CHAPTER TEN : DEJA SENTI

1.1K 82 14
                                    

Author : Aoirin_Sora (on twitter)

Summary:

Ada yang berubah.

Senyumnya yang dulu terasa hangat kini telah menepi di sudut pikiranku. Berhenti bergerak menguasai hidupku dan mengubahnya kaku. Aku tahu hatiku tak pernah menipu. Tapi dengan semua fase yang kulewati, aku tak mungkin bisa tidak patah hati. Ini mungkin cinta. Tapi keseluruhan intinya telah bergeser, membentuk posisi baru pada otakku yang berteriak putus asa. Ini mungkin kerinduan. Atau mungkin cuma kekaguman. Tapi seakan menghilang ditelan kabut kekecewaan, perasaanku bergerak membentuk sebuah perasaan baru, yang hingga kini tak bisa kujelaskan dengan baik.

Apakah cinta atau kebencian yang membuatku terus memandangingnya?

***

CHAPTER TEN: DEJA SENTI

Pernah lihat seorang malaikat dengan rambut yang menetesi air dan jubah mandi panjang yang menggantung di mata kakinya? Tidak? Aku juga begitu. Sampai beberapa detik yang lalu. Sebelum Lee Donghae muncul dari pintu kamarnya dan mengenakan setelan mandi dengan rambut basah dan lembab.

Aku menghirup oksigen selama dan sebanyak yang kubisa. Sebelum pria itu dengan lancang mematahkan kontrol otakku untuk bernapas. Ia melirik ke arahku satu kali, berusaha tak ambil pusing dengan tatapanku yang mengernyit padanya. Oke, aku juga tidak sadar kalau aku mengernyit. Tapi dengan penampilannya pagi ini, ia bisa membuatku harus di rawat lagi.

Sebelumnya aku tak pernah melihat Lee Donghae berpenampilan sangat menggoda—atau sensual, keduanya sama saja—sebab ia selalu menggunakan kamar mandi di kamarnya dan keluar dengan kaus putih dan celana panjang. Tapi kali ini Lee Donghae bagai memberiku uji coba dengan memamerkan keseksiannya. Rambutnya yang meneteskan air seolah layu, turun pada keningnya yang indah. Pemandangan dadanya sedikit mengintip dari celah setelan mandi putih cemerlang yang ia kenakan. Aku memiliki kendali yang lemah atas pesona pria ini. Dan ia tidak segan-segan menggilas habis seluruh pertahanan diriku sekarang.

Donghae keluar kamar dengan bertelanjang kaki. Telapak kakinya bahkan begitu indah, berubah warna menjadi merah muda saat ia melangkah di atas lantai. Ia membuat lantai dingin dan keras menjadi red carpet yang layak mendapatkan perhatian penuh. Dengan santai Donghae menuju konter dapur, mengambil segelas air mineral dan meneguknya dengan mata terpaku padaku. Alisnya melengkung naik, seakan bertanya apa yang salah.

Buru-buru aku menunduk dan merutuki wajahku yang langsung merah padam. Tentu saja Donghae menyadari perbuatanku, karena suaranya terdengar separuh geli. "Kau bangun pagi sekali, Miss Cardia." Katanya jelas-jelas menggodaku.

Aku berdeham. Mencoba mendapatkan akses verbalku saat menjawabnya. "Aku tidak bisa tidur, Sir."

Donghae bersedekap. Ia bersandar pada tepi konter meja dengan wajah berkilat penasaran. "Kau mencemaskan sesuatu lagi?"

"Sebenarnya cukup banyak," ralatku dalam bisikan. Aku tak berani menatapnya langsung, dan memutuskan kalau memandang meja di depanku lebih aman dari pada menemukan sepasang matanya berbinar padaku.

"Apakah beberapa di antaranya tentang Jason Andersen?" tanyanya. Suaranya sedikit pecah, terdengar bahwa ia membenci perkataannya sendiri.

Aku menggigit bibir dalam diam, tahu kebisuanku bakal memberinya jawaban 'ya.'

"Kau bilang kau tidak mencintainya lagi." Itu bukan tanggapan atau pernyataan. Bagiku Donghae terdengar seperti sedang protes. Ia menahan diri untuk tidak menjadikannya seperti perintah—walau tentu saja, gagal.

"Tidak seperti itu. Maksudku—aku hanya, well, entahlah, Sir. Aku tidak bisa menjelaskannya. Aku tidak berharap aku masih mencintainya—tapi, tetap saja aku memikirkan Johan. Tidak hanya tentang percintaan—maksudku—" Aku meracau. Pikiranku sudah berteriak di kepalaku untuk segera tutup mulut. Tapi aku tidak bisa melakukannya karena dengan Lee Donghae yang menuju ke arahku, jantungku sudah menciut dan mulutku komat-kamit tanpa ampun.

SCARLETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang