai bisa menangkap bunyinya. Apa Agil lelah menghadapi aku? Harusnya aku yang capek menghadapi dia 'kan?

"Terus, maunya gimana?"

"Enggak gimana-gimana! Udah jalan aja ke hotel."

Agil melajukan mobilnya tanpa suara lagi. Meninggalkan hatiku yang masih meradang. Ini om-om kapan pahamnya, deh? Istri ngambek bukannya dibujukin!

"Nanti sore enggak usah jemput!" ujarku seraya turun dari mobil, tidak menunggu Agil membukakan pintu.

"Kenapa?"

"Enggak usah pokoknya!"

Agil membuang napas lagi. "Ya udah, kalau berubah pikiran, kabarin aja ya, Ghea."

Aku mendengus pelan, mobil Agil sudah meluncur menuju tempat kerjanya.

"Satu hal yang selalu kusyukuri saat aku mengomel. Kamu menyahuti dan itu artinya kamu ada di hadapanku. Itu cukup," gumamku seraya tersenyum menyambut sapaan dari resepsionis.


Ps.

Untuk kamu, yang sudah menginspirasi cerita ini. Aku cuma bisa bilang, terima kasih, Bro. Makasih banyak, J. Agil Habibie.

Anesthetized [Terbit]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon