CHAPTER TWELVE: ROARING IN THE DARK

1.3K 85 27
                                    



Author : @Aoirin_Sora (on twitter)



Summary:

Malaikat kematian berada di depan jurang. Menyeretku dalam kehampaan sekaligus kebutaan akan kegelapan. Aku meraba masa depan dalam ketidakpastianku, merasa goyah bila hanya berdiri dengan kedua kaki ini. Aku tidak ingin tertipu, namun senyumnya benar-benar menyihirku ke dalam dimensi lain. Cukup aneh untuk kukatakan aku terpesona, meski aku ketakutan setengah mati.

Dan sesuatu memberitahuku kalau ini memang cinta.

***


CHAPTER TWELVE: ROARING IN THE DARK




Aku menahan dorongan untuk muntah saat ini juga.

Ketika Donghae memegangi lenganku saat itulah aku sadar bahwa lututku benar-benar goyah. Detak jantungku memburu, berdegup minta tolong ketika menyadari bahwa pria di sebelahku tidak sedang bercanda dengan perkataannya barusan.

"Chad, tolong antar Takeshi ke ruangannya. Aku akan berkeliling sebentar."

Dari sudut mata, aku melihat Chad mengangguk dan mempersilakan Takeshi untuk berjalan lebih dulu. Takeshi memberiku tatapan bersimpati saat ia melewatiku namun tidak mengatakan apapun.

Langkah kaki mereka bergemeletuk pelan, menggema di koridor besar ini. Bersamaan dengan siluet mereka yang menghilang, semakin kecil pula suara yang terdengar. Hingga akhirnya keheningan menguasai kami.

"Kau bisa berjalan, Miss Cardia?"

Aku mengangguk, menolak menatap bosku dan memilih memperhatikan tubuh Jennifer yang mematung di balik pintu. Wanita yang sedang mengamati kondisinya sadar bahwa ia sedang di perhatikan dan ia mengangguk sopan pada Donghae.

"Barbara adalah salah satu ahli anestesi terbaik." Kata Donghae menjelaskan. Aku tak tertarik mendengar latar belakang wanita itu sebab yang sedang kuperhatikan adalah Jennifer. "Miss Cardia, apa yang sedang kau pikirkan?"

Lidahku rasanya memberontak untuk tetap diam tetapi aku tak bisa menahan diri lebih lama. Cuci otak? Kedengarannya gila. Bukan, maksudku, ini memang gila. Apa Lee Donghae sedang membentuk semacam pasukan teroris untuk menyerang sebuah Negara terbelakang? Kalau tidak, kenapa ia harus mencuci otak manusia? Bagian terburuknya adalah bahwa tampaknya semua orang di dalam sini mengerti dengan baik kalau mereka benar-benar sedang mencuci otak! Tidakkah mereka berpikir kalau ini semua terlarang?

"Miss Cardia, katakan sesuatu. Berdiam diri bukan kebiasaanmu."

Aku menatap Donghae tanpa emosi apapun di wajahku. Ia balas memandangku. Matanya dingin—hampir menyamai suhu di ruangan ini.

"Aku tak pernah meminta anda menjelaskan sesuatu sebelumnya, Sir. Atau bertanya kenapa jika menyangkut pekerjaan. Tapi bisakah anda menjelaskannya kali ini?" nada suaraku terdengar hampa, dan Donghae melipat tangannya di dada.

Ia tidak segera menjawab, namun memandangku lekat-lekat, mencoba menggoyahkan tekadku dengan pesonanya—dan harus kukatakan kalau ia nyaris berhasil.

"Ikut aku."

Aku setuju untuk mengikutinya, berjalan di belakangnya dalam diam. Kami mengarah ke atas, melewati pintu yang terkunci dengan pemindai sidik jari dan terus naik, kembali ke tempat semula. Donghae berjalan tenang, tanpa melirik ke arah para pekerja yang berada di ruangan bersekat kaca. Ia membelok di sudut lorong, dan begitu aku mengikutinya, aku melihat sebuah tangga kecil yang mengarah ke atas.

SCARLETWhere stories live. Discover now