LGF (21) - Clarified, The Abuse Act and Another Threat

8K 736 179
                                    

     "Selamat malam. Wah, mohon maaf formasi kami tidak selengkap tuan rumah."

     Adnan tertawa ramah menyambut sapaan serta celotehan Donn Ambarata saat menyalami seluruh anggota keluarganya di depan pintu rumah. "Selamat malam. Ya, kebetulan anak-anak kami sedang ada waktu luang di rumah. Mari-mari."

     Donn Ambarata, Sabrina beserta Rudy Effendi, sang ayah masuk ke dalam istana megah, mengikuti arahan pemiliknya.

     "Kamu udah sehat?" Sabrina mendekati Digo. Cowok itu kurang fit pada kunjungan terakhir dirinya ke rumah ini.

     "Udah." Digo mengulas senyum tipis. Mereka semua memasuki dining room yang sudah menyajikan puluhan menu makanan oleh para pelayan rumah.

     "Silakan," Adriana, sang nyonya rumah kembali mempersilakan para tamu untuk mengambil duduk.

     Semua orang sudah duduk di kursi makan dan saling berhadap-hadapan, tak terkecuali Digo yang menghadap penuh sang tunangan.

     Saat Adnan memberikan sambutan singkat atas undangan makan malam mereka, Digo tak henti-hentinya mengamati wajah serta penampilan Sabrina. Dia mencoba menggali ulang bagaimana hatinya untuk wanita ini. Apakah mampu mengobati retak di dadanya barang sejenak? Cukup lama dia memberikan tatapan sampai sang tunangan tersipu-sipu malu.

     "Digo, Mama juga liat Sabrina cantik banget malam ini, tapi jangan ditatapin segitunya, dong," goda Adriana.

     Digo refleks mengalihkan tatapan dan tersenyum sumbang. Bukan gitu....

     Sudah diujinya hati, juga diuliknya rasa. Namun luka di dada Digo tetap tidak terobati oleh apa pun, termasuk sosok wanita cantik di depannya sekarang. Hatinya tetap saja patah, Digo meringis pelan menikmatinya. Kemudian, diembuskannya lagi napas panjang. Memang hanya satu orang penyembuh.

     Sisi. Digo sangat merindukannya.

🌻

     Helaan napas Lintang terdengar cukup besar. Cewek itu menggagalkan langkah kepulangannya ketika mendapati Sisi justru menelungkupkan wajah ke permukaan meja yang dibantali lengan. Jam pelajaran hari ini baru saja berakhir.

     "Lo beneran nungguin Bokap lo dari atas sini?" tanya Lintang setelah duduk kembali ke bangkunya sendiri.

     "Hmh," Sisi menyahut tanpa mengubah posisinya.

      Lintang menghela napas sekali lagi. "Ya udah deh, gue temenin lo di sini," putusnya.

     "Duluan aja, Tang. Gue nggak pa-pa kok sendiri. Kasihan sopir lo ntar kelamaan nunggu," ujar Sisi, masih dari posisi semula.

    "Nggak, Babe, gue nggak tenang ninggalin lo sendirian di sini," tegas Lintang.

     Sisi akhirnya mengangkat kepala dan menegakkan badan. "Dia pasti nungguin lagi di depan, soalnya," keluhnya.

     "Barusan gue chat sopir gue, katanya mobil itu udah ada dari tadi."

     "Tuuuh, kan?" Sisi berdecak frustrasi. "Ada rakitan bom nggak sih di sini? Atau paling nggak granat buat bekel gue turun ke bawah. Jadi kalo dia ngejer gue lagi, tinggal gue ledakin aja ke mobilnya."

     Lintang refleks tertawa. "Sarap lu!"

     Sekali lagi Sisi menghela napas berat. Dia sungguh lelah dengan masalahnya sendiri.

Little GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang