LGF (11) - A Threat

10.2K 1K 124
                                    

     Ada banyak orang di dunia ini yang tidak menyadari pergeseran fase hidupnya, lantas terkaget-kaget ketika dihadapkan pada satu perubahan yang bagi mereka sendiri cukup signifikan. Salah satu dari sekian orang tersebut adalah Sisi. Sebuah peristiwa baru saja terjadi, hidupnya pun berubah dalam seketika. Hanya saja, bertemu orang baru dan berkenalan, berteman dekat hingga meresmikan hubungan dalam tahap berpacaran benar-benar belum ada dalam daftar rencana jangka pendeknya.

     Lebih tidak disangka lagi bahwa orang yang telah meminang hatinya adalah satu dari pangeran tampan di dunia ini, yang separuh dari sosoknya saja tidak berani terbayangkan untuk diraih. Lantas sekarang mereka resmi bersama. Sisi seperti bermimpi, entah logika atau hanya perasaannya yang belum terbiasa memiliki kekasih.

     "Ehm!"

     Sisi tersentak kecil, lamunannya terputus ketika Digo berdeham. Lelaki itu sendiri terus menutup mulutnya sejak kepulangan mereka berdua dari pusat perbelanjaan. Hal yang dilakukannya hanyalah terus mengendalikan kemudi mobil sambil melirik-lirik ke samping, tepat ke arah Sisi.

     Tak tahan, Digo akhirnya berusaha memecahkan kesunyian canggung itu dengan mengulurkan tangan ke double din untuk menghidupkan musik.

     "I found a love ... for me.... Darling, just dive right in and follow my lead.... Well, I found a girl, beautiful and sweet...."

     Baik Digo maupun Sisi kontan memiring kepala masing-masing dan saling melirik, lantas sama-sama tertawa kikuk. Digo buru-buru mengganti lagu tersebut dengan lagu pengganti yang up beat untuk mencairkan susana.

     "Besok kamu ... sekolah?"

     Sisi terhenyak sendiri. Dirinya merasa ganjil akan kata lo yang diganti Digo dengan kamu. Rasanya ... aneh.

     "Iya..., gue—"

     "Aku," Digo meralat.

     "Iya, maksudnya aku," Sisi terkekeh jengah.

      Hening.

     "Aku boleh anter, nggak?"

      Sisi kontan menoleh ke samping dengan raut wajah tidak mengerti.

     "Ke sekolah kamu," lanjut Digo menjelaskan.

     Mulut Sisi membulat. "Biasanya gue ... eh, aku berangkat sama Ayah, sih," ujarnya diplomatis.

      "Ya, maksudnya aku aja yang anter. Gimana?"

      Hening. Sisi mendadak bingung sendiri. "Kayaknya aku mesti izin sama Ayah dulu, deh," katanya kemudian.

      "Oke. Aku juga kayaknya harus minta izin," timpal Digo. Keduanya kembali tenggelam di keheningan. Hal itu terjadi sampai mobil yang membawa mereka tiba di kediaman Sisi.

      "Makasih—"

      "Stay there," tahan Digo, mengiterupsi. "Biar aku yang bukain pintunya."

      "Oh, oke," Sisi menuruti.

      Digo keluar dan memutar cepat setelahnya. Dibukanya pintu samping dan menahannya sampai gadis yang baru saja resmi dipacarinya keluar dari dalam mobil.

      "Makasih," ucap Sisi.

      Digo mengangguk dan mengatur langkah di samping remaja itu menuju pintu rumah.

      "Kita—kamu—bakal bilang nggak ke Ayah sama Bunda kalo kita berdua udah pacaran?"

     Digo tertawa geli. Posisi keduanya sedang menunggu di depan pintu setelah memencet bel. "Menurut kamu?"

Little GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang