CHAPTER FIVE : The Truth Is Inside

1.2K 91 7
                                    

Author                  : @Aoirin_Sora (on twitter)

Summary:

Aku tahu semuanya bakal berakhir suatu saat nanti. Entah itu karena aku tertangkap jatuh cinta padanya, atau karena aku sudah berhasil melunasi seluruh hutang Ibuku. Tapi aku pasti tidak akan bisa berhenti untuk terpesona padanya. Pria itu membuatku nyaris melewati setiap malam dengan hasrat sinting yang tak mungkin bisa terpenuhi. Wajahnya terlalu rupawan, terlalu memikat untuk bisa di lupakan. Tubuhnya adalah keindahan, bukti nyata dari ciptaan Tuhan yang sempurna. Dan dengan sia-sia aku mencoba bernapas dari semua terror yang ia berikan, berharap kewarasan akan bersamaku sampai akhir.

Tapi bagaimana aku bisa meloloskan diri dari senyumannya?

***

CHAPTER FIVE: THE TRUTH IS INSIDE

 

Kukatupkan gigiku keras-keras, mencoba menghalau teriakan yang mungkin bakal mewarnai perjalananku—maksudku, bosku dan aku—yang menuai umpatan dari berbagai pengendara lain. Aku tahu mobil ini bisa membawaku langsung menuju Surga kalau bosku tidak berencana menginjak rem lagi. Dan sekedar pemberitahuan, kami sedang melaju di jalan Santa Monica yang terkenal padat dengan kecepatan mendekati 180 km/jam. Tebak siapa yang mulai sinting?

Tanganku menggenggam sabuk pengaman seakan benda itu bisa melepaskanku dari kematian. Aku tak berani melirik Donghae—bahkan tak berani melirik kemanapun selain ke arah jalanan di depanku. Semuanya seakan mengabur dalam bayangan, ketika kami menerjang jalanan dengan raungan Ferrari yang menderu dan orang-orang berteriak marah di belakang kami. Aku berusaha berpikir, tapi sialnya kebutuhan rohani mendahului segalanya—mulutku komat-kamit mengucapkan doa pada Tuhan, memohon dengan sangat agar aku bisa melalui sore ini tanpa luka-luka akibat kecelakaan.

Kupikir pria itu tak akan pernah menghentikan mobilnya lagi, tapi tiba-tiba ia menginjak rem dalam-dalam, membuatku nyaris menukik ke dasbor kalau saja sabuk pengaman yang tidak menahanku.

Belum lagi aku sempat mencerna apapun, Donghae telah turun dengan mendadak, meninggalkanku yang belum pulih dari syok yang baru saja kualami. Tapi suaranya segera menyeretku ke alam nyata.

“KAU AKAN MEMBAYARNYA!” teriak pria itu mengalahkan keributan kota.

Kepalaku mencari-cari sosoknya dengan cepat dan menemukan Donghae berdiri tak jauh dari mobil bersama dengan seorang pria berambut tembaga. Pria itu melotot pada Donghae dan kelihatannya mereka sedang beradu argumen. Aku tak bisa mendengar percakapan mereka karena setelahnya Donghae tak lagi berteriak. Kulihat persiteruan mereka semakin memanas karena sebelah tangan Donghae telah mencengkeram kerah pria itu. Sebagai balasan, pria itu mendorong tubuh Donghae kasar, membuat bosku terhuyung mundur. Aku bahkan tak sempat menarik napas karena detik berikutnya pria berambut tembaga itu berlari ke arah keramaian.

“SIALAN!” umpatnya penuh emosi saat kembali ke dalam mobil. Ia tidak segera menyalakan mobil, melainkan mengambil ponselnya dan beberapa detik kemudian, ia bersuara keras—maksudku berteriak.

Damn it, Marven!” makinya dan tubuhku menciut. Pria itu mengepalkan tangan dan giginya berkeretak. “Cepat jawab panggilanku!” desisnya lagi.

Setelah beberapa menit yang panjang, akhirnya Marven menjawab panggilan Donghae karena samar-samar aku bisa mendengar suaranya yang ramah.

“Marven, dimanapun kau berada, segera datang ke kantorku!” Sembur Donghae dalam satu tarikan napas. Ia terdiam mendengar jawaban Marven namun langsung mengumpat lagi. “Persetan dengan rapatmu! Aku tidak peduli, cepat datang!” lalu menyisipkan ponselnya dalam saku. Matanya menyipit marah dan dengan satu tarikan pada persneling, mobil kembali melompat dalam keramaian.

SCARLETWhere stories live. Discover now