chapter 9

260 22 5
                                    

       Naoki mengeratkan kepalan tangan. Bibir masih digigit. Raut diupayakan tak menghasilkan raut cemas, berpikir cari jawaban. Naoto masih menatapnya dengan tatapan bertanya. Kamar serasa seperti ruang interogasi ala kepolisian.

"Naoki ? Kenapa tidak menjawab ?" Naoto bertanya lagi.

"Ah- I-itu itu... lagipula kau tau nama blogku juga bukan urusanmu. Sekarang sudah sore. Tidak pulang ? Ingin kuantarkan ? Kau sedang sakit."

Naoki mengubah topik pembicaraan. Naoto menatap jam melihat pukul berapa sekarang, mengetahui langit mulai berubah warna jadi oranye ke unguan cenderung gelap.

"Sebelum itu kau mau kedokter dulu ?" Tanya Naoki lagi. Naoto menatap Naoki, entah kenapa Naoki seperti akrab sekali denganya. Ia baru mengenal pria itu secara dekat 3 minggu. Tapi rasanya seperti sudah lama.

"Aku tak punya uang buat biaya ke dokter. Mending beli obat di apotik saja. Hanya flu biasa. Tak perlu kedokter."

"Kau bi-...."

"Aku tak perlu uangmu. Aku ingin segera istirahat di apartemenku. Jadi mengantar tidak ?" Raut Naoki berubah senang. Dengan cepat ia mengangguk. Kalau begini ia punya banyak waktu untuk berdua dengan Naoto.

(^-^/

      Angin sore berhembus. Langit mulai gelap. Naoto menenggelamkan setengah wajahnya dibalutan syal yang dipinjamkan Naoki. Naoki memasukkan tanganya kedalam saku jaket.
Naoki menatap Naoto yang tenggelam dalam balutan pakaian miliknya. Mulai dari celana, pakaian, sweater dan syal. Semua miliknya melekat pada tubuh kurus itu.

"Apa liat-liat ?" Merasa dikuliti oleh tatapan Naoki, Naoto cepat menengok. Dan benar pria itu sedang menatap dirinya dengan pandangan sulit dijelaskan.

"Kau manis..." ucap Naoki

"Apa ? "

"A-ah tidak... aku salah bicara."

"Oh oke-" Naoto kembali menatap lurus jalan yang ditapaknya. Pipinya memanas. Bukan karena demam yang ia derita. Tapi karena mendengar kata-kata Naoki.

Ia mendengar apa yg dikatakan pria disampingnya. Sejujurnya.
Ia bertanya untuk memastikan. Tapi pria disampingnya menyembunyikanya.

"Kau suka berbohong Naoki." Gumam Naoto pelan

"Kau bilang apa ?"

"Tak usah tau-"

"Dasar jahat."

"Memang."

"Dasar manusia mesum."

"Kau ngaca manusia tukang sentuh-sentuh !" Naoto mulai tersulut.

"Kapan aku suka sentuh-sentuh ?!" Naoki yang mulai pertama juga tersulut.

"Kau tidak ingat ?! Tadi malam kau menyentuhku !"
Raut kesal dengan blushing parah disekitar pipi. Persis sekali seperti korban dihamili, minta petanggung jawaban karena sudah mengandung 3 bulan

Petir imajiner menyambar sekali lagi.
Naoki menegak ludah berat.

"Tadi malam memang aku ngapain ?"

"K-kau kau.... memeluk-ku.... kau kau..."
Naoto berhenti bicara. Lidahnya kelu. Pipinya merah. Naoki menghela napas lega. Ia kira ia berbuat yang lebih jauh.

"Memang teman tak boleh memeluk ?"

"Teman"
Naoto jongkok, menutup muka yang semakin memanas. Ia masuk zona pertemanan dengan tanda kutip sampai dibawa keperasaan. Namanya juga presensi seksual yang sudah belok. Kalau laki-laki memeluk laki-laki pasti laki-laki yang belok akan mengganggap sebagai kode. Naoki seperti jadi dicap sebagai laki-laki pemberi harapan palsu, cuma bisa kasih kode.

fanboy ? (DISCONTINUED)Where stories live. Discover now