Bab 10

31.8K 1.5K 26
                                    


Sabtu pagi yang sedikit berawan dimulai Hara dengan uring-uringan sambil berbaring di karpet tebal ruang TV karena Valdi yang belum juga mengabarinya.

Sekarang Hara baru teringat akan Valdi yang seminggu terakhir sulit dihubungi.

Sebelumnya Hara mengurangi intensitas pertemuan mereka demi membuat hati kakaknya kembali melunak agar mau memaafkannya. Hal tersebut membuat Hara jadi tidak terlalu memfokuskan pikirannya pada sulit dihubunginya Valdi karena teralih oleh pertengkarannya dengan Hazzi.

Menilik dari ekspresi wajah adiknya yang galau, membuat Hazzi merasa puas karena teorinya mengenai Valdi mulai terbukti benar. Dan, sesuai dugaannya bahwa kekasih Hara adalah bukanlah lelaki yang baik untuk adiknya.

Hara yang bosan menanti dering notifikasi smartphone dari orang yang dinantinya pun menggeser ponselnya sedikit kasar dan berusaha mengacuhkannya.

Ia melirik Hazzi yang duduk di atas sofa tunggal berbahan kulit warna hitam sambil membaca sebuah buku biografi pengusaha terkenal dunia yang bagi Hara tidak ada menariknya sama sekali.

Ide usil melintasi benak Hara. Ia sedang berminat untuk mengganggu kakaknya daripada bosan dan galau menanti Valdi.

Hazzi sedang menekuni bacaannya ketika Hara menjatuhkan diri di pangkuannya dengan tiba-tiba, membuat buku bersampul hardcover tersebut membentur hidung mancungnya. Otomatis Hazzi pun mengaduh.

Bukannya merasa bersalah, Hara malah menyuarakan tawa yang terdengar renyah.

"Memangnya gak ada sofa lain untuk duduk? Sampe minta dipangku begini," ujar Hazzi sedikit kesal.

"Lagian, kakak dari tadi baca buku melulu. Lebih asyik melototin benda mati daripada ngobrol sama adik sendiri?"

"Kamu, kan, dari tadi sibuk melototin smartphone, jadi kakak gak mau ganggu," sindir Hazzi.

"Ih, nyebelin!" kata Hara yang kalah dan merajuk, lalu mengempaskan kepalanya ke bahu Hazzi.

"Kamu kenapa, tiba-tiba jadi manja begini?" tanya Hazzi.

Hara menghela napas sebelum menjawab, "Valdi, kak. Dia lagi susah dihubungin. Aku jadi khawatir," keluh Hara.

Hazzi berusaha keras untuk tidak memberi makan egonya sendiri dengan mengatakan bahwa ia sudah memperingati Hara sebelumnya dan mengesampingkan perasaan galau adiknya.

Setelah berpikir, Hazzi memilih kalimat yang paling diplomatis dan berkata, "Hmm, mungkin dia lagi sibuk?"

"Tapi gak biasanya dia begini kak, sesibuknya dia pasti menyempatkan kirimin aku chat barang satu kali. Dan, kalau Valdi sibuk, kakak juga lebih sibuk, kan? Tapi kakak selalu bisa kirimin aku chat," sanggah Hara yang tanpa sadar membandingkan meski sebenarnya hanya menuntut kalimat penenang yang lebih pasti dari kakaknya.

"Prioritas setiap orang itu beda, sayang," ucap Hazzi yang mulai melarikan jarinya di antara helaian rambut adiknya.

Bukan salah kalimat yang dikatakan kakaknya kalau dirinya malah mulai berprasangka terhadap Valdi. Yang kakaknya katakan memang benar. Prioritas setiap orang memang berbeda dan mungkin dirinya bukanlah prioritas utama bagi kekasihnya.

Memikirkan hal tersebut membuat pikiran Hara semakin keruh. Dicobatepisnya pemikiran negatif tersebut dengan mengalihkan pembicaraan pada hal lain.

"Oke, prioritas setiap orang memang beda. Terus, siapa yang sekarang ada dalam prioritas teratas kakak?" tanya Hara usil sekaligus ingin tahu.

"Tentunya kamu," jawab Hazzi cepat, tanpa berpikir.

"Selain aku? Perempuan lain, gitu?" pancing Hara pada kakaknya yang sejauh ini belum pernah bercerita atau terlihat dekat dengan perempuan mana pun.

Sister PsychomplexOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz