CHAPTER THIRTEEN: SITUATION

1.3K 87 11
                                    



Author : @Aoirin_Sora

Summary:

Sungguh menggelikan. Maksudku, bagaimana mungkin semuanya memengaruhiku seperti ini? Kata-kata cinta, puisi-puisi romantis, bahkan secangkir cokelat panas favoritku—tak ada satupun yang bisa menjelaskan perasaanku terhadapnya. Pria itu bagai gugusan bintang di langit kelam; terang benderang namun tak bisa dijangkau. Dan tentu saja senyumannya merubah warna langitku—menjadi terang berkilauan. Hingga aku tak bisa menatapnya, hingga kedua mataku buta karena cahayanya. Akankah aku bertahan? Ataukah harus berlari?

Aku tahu aku telah mencintai seseorang yang salah.

***

CHAPTER THIRTEEN: SITUATION

Langit sudah menghitam. Nyaris kelabu ditemani cahaya rembulan. Bagaikan jelaga yang menghiasi penglihatan dengan bintang-bintang yang kesepian. Tak terdengar suara apapun di dalam mobil, bahkan juga suara napas pria di sebelahku. Ia memutuskan untuk menutup bibirnya rapat-rapat tepat setelah Chad menyerahkan kunci Ferrari-nya.

Aku melongok ke arah jendela, mencoba mencari ide kemana pria ini akan membawaku namun sama sekali tak memperoleh jawaban apapun. Kami telah melintasi jalan Santa Monica dan terus mengarah ke barat, melewati jalanan dengan pantai Santa Monica yang berkilauan di ujung mata.

Pada akhirnya kami sama sekali tidak kembali ke PHOENIX, segera setelah Donghae mendengar jawabanku mengenai dupa dan lavender, pria itu langsung menyeretku untuk ikut bersamanya. Dalam hati aku berdoa agar bosku tak membawaku ke tempat yang lebih menyeramkan daripada laboratorium miliknya. Maksudku, dengan semua kegelapan, gas bius dan—yang lebih parah—kenyataan akan perusahaan ia jalani mau tak mau membuatku jantungku mencelos, bagaimana mungkin aku bisa terlibat dengan semua ini? Semuanya benar-benar membingungkan dan nyaris terdengar seperti omong kosong. Kemana perginya hari-hariku yang dulu? Seakan semuanya sudah berabad-abad tertinggal di belakangku.

Ketika akhirnya mobil melambat, aku nyaris dilanda kebosanan parah dan benar-benar ingin tidur. Ini hari yang panjang dan melelahkan. Tapi satu hal yang kuketahui, meskipun aku tak siap dengan sebuah kenyataan baru, aku harus tetap menghadapinya. Apapun itu.

***

"Kita hampir sampai."

Itu adalah kalimat pertama Donghae setelah mengemudi selama satu jam penuh. Pria itu bahkan tidak memandangku, ia terus menatap ke depan—ke arah jalanan yang lenggang. Aku mengikuti pandangannya dan melihat siluet rumah di puncak bukit.

"Kita dimana—maksudku, kita akan kemana, Sir?" tanyaku dengan suara serak. Tampaknya bahkan suaraku pun ikut mengkhianatiku.

Donghae melirikku sekilas. "Ini di Pacific Palisades dan kita akan ke rumahku."

Pacific Palisades? Aku tak pernah kemari sebelumnya, namun semua orang tahu kalau Pacific Palisades adalah kawasan dimana para milyader dan artis-artis Hollywood tinggal. Dan mendengar bahwa Lee Donghae memiliki salah satu dari rumah-rumah dengan harga fantastis itu tidak bisa membuatku tidak kaget. Tapi tampaknya aku sudah berada di titik paling menyedihkan hingga aku tak bisa memikirkan apapun saat ini. Kepalaku benar-benar sakit dan aku butuh istirahat. Namun mau tak mau aku terpana ketika melihat sebuah gerbang tinggi yang berada di ujung perjalanan kami.

Gerbang itu menjulang ke langit, berwarna putih dengan banyak lampu-lampu yang menyorot ke jalanan. Di kanan dan kiri kami hanya ada pepohonan yang tumbuh mengisi kekosongan, hingga suasana ini membuatku sedikit merasa tak nyaman. Ketika tiba di sekitar sepuluh meter dari gerbang itu, pintunya mendadak terbuka perlahan, seakan sudah mengetahui bahwa pemiliknya telah kembali.

SCARLETWhere stories live. Discover now