LGF (7) - Midnight Call

10.6K 1.1K 147
                                    

     Buk!

     Sisi melemparkan asal ransel merah jambunya ke atas meja belajar ruang kelas. Setelahnya, gadis berseragam batik itu mengempaskan badan di kursi hingga terdengar bunyi deritan. Lintang berjalan di seberang meja kontan memerhatikannya dengan wajah merengut.

      "Gue curiga deh sama lo, Si," ujar gadis itu sambil melepaskan ransel dan menaruhnya di atas meja, lalu duduk menghadap ke arah Sisi dengan satu tangan bertopang dagu.

     "Curiga apaan?" Sisi ikut menoleh ke samping seraya mengangkat kedua alisnya.

     "Curiga aja gitu, lo waktu kecil kebanyakan konsumsi MSG."

     Kontan, Sisi membelalak tidak terima. "Maksud lo apaan?!"

     "Soalnya lo pecicilan, grasah-grusuh, nggak behave"

     "BANGKE LO!"

     Bugh!

     "Aduh! Gua sakit, Bego!" Lintang mengaduh dan menghindar sambitan lain ransel di tangan Sisi dengan tawa geli. Murid perempuan itu bahkan harus beranjak dari kursinya untuk menghindari serangan. Tentu saja, tingkah keduanya mengundang perhatian beberapa murid lain.

      "Bodo amat, mulut lo jahat!" maki Sisi rengutan kesal. "Gila lo! Ya kali Nyokap gue sembarangan ngasih gue makan!"

      Lintang masih tertawa. "Ampun! Iye, ampun!" Dia akhirnya kembali mendekati meja dengan isyarat damai pada acungan dua jemari.

     Dengan dengusan sebal, Sisi mengambil kembali ranselnya yang tergeletak di sudut meja. Bersamaan dengan itu pula Lintang mengambil duduk, masih terkikik geli.

     "Puas banget lo ketawa," sindir
Sisi seraya ikut duduk kembali.

      Lintang menyengir. "Sori. Elaaah, baperan amat, sih!"

     Sisi menaikkan sudut bibir, sengaja tidak mengacuhkan. Sesungguhnya tak ada sedikit pun rasa ketersinggungan terhadap guyonan Lintang barusan. Mereka berdua sudah biasa bercanda hingga saling melempar ledekan yang mungkin melewati batas bagi pendengaran orang lain. Akan tetapi hal tersebut dilakukan bukan atas dasar keseriusan, justru di sanalah keakraban mereka makin terjalin. Tawa kemenangan, rasa kesal dan lemparan makian tidak pernah sekali pun berkembang menjadi sebuah amarah dan dendam. Semua itu hanya akan berlalu seiring waktu.

     Sisi dan Lintang merajut persahabatan mulai dari bangku kelas Sekolah Menengah Pertama. Begitu lulus, mereka kompak melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah Atas yang sama. Dan takdir sepertinya selalu memihak kepada persahabatan mereka, sebab dari kelas sepuluh keduanya dipertemukan dalam satu kelas yang juga sama.

     "By the way, semalem lo mau cerita apaan?" tanya Lintang kemudian setelah mereka berdua sama-sama tenang.

     Sisi mendengkus. Semalam dia memang berjanji akan menceritakan sesuatu hal pada Lintang apabila sudah bertemu muka. "Belom siap mental gue cerita ke lo."

     "Emang kenapa?" selidik Lintang, curiga.

     Sisi terkekeh lebar penuh arti. "Belom siap aja gue ngeliat lo pingsan abis gue cerita."

     "Ck, lebay amat, sih? Apaan emang?" desak Lintang.

     Sisi terdiam sejenak, berusaha menyusun-nyusun kalimat di otaknya. Lantas, gadis mungil itu melirik kiri dan kanan dengan sorot mata defensif. "Gue kemaren ketemu lagi sama Digo, masa," bisiknya kemudian.

     Lintang menganga. "Seriusan?!"

     "Ck, elah. Biasa aja, kenapa, sih?" Sisi berdecak risi mendapati respons berlebihan sahabatnya.

Little GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang