Chapter XIII

384 30 0
                                    

Helloooo,
Sesuai janji, aku bakalan fast update ;)

Jangan lupa VOTE & COMMENT ya guys ;)

Happy Reading ❤️

<maaf kalau ada typo>
------------ * *

   "Baiklah, ingat rencana kita ya No," sahutku meyakinkan. Kami--aku, Edward dan Nino--berada di mobil yang sudah terparkir di parkiran diskotik.

Malam ini kami ingin menjalankan strategi menjebak Lulu, atau mungkin lebih tepatnya... Membongkar semua kebusukkannya.

"Oke," jawab Nino sambil bersiap turun.

"Good luck," sahutku sebelum dia benar-benar pergi.

Aku menunggu dengan cukup cemas, takut kalau rencana yang sudah kami susun tidak berhasil.
Edward menggenggam tanganku dan berusaha menenangkanku.

Sudah 2 jam kami menunggu diparkiran. Tiba-tiba seseorang mengetuk kaca pintu mobil kami. Sku segera menoleh kearah suara, begitupun Edward. Ternyata Nino. Dia segera masuk kedalam mobil.

"Bagaimana ?" tanyaku.

"Berhasil," jawabnya sambil tersenyum puas. Mendengar itu, aku merasa lega.

"Sebaiknya kita pulang sekarang," sahut Edward yang aku dan Nino balas dengan anggukkan.

***

Sesampainya dirumah. Kami langsung berkumpul diruang keluarga untuk membahas masalah tadi.

Jadi, rencanaku adalah membongkar semua kebusukan Lulu yang akan dia beberkan dengan mulutnya sendiri. Aku mempunyai ide, untuk menyuruh seseorang untuk memancing Lulu bercerita. Namun, Lulu juga bukan gadis yang bodoh. Dia tidak akan sembarangan membeberkan rahasia yang mampu merugikan dirinya sendiri.
Dan Nino manawarkan diri. Setelah dipertimbangkan memang dia adalah orang yang paling tepat.

Nino mengeluarkan sebuah recorder, lalu memencet tombol play. Sebuah suara yang amat berisik dan memekakkan telinga terdengar. Hingga samar-samar aku mendengar suara percakapan.

   "Berani lo muncul dihadapan gue," sebuah suara yang nyaris tidak terdengar karena musik.

   "Gue mau bicara," sahut suara yang sepertinya itu Nino. Karena jauh terdengar lebih jelas.
Selanjutnya tidak terdengar suara obrolan. Namun, perlahan-lahan suara musik memelan dan hilang. Rekaman selesai.

   "Itu aja ?" tanyaku. Aku tidak mendapat informasi apa-apa disini.
Nino menggelengkan kepalanya.

"Masih ada satu lagi," sahutnya lalu kembali menekan tombol play.

"Asal lo tau, siapapun yang menghalangi gue, bakal gue hancurin!" tutur seorang cewek yang aku yakini adalah Lulu.

"Gue!! Lulu Amanda, enggak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang gue mau!!" sahutnya lagi.

"Lihat Nino si bodoh itu!! Beraninya dia mengatakan bahwa dia berhutang budi hanya kepada orang tua gue dan menolak permintaan gue!"

"Lihat akibatnya! Hidupnya hancur! Hahahahaha...," suara tawanya membuatku merinding.

"Memangnya apa yang lo lakuin ?" tanya sebuah suara yang aku yakin Nino. Tapi, mengapa Lulu tidak mengenali Nino ? Tapi karena rekaman suara sedang mencapai klimaks, aku memilih bertanya nanti saja.

"Gampang! Bagi gue, menghancurkan hidup seseorang apalagi Nino, hanya sekecil ini," sahutnya.

"Gue tinggal memasukkan beberapa bungkus narkoba kedalam tasnya. Dan tinggal duit yang bertindak untuk membeberkan bukti itu," jawabnya.

"Selanjutnya gue tinggal membereskan masalah kecil," sahutnya lagi.

"Masalah kecil ?" tanya Nino.

"Si perempuan centil itu dan anak kecil yang menyusahkan itu. Prita dan Chika!" seketika aku merasa lemas. Chika dalam bahaya. Aku tidak memperdulikan apa yang akan Lulu lakukan padaku, tetapi tidak pada Chika.

"Apa yang akan lo lakukan ?" tanya Nino.

"Gue belum memikirkannya. Tapi lihat saja, cepat atau lambat!" jawabnya dan rekaman itu berakhir.

Aku hanya diam. Aku masih mengkhawatirkan Chika. Tiba-tiba aku merasakan tanganku digenggam. Aku menoleh, Edward tersenyum menenangkanku. Aku hanya tersenyum lemah.

   "Bagaimana bisa Lulu tidak mengenali lo ?"  tanyaku.

   "Mudah. Gue udah kenal dia dari kecil. Sangat sulit untuk membuatnya mabuk. Tetapi sekali mabuk, dia tidak akan mengenali orang yang ada didepannya. Seperti yang tadi, dia tidak mengenali gue. Dan ketika besok bangun, dia tidak akan mengingat apapun," sahutnya menjelaskan.

   "Bagaimana lo membuat dia mabuk ?" tanyaku lagi.

   "Gue tau, ada satu jenis anggur yang kadar alkoholnya cukup tinggi," jawab Nino. Aku mengangguk mengerti.

   "Baiklah, sebaiknya kita simpan rekaman itu baik-baik, lalu besok kita serahkan kepada rektor," tutur Edward. Aku dan Nino serentak mengangguk.

   "Oke. Rekaman ini akan gue copy ke beberapa cd. Untuk jaga-jaga. Gue ke kamar dulu ya," sahut Nino lalu beranjak ke kamar.

   "Aku mau lihat Chika dulu ya," sahutku hendak beranjak namun Edward menarik tanganku dan aku kembali terduduk.

   "Chika udah tidur. Tadi Kevin yang nemenin," jelas Edward. Aku mengangguk.

  "Oh.., yaudah kalau gitu aku...," belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, Edward langsung menarikku kepelukkannya. Aku langsung melotot kaget.

   "Gue tau lo mencemaskan Chika," sahut Edward masih sambil memelukku.

   "Tapi... Gue lebih mencemaskan elo," lanjut Edward.

  "Gue tau, lo sangat mencemaskan Chika sampai-sampai lo tidak mencemaskan diri lo yang juga masih dalam bahaya," sahut Edward. Aku menggigit bibirku. Yap! Dia benar.

  "Besok semua ini udah berakhir kok," sahutnya sambil melepas pelukannya dan menatapku. Aku mengangguk. Dia mendekat kearahku. Mendadak aku terkena serangan panik.

Dia mau ngapain ?
Dia semakin mendekat, aku semakin gelisah.
Edward mencium keningku.

   "Tenang..., Kevin dikamar Chika," bisik Edward. Wajahku memerah menahan malu. Edward terkekeh melihat reaksiku.

   "Sudah malam, tidurlah," sahutnya lembut. Aku berjalan ke kamar Chika dengan perasaan yang jauh lebih tenang.

-------------- * *

Doneeee...
Satu part lagi lalu tamat dehh, hehehe...

Jangan lupa VOTE & COMMENT ya ;)

Thank you guys 💋

Malaikat KecilWhere stories live. Discover now