Wattpad Original
Ada 7 bab gratis lagi

2

26.7K 1.3K 42
                                    

Toko sudah mulai sepi karena setengah jam lagi mereka harus tutup. Namun, Vanessa masih kelihatan sibuk. Bahkan ketika Zeyran menginstruksikan untuk segera istirahat, gadis itu tetap kukuh mengelap meja dan membawa piring-piring kotor meskipun itu bukan bagian dari pekerjaannya.

Vanessa tidak pernah mengeluh, karena baginya, menyibukkan diri dalam pekerjaan adalah hal paling efisien untuk menghindarkan duka yang disebabkan oleh kepergian orang tuanya.

Zeyran terus mengamati Vanessa yang keras kepala. Membuatnya berpikir bahwa rasa tanggung jawab yang dimilikinya sekarang telah berubah menjadi kepedulian nyata. Zeyran tulus menyayangi Vanessa. Ia bahkan tak mengelak saat rasa sayang itu berkembangbiak menjadi cinta. Ia benar-benar menyukai segala hal yang ada dalam diri gadis berusia 21 tahun itu, dan ia tak mau kehilangan Vanessa. Namun, ia sadar. Sejak dulu, Vanessa tidak memiliki perasaan yang sama dengannya.

Bunyi lonceng menarik perhatian gadis itu. Vanessa langsung beranjak dari tempat duduk, padahal belum sampai satu menit ia menyimpan bokongnya di kursi.

"Hei, sebaiknya kau istirahat saja! Bagi pekerjaanmu pada Pippen, kulihat dia hanya cengengesan tidak jelas dengan ponselnya sedari tadi," papar Zeyran semenjak ia merasa khawatir melihat Vanessa bekerja layaknya seekor kuda.

Vanessa tidak menggubris ucapan Zeyran ketika si pengunjung sudah berdiri menjulang di hadapannya, tengah menampilkan senyum ke arahnya.

Mon dieu! Batinnya.

Vanessa tak yakin apa yang dilihatnya nyata. Pasalnya, pria di depannya ini begitu tampan, dengan postur tubuh ideal dan wajah yang diciptakan tanpa celah membuatnya tampak sempurna. Pria ini merupakan gambaran nyata dari ketampanan para Dewa. Vanessa ragu kalau dirinya masih berada di toko alih-alih atau di sebuah tempat dalam cerita dongeng. Ia lantas menggeleng-gelengkan kepala, mengusir semua fantasi serta delusi absurd dalam benaknya.

Apa-apaan ini? Pikirnya gusar. Ia tidak sedang bermimpi di siang bolong, kan? Untuk memastikannya, Vanessa kembali menatap pria itu, yang masih berdiri di sana dengan kening berkerut.

"Dieu soit loué!" gumam Pippen di sampingnya, mengembalikan kesadaran Vanessa sepenuhnya. "Beritahu aku kalau Dewa Yunani itu nyata!" sambungnya sembari mengguncang pelan lengan Vanessa.

Ketimbang meladeni Pippen, Vanessa malah terpaku pada manik aquamarine milik pria itu, yang seakan menenggelamkan dirinya dalam dimensi lain. Kalau boleh jujur, itu adalah bola mata terindah yang pernah ia lihat seumur hidupnya.

"Mille feuille, financier, dan eclair. Masing-masing satu kotak, tolong dibungkus, Mademoiselle." Suaranya saja terdengar merdu, membuat sekujur tubuh Vanessa merinding. Gadis itu diam cukup lama, terbuai oleh pesona si pengunjung. Bukannya membungkus pesanan, ia malah berdiri terbungkam.

Pria itu memiliki rahang yang tegas, hidung mancung, dan rambut tebal berwarna cokelat gelap. Dia mengenakan kemeja biru muda dengan satu kancing atas terbuka dan tangan disingsing sampai siku.

"Allô!" seru Zeyran, mengamati Vanessa serta Pippen yang tampak bodoh. "Bon sang!" umpatnya ketika melihat dua karyawannya tiba-tiba menjadi patung.

Vanessa baru sadar ketika mendengar Zeyran mengumpat. "Ah, maaf!" gumamnya. Ia kembali menatap pelanggannya. "Bi-bisa diulang pesanannya, Monsieur?"

Pria di depannya lagi-lagi tersenyum lebar, mungkin karena menyadari kegugupan Vanessa. Hal tersebut membuat Vanessa menunduk agar dapat menyembunyikan pipinya yang sudah bersemu merah.

"Bisakah kita mengobrol sebentar, Mademoiselle?"

"Oui?" jawab Vanessa tak yakin.

"Magnifique!" pekik Pippen sebelum gadis itu dipanggil oleh Isaak ke dapur.

SURVIVRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang