8 : Menyerah

4.2K 318 6
                                    

Aku memandang jalanan dari kaca mobil. Kaca itu mulai buram karena air hujan yang terus membasahinya. Aku dan Kak Jax sedang dalam perjalanan menuju sekolah. Dan karena hujan, jadinya macet deh.

Aku tersenyum miris mengingat kembali memoriku dan Lian saat kami bermain hujan. Dimana sebuah kalimat yang dia lontarkan selalu teringat saat kami bermain hujan.

"Terkadang kita harus melepas sesuatu yang tidak bisa kita gapai. Mau seberapa besar perjuangan kita saat itu, kita harus melepasnya karena kita tahu, kita takkan bisa menggapainya."

Kalimat itu selalu mengikutiku. Kalimat manis namun membekas untuk saat ini. Lagi lagi aku tersenyum miris menatap kosong jendela mobil.

Gue harus ya ngelepas lo? Lo itu ga bisa digapai Li. Apa kalimat lo itu dulu buat gue? Buat ini? Buat saat ini? Dimana gue nungguin lo disaat lo nya aja menghilang entah kemana.

Melepas? Itu menjadi pilihan terakhir gue disaat gue bener bener ga bisa menggapai sesuatu. Dan gue rasa gue harus melepas lo ya Li? Gue aja ga tau dimana lo, gimana keadaan lo, atau bahkan lo jangan jangan udah punya pacar? Janji kita lo lupain gitu aja Li? Apa lo masih simpan hati lo buat gue? Buat gue yang engga sempurna, sedangkan diluar sana banyak perempuan lebih sempurna.

Asal lo tau, gue masih simpan hati ini untuk lo. Buat lo yang engga sempurna namun dapat melengkapi gue.

Kemarin, gue menolak lelaki ke 10 yang bersedia masuk ke dalam hati gue. Tapi gimana mereka masuk disaat hati gua sudah sepenuhnya milik lo? Susah, Li. Susah. Semuanya rumit.

Gue bukan orang yang suka ingkar janji. Tapi untuk saat ini, apa gue harus mengingkari janji gue?

Gue cape Li. Gue cape nungguin lo yang ga jelas dan ga tau kabarnya. Gue cape untuk terus berharap, berharap suatu saat lo kembali. Mungkin lo akan kembali, dan saat itu terjadi, apa lo masih mengingat gue? Apa lo masih sayang sama gue? Gue butuh kepastian. Gue butuh sebuah kabar bahwa lo baik baik aja disana Li.

Semuanya rumit. Dulu, gue kira, kepergian lo hanyalah masalah biasa. Gue kira, janji gue akan terus bertahan sampai lo kembali. Tapi lo kembali terlalu lama Li. Manusia mempunyai batas kesabarannya, i've waited you for four years. Dan lo? Apa lo memikirkan gue di tempat lo berada?

Gue cape untuk berharap terus menerus yang pada akhirnya harapan itu akau berbalik arah dan menghantam gue. Gue cape untuk terus bertahan, menunggu lo yang ga tau kapan kembali. Gue cape untuk terus memperjuangkan, memperjuangkan orang yang belum tentu memperjuangkan gue. Gue cape untuk terus menyakiti hati orang lain yang tulus sayang sama gue. Gue cape.

Dan gue rasa, ini keputusan yang terbaik.

Lo bebas ngapain aja ditempat lo sekarang Li. Karena gue lebih memilih untuk menyerah.

Iya, menyerah. Gue menyerah untuk terus memperjuangkan lo.

Maaf.

"Autumn?" Tanya Kak Jax.

Aku tersentak dan menoleh ke arah Kak Jax yang sedang menatapku horror.

"Lo nangis?" Tanya Kak Jax panik.

Mendengar itu aku jadi merasakan sesuatu yang basah dipipiku.

Aku menangis tanpa sadar. Astaga.

Aku menyeka air mataku kasar, "gapapa, lagi ke ikut suasana aja yang hujan dan dingin gini. Jadi galau galau gitu."

Kak Jax tertawa renyah, "kakak tau lo ada masalah. Pasti tentang Lian kan?" Tanya Kak Jax dengan seringai jahil.

Aku mengambil bantal dibelakang lalu melemparnya, "sotoy!"

Love for AutumnWhere stories live. Discover now