Chapter V

476 27 0
                                    

HAII!!!

Terima kasih, terima kasih!!
Kalian baik sekaliiiii, masih setia baca :")

Jangan lupa VOTE & COMMENT ya :)

Happy Reading ❤️

< maaf kalau banyak typo >

----------------------- * *

Aku menghempaskan badanku keatas kasur. Rasanya nyaman sekali berada diatas kasur.

Aku tersentak kaget mendengar handphoneku berdering. Aku mengambil handphoneku lalu melihat nama yang tertera dilayar.

Kevin!!

Aku langsung mengambil posisi duduk dan mengangkat telepon tersebut sebelum sambungannya terputus.

"Halo," sapaku.

"Halo, sorry, gue mengganggu enggak Prit ?" tanya Kevin.

Aku menggelengkan kepalaku. Lalu tersadar, dia tidak bisa melihatnya.

Dodol!

"Enggak Kev. Ada apa ya ?" tanyaku.

"Lo lagi dimana ?"

"Dirumah,"

"Bisa ketemuan gak ? Ada yang mau gue bicarain" jelasnya.

"Kapan ?"

"Sekarang, bisa ?"

"Bisa. Mau ketemuan dimana ?" tanyaku.

"Gue jemput aja dirumah lo. Jam 4 gue jemput gimana ?" tanyanya.

Aku melirik jam dindingku. Jarum pendek berhenti diangka 3. Sepertinya 1 jam cukup untuk bersiap-siap.

"Boleh," jawabku.

"Oke. Jam 5 gue jemput. See ya," sahutnya lalu memutuskan sambungan.

Aku menatap handphoneku. Apa yang ingin Kevin bicarakan ya ?
Dadaku berdebar-debar.

Ayolah!

Ini bukan kencan. Kevin hanya ingin membicarakan sesuatu.

   Aku segera mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Aku harus siap-siap sebelum Kevin datang.

***

   "Jadi, apa yang mau lo bicarain ?" tanyaku saat kami sudah duduk dicafe dan menunggu pesanan datang.

Aku sangat penasaran dengan apa yang akan dibicarakan Kevin. Dan aku berusaha untuk tidak besar kepala.

Tapi..., memang dasar wanita. Tetap saja tingkat ke ge-er annya terlalu tinggi. Maka dari itu, sebelum aku berpikir semakin jauh, aku harus menanyakannya.

   "Ini soal Chika," jawab Kevin.

Aku terdiam sejenak. Seketika perasaanku menjadi tidak enak. Rasanya gelisah. Dan entah mengapa, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres.

   "Chika kenapa ? Dia baik-baik aja kan ?" tanyaku cemas.

Kevin tidak langsung menjawab. Dia memandangku sejenak. Saat dia membuka mulut hendak menjawab, pelayan datang membawakan pesanan kami.

   "Terima kasih," sahutku kepada pelayan yang sedang meletakkan pesanan kami.

   Setelah pelayan tersebut pergi. Aku kembali menatap Kevin menunggu jawabannya. Kevin menyesap minumannya lalu menatapku lurus.

   "Jadi, sebenarnya ada sesuatu dengan Chika," tutur Kevin.

   "Maksud lo ?" tanyaku bingung.

   "Chika mengindap kelainan jantung," aku melotot kaget mendengar perkataan Kevin barusan.

Aku benar-benar berharap aku salah dengar. Tetapi, Kevin mengatakannya dengan jelas.

Aku terduduk dengan tatapan kosong. Anak sepolos dan seceria Chika ternyata mengidap penyakit seperti itu. Rasanya aku ingin memeluknya detik ini juga.

   "Terus, gimana keadaan dia sekarang ?" tanyaku dengan nada lemas.

   "Penyakitnya kambuh tadi malam. Dan dia terus memegang boneka pemberian lo, sambil manggil nama lo," jelas Kevin.

   Pundakku semakin membungkuk lemas. Ingin rasanya aku ada saat dia membutuhkanku. Gadis sekecil itu.

   "Karena itu, gue mau minta tolong sama lo," sahut Kevin.

Aku menatap kearahnya. Menunggu perkataannya selanjutnya.

   "Gue minta lo untuk pindah kerumah gue. Demi Chika," sahut Kevin.

Aku hanya diam mendengar permintaannya.

Begitu sulit. Masalahnya aku harus pindah rumah. Apa tidak ada hal lain yang bisa kulakukan ?

   "Hanya sampai Chika benar-benar sembuh. Dia akan menjalani operasi dalam beberapa bulan kedepan. Dan gue pengen lo mendampingi dia," jelas Kevin.

Aku hanya diam memandang mug coffee ku.

"Lo bebas mau pulang kerumah kapan aja. Gue enggak mengekang lo untuk harus selalu dirumah gue. Lo boleh pulang kerumah selama beberapa hari. Tapi gue cuma engggak mau lo ninggalin Chika," jelas Kevin.

Aku masih diam.

Kevin memegang tanganku.

"Gue mohon," sahut Kevin.

Aku menggigit bibirku. Aku bingung. Pilihan yang benar-benar harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh.

"Gue bingung Kev," kataku jujur. Aku memang benar-benar bingung saat ini.

Disatu sisi aku ingin berada didekat Chika saat gadis kecil itu membutuhkanku. Tetapi, disatu sisi, aku harus pindah kerumah orang lain.
Memang sih, aku masih boleh pulang kerumah. Tetapi, tetap saja.

"Gue enggak memaksa lo untuk menjawab sekarang kok. Lo bebas menentukan keputusan lo. Tapi, lebih cepat lebih baik Prit," sahut Kevin.

Aku menganggukkan kepalaku menanggapi perkataan Kevin.
Ya, aku harus memikirkan hal ini dengan sungguh-sungguh.

***

Aku memandang fotoku dengan Chika dilayar handphoneku. Foto ini diambil saat kami bertemu di restoran.

Aku duduk bersandar diatas kasurku. Aku baru saja menceritakan semuanya kepada Kia via telepon. Dia tidak bisa datang kerumahku karena dia sedang berada di Jakarta selama beberapa hari.

"Kalau lo sayang sama dia, lo pasti akan melakukan yang terbaik untuknya kok Prit. Gue dukung apapun keputusan lo. Karena gue yakin itu pasti yang terbaik,"

"Tapi saran gue, hubungi orang tua lo dulu. Tanya pendapat mereka bagaimana, baru lo bisa membuat keputusan," jelas Kia.

Kata-kata Kia tadi terngiang dikepalaku.
Ya! Aku harus membicarakan ini dengan orangtuaku dulu. Aku akan mengambil keputusan setelah itu.

Semoga saja mendapat keputusan yang terbaik untuk Chika dan juga untukku.

------------ * *

Yeah!!

Ikutin terus ya kelanjutannya!!

Semakin banyak yang baca, semakin semangat aku update, hehehe...

Jangan lupa VOTE & COMMENT ya guys :)

THANK YOU 💋

Malaikat KecilWhere stories live. Discover now