Rumah Kakek

1.5K 128 2
                                    

Semua sudah siap-siap. Sudah mandi dan segar penampilannya. Memang benar, di setiap lemari sudah ada banyak baju dan kaos serta celana. Lengkap sudah fasilitas di sini.

"Oh ya, mari kita ke rumah kakek yang baik hati itu. Kita harus ke sana. Karena tadi, dialah yang mengundang kita untuk datang ke sana" Jelas Alycia kepada teman-temannya.

"Benar! Ayo kita segera membawa ransel dan segala kelengkapan yang kita butuhkan" Tambah Steven. Semua langsung menyiapkan ransel mereka.

Beberapa menit kemudian, semua anggota CAPAS telah berada di pintu.

"Albert, bukalah pintu ini" Ujar Pingkan kepada Albert yang sudah memegang kunci. Yang disuruh hanya mengangguk saja dan segera membuka pintu itu. Cklek. Terbuka.

Udara segar segera menerpa mereka. Di jaman ini belum ada polusi dari asap kendaraan maupun asap pabrik. Jadi, angin di sini terbebas dari polusi, paling tidak, angin yang kena asap dari apapun itu, tidak terlalu tercemar di jaman saat ini.

"Mari kita ke rumah sebelah. Mengunjungi tetangga baru. Hehe" Steven menunjukkan cengiran lebarnya.

"Ayo!" Seru anggota CAPAS bersemangat. Mereka sudah tak sabar untuk bertemu kakek itu-belum mereka ketahui namanya. Jadi anggap saja kakek yang baik hati.

Mereka semua beranjak dari tempat itu. Tak lupa, Albert mengunci pintunya agar aman. Siapa tau juga kan ada maling.

Rumah sebelah markas mereka lumayan juga. Namun, kalau dari depan terlihat jauh lebih sederhana dari markas mereka.

Tok tok tok tok!! Albert mengetuk pintu dengan gayanya yang cool-menurut dirinya sendiri. Tangan kiri digunakan untuk mengetuk, sedangkan tangan kanannya dimasukkan ke dalam saku celananya. Tak lama kemudian, pintu dibuka sehingga menimbulkan suara decit yang pelan.

Kakek itu keluar lagi, (Oh ya, author lupa bilang kalau kakek itu mempunyai ciri khas pada tongkatnya. Dia selalu membawa tongkat kemanapun pergi, mungkin tidak jika ke kamar mandi).

"Oh anak-anak muda. Mari masuk" Ajak kakek itu. Mereka pun memasuki rumah itu. Setelah mereka semua sudah masuk, pintu ditutup kembali oleh sang kakek setelah orang tua itu menengok ke kanan dan ke kiri, hanya melihat keadaan sekitar.

Tap tap tap.. Langkah sepatu mereka menemani langkah mereka. Banyak barang yang sudah antik bila di jaman modern. Misalnya, piringan hitam, guci jaman dulu, dan masih banyak lagi. Anggota CAPAS memandangnya dengan takjub. Sebenarnya, anak-anak itu ingin memfoto bayang-bayang antik itu. Tapi, rasanya bakal aneh kalau dipakai sekarang.

Jadi, mereka terus berjalan sambil melihat-lihat. Hingga, mereka kaget saat mendengar sebuah suara " Masuk ke pintu itu anak-anak"

Mereka langsung menurut. Di depan mereka, sudah ada pintu kayu yang terukir indah. Ada ukiran merak dan bunga-bunga di sana. Sangat indah dan rapi menurut mereka. Akhirnya, mereka menunggu agar kakek itu saja yang membuka pintu.

Lalu sang kakek ada di hadapan mereka dan bersiap untuk membuka pintu. Ternyata, pintu kayu itu tidak dikunci. Sehingga, sang kakek langsung saja mendorongnya. Uhmm tidak, menggesernya.

Setelah pintu itu dibuka, sinar matahari yang tidak terlalu cerah (karena sudah sore) masuk menyinari wajah mereka semua termasuk sang kakek. Dengan ditopang dengan tongkatnya yang juga terbuat dari kayu, sang kakek menuruni tangga.

"Wow, seperti ruang rahasia ya!" Bisik Cheryl kepada Alyc yang ditanggapi dengan anggukan.

"Ya. Ini semacam ruang rahasia. Kalian pasti akan suka dengan tempat ini. Tempat ini sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu." Sang kakek mulai bercerita sambil menuruni tangga spiral yang ada di situ.

"Apakah seperti sebuah warisan kek?" Steven memberanikan diri untuk bertanya.

"Benar. Buyut kakek yang menemukan ruang ini. Atau malah ayah dari kakek buyutku atau bisa juga kakek dari kakek buyutku. Bagimana menurut kalian?" Tanya sang kakek.

"Menurut saya kek, ruang rahasia ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Temboknya saja masih terbuat dari batu-bata dan ada lumutnya kek" Jawab Albert dengan perhatian. Semua pasang mata, kecuali mata sang kakek dan Albert langsung menengok untuk melihat ke arah tembok. Benar, banyak hijau-hijau di sana.

"Ya sudah, mari kita lanjutkan saja perjalanan ini" Sahut sang kakek. Akhirnya, perjalanan mereka baru selesai sekitar sepuluh menit kemudian yang menurut mereka seperti sudah berjam-jam lamanya karena ketakutan.

Namun, mereka tau bahwa kerja keras itu akan menghasilkan sesuatu yang baik seperti yang ada di hadapan mereka.

Once Upon A TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang