Episode 5 Part 2

5.5K 175 1
                                    

[Sinopsis] Descendants Of The Sun Episode 5 Part 2

Shi Jin berhasil mengeluarkan Mo Yeon dari dalam mobil kemudian membawanya ke tepi. Mo Yeon tak sadarkan diri. Shi Jin memberinya nafas buatan dan menekan-nekan dadanya untuk mengeluarkan air.
Mo Yeon batuk-batuk dengan memuntahkan air.
"Apa kau baik-baik saja? Kau tidak terluka?"
Shi Jin membantunya duduk dan menepuk-nepuk pungungnya.
"Tak ada yang sakit, 'kan?" tanya Shi Jin.
"Bagaimana bisa kau berpikir seperti itu? Dasar bodoh. Bagaimana bisa kau memutuskan untuk menerjunkan mobil begitu saja. Dasar gila."
Mo Yeon memukuli Shi Jin lalu mengecek nadinya, dan ternyata detak jantungnya tak teratur. Mo Yeon panik, bagaimana ini, nafas Mo Yeon ngos-ngosan.
Shi Jin menepuk punggung Mo Yeon kembali. Ia mengatakan kalau ia baik-baik saja dan melihat Mo Yeon mampu memukulnya, kelihatan kalau Mo Yeon juga baik-baik saja. Shi Jin mengajak Mo Yeon pergi. Ia akan membantu Mo Yeon berdiri.
Mo Yeon belum bisa berdiri, ia minta waktu sebentar.
"Aku bukan tentara. Kau tahu betapa takutnya aku? Ku pikir aku akan mati."
"Aku tak bisa meninggalkanmu sendirian. Ketika aku melakukannya kau berakhir di tepi jurang. Apa yang akan kau lakukan jika aku meninggalkanmu di kereta sendirian?"
Mo Yeon menampik tangan Shi Jin."Tak ada lagi candaan. Aku terlalu lemah untuk tertawa."
Shi Jin hanya tersenyum. Dan kembali menepuk-nepuk punggung Mo Yeon.
Mereka sampai di markas. Shi Jin memakaikan bajunya pada Mo Yeon untuk menutupi kaos Mo Yeon yang basah membuat pakaian dalam Mo Yeon kelihatan. Mo Yeon protes, kenapa baru bilang?
"Karena aku melihat semuanya tadi. dan aku tak ingin yang lain melihatnya. Istirahatlah."
Mo Yeon kesal. Shi Jin pergi setelah mengatakan itu dan tak berbalik saat Mo Yeon memanggilnya.
"Yaa! YAA!!!!"
Shi Jin Cuma melambai dan terus jalan.
Mr. Jin ada di sebuah ruangan yang remang-remang. Suara tembakan meletus. Orang disamping Mr. Kim tersungkur, memegangi kaki Mr. Jin, orang itu tewas tertembak, Mr. Jin ketakutan.
Kemudian kamera memperlihatkan wajah Argus dan para anak buahnya. Salah satu anak buah Argus menodongkan pistol ke kepala Mr. Jin.
Mr. Jin bertanya dimana Bos. Argus menjawab kalau tempat itu punya pemilik baru tapi kesepakannya tetap sama. Mr. Jin tak peduli yang penting ia mendapat uangnya. Mr. Jin memberikan berlian pada Argus.
"Hanya karena semua pria di Korea itu pernah mengikuti militer, mereka merasa seperti saudaraku." Ucap Argus.
Argus memberi tugas pengiriman berikutnya untuk Mr. Jin, kali ini dalam waktu seminggu lalu ia memberikan segulung uang pada Mr. Jin.
Mr. Jin meminta waktu 10 hari. Argus menodongkan jarinya. Ia menegaskan kembali kalau waktu yang ia berikan hanya 1 minggu. Mr. Jin tak bisa berkutik.
Wakil Manager menyeret seseorang keluar dari tempat persembunyian tidur siangnya. Tidak tahu siapa namanya, wajah baru. Pria itu begitu karena gajinya kecil jadi ia malas-malasan. Ia mengancam wakil manager akan melaporkannya ke badan ketenagakerjaan setelah kembali ke korea.
Lalu seorang pekerja lokal yang Bahasa koreanya pas-pasan mengabarkan kalau Manager datang.
Manager mukanya serius, tak seperti biasanya dan datang tanpa supir. Wakil manager bertanya, dimana supir manager.
"Dia berhenti dari perusahaan. Tak usah khawatirkan dia. Kembali bekerja. Deadline sudah semakin dekat." Jawab Manager yang langsung masuk kedalam.
Pria tadi melihat kalau di kaos kaki manager ada darah (mungkin darah dari orang yang mati disebelahnya tadi).
Mo Yeon menunggui jemurannya. Ia teringat suara tembakan tadi.
Kemudian Shi Jin masuk membawakan kopi Instan.
"Dasar mesum."
"Ah, pakaian dalammu tadi? yang hitam?"
"Biru gelap." Koreksi Mo Yeon.
"Apa kau pikir aku tak tahu?"
"Jika kau tak jadi tentara, kau mau jadi pria macam apa nantinya?"
"Apa itu pertanyaan?"
"Tidak, hanya pernyataan saja."
Lalu Mo Yeon menawarkan obat penenang pada Shi Jin. Ia tahu Shi Jin pasti syok dengan kejadian tadi. Ia sendiri bahkan sudah mau gila tadi.
Lalu Shi Jin bertanya, jadi Mo Yeon mengkhawatirkannya. Tentu saja, karena Shi Jin sudah menyelamatkan Mo Yeon. Tapi Shi Jin tak puas dengan jawaban Mo Yeon itu.
"Di tebing tadi... Apa kau tahu bahwa kau... mempertaruhkan hidupmu untuk menyelamatkanku?"
"Kau yang memintaku untuk menyelamatkanmu."
Shi Jin pernah bilang pada Mo Yeon kalau Shi Jin akan menghadapi masalah apapun hanya untuk menyelamatkan rekannya. "Tentang... menyelamatkan Prajurit Ryan. Kau tidak bercanda, 'kan? Jadi, Kau yang menyelamatkannya?"
Shi Jin kembali teringat saat Sunbae-nya tertembak tepat di depan matanya.
" Sunbae-nim. Bertahanlah! Bertahanlah!"
"Kau benar. Untuk pertama kalinya ... aku menyesal telah menyelamatkannya (Argus)."
Mo Yeon sadar kalau tadi Shi Jin bohong padanya karena Shi Jin begitu capat datang menyelamatkannya, jadi tak mungkin Shi Jin pergi ke markas Taebaek. Dan tembakan yang ia dengar di toko, ia yakin kalau itu adalah tembakan Shi Jin.
Shi Jin mengatakan kalau Mo Yeon terlalu banyak memikirkan sesuatu, tidak bisakah Mo Yeon percaya saja padanya.
"Kau sungguh membuatku gila. Karena kau seperti ini, aku menjadi semakin bingung."
Tiba-tiba listrik padam. Shi Jin menjelaskan kalau listrik di Urk memang tidak stabil, sering ada pemadaman dan akan kembali menyala dalam 30 detik. Shi Jin mulai bercanda, ia akan berteriak jika Mo Yeon mencoba melakukan hal yang aneh.
Mo Yeon tersenyum, ia berterimakasih pada Shi Jin yang telah menyelamatkannya hari ini.
"Tapi, awas jika kau berani macam-macam padaku." lanjut Shi Jin.
Mo Yeon kembali tersenyum, baiklah, ia mengerti. Lalu lampu menyala. Mo Yeon terus menatap Shi Jin membuat Shi Jin bertanya, apa Mo Yeon akan terus menatapnya seharian.
"Memangnya kenapa dengan tatapanku?"
"Tatapan yang membuatku jadi tersipu malu."
Mo Yeon bisa menebak pasti Shi Jin playboy. Pria yang lucu sepertimu, pasti disukai banyak wanita.
Shi Jin membanggakan diri. Jadi, Mo Yeon pasti tahu... hanya dia pria yang terbaik dan yang lainnya tidak berguna. Tapi, Mo Yeon malah masih saja selalu melihat bawahannya latihan tiap pagi.
"Itulah indahnya kehidupan."
"Apa ini balasan setelah aku menyelamatkanmu?"
Lalu Mo Yeon menyinggung masalah mobil, apa mereka tak harus menghubungi toko. Shi Jin menjelaskan kalau ia sudah menelfon dan akan menebus mobilnya besok.
Keesokan harinya, mobil sudah ada di darat, dibawa ke toko. Mo Yeon awalnya menyalahkan Shi Jin karena menjatuhkan mobil ke laut tapi kemudian ia sadar kalau Shi Jin sudah susah payah menyelamatkannya jadi ia berbalik minta maaf dan akan menebus mobilnya, ia akan minta maaf dan mengganti kerugiaannya.
"Percayalah pada Daniel. Tak ada barang yang tak bisa diperbaiki."
Bagian depan mobil copot tiba-tiba. Daniel lemas, ditambah pintu mobil juga ikutan copot.
"Oh.. Oh.." Mo Yeon semakin takut. Ia bersembunyi dibelakang Shi Jin.
Selesai masalah mobil. Daniel memberi Shi Jin walkie-talkie yang ia minta. Dan berkata kalau Shi Jin yang akan mengajari Mo Yeon menggunakannya.
Mo Yeon bertanya, kenapa butuh walkie-talkie. Shi Jin menjelaskan kalau walkie-talkie lebih berguna dibanding ponsel dan ia khawatir jika ponselmu itu tidak dapat sinyal seperti kemarin.
"Terimakasih, tapi berapa yang harus kami bayar?" tanya Mo Yeon.
"Untuk walkie-talkie?" balas Daniel.
"Bukan untuk mobilnya."
Daniel berkata kalau ia akan mencoba memperbaikinya dulu. Mo Yeon langsung semangat, Daniel beneran bisa memperbaikinya?
"Tapi, kondisi mobilnya tak akan seperti sebelumnya. Warnanya mungkin tak akan sama juga. Tapi, aku bisa memperbaikinya. Padahal kemarin aku mengisinya dengan bensin kualitas yang tinggi."
"Yang semangat. Karena mungkin walkie-talkie ini juga tak akan selamat, berikan salam perpisahanmu." Ujar Shi Jin.
Mo Yeon menatapnya, mau protes.
Shi Jin mengajari Mo Yeon menggunakan walkie-talkie. Saluran 7 untuk tim medis dan saluran 3 untuk tim Alpha. Lalu mereka mencobanya.
"Ini, aku, Big Boss, memanggil tim medis, over."
Mo Yeon bertanya, apa big Boss adalah "nick-name" Shi Jin. Tapi Shi Jin menyebutnya "Call-sign". Dan Mo Yeon bertanya apa "Call-sign".
Mo Yeon berpikir, Shi Jin menyarankan "Ippunie (Cantik)".
"Yang benar saja."
"Sedikit, sih."
"Jadi maksudmu, aku ini hanya sedikit cantik saja?"
"Ya, sedikit."
"Apa? Yang benar saja. Dasar."
Dan mereka ketawa-tawa. Seseorang mengetuk pintu, Myeong Joo yang ternyata sedari tadi sudah masuk dan memperhatikan mereka.
"Apa aku bisa mengganggu lovey-dovey kalian sebentar?" tanya Myeong Joo.
"Untuk apa kau ke sini? Bukannya kau ditugaskan di Taebaek?"
Myeong Joo menjawab kalau ia datang mau menikah dengan Shi Jin. Shi Jin menegurnya, kalau candaan Myeong Joo sudah kelewatan. Myeong Joo malah terus bercanda,"Apa candaanku itu membuatmu takut? WUA.."
Mo Yeon menekuk wajahnya.
Myeong Joo memberi laporan kalau mulai 20 Mei 2015 ia ditugaskan untuk bergabung dengan Medicube Mohuru. Dan mengakhiri laporannya dengan hormat.
"Seperti kau telah menyalahgunakan kekuasaanmu untuk bisa pindah ke sini." Kata Shi Jin
"Hidupku juga tidak mudah karena telah mengalami ketidakadilan." Balas Myeong Jooo.
Merasa dicuekin. Mo Yeon pamit dengan membawa kotak walkie-talkie.
Myeong Joo menghentikannya, setidaknya Mo Yeon harus menyapanya. Lalu ia menawarkan untuk mulai bekerja sama dan melupakan masa lalu. Myeong Joo mengulurkan tangannya.
Mo Yeon tersenyum dan mengangkat kotak walkie-talkie, ia beralasan kalau tangannya lagi sibuk dan ia juga tak mau melupakan masa lalu. Lalu ia keluar.
Shi Jin hanya tersenyum.
Shi Jin menanyai Myeong Joo, apa hubungan Myeong Joo dengan Mo Yeon. Myeong Joo balik bertanya, apa Shi Jin kebetulan bertemu Mo Yeon di sana ataukah hanya pura-pura kebetulan bertemu.
"Apa kau pikir, aku ini dirimu? Dan lagi kenapa kau memanggil Dr.Kang dengan namanya saja. Dia itu lebih tua darimu, dia adalah seniormu."
"Kau membela siapa sekarang?"
"Jangan mengalihkan pembicaraan, apa hubungan kalian?"
"Jangan menganggap pertemuan kalian ini adalah takdir, aku tak ingin dia menjadi kakak iparku. "
"Kakak ipar apanya? Bukankah kau ke sini untuk menikah denganku?"
"Kau benar juga. Terserah deh mau bilang apa."
Dan apa yang dilakukan Mo Yeon setelah keluar. Ternyata ia sedang nguping menggunakan stetoskopnya. Kemudian Chi Hoon melihatnya dan ia meniru apa yang dilakukan Mo Yeon.
"Apa pintunya sakit?"
Mo Yeon kaget, ia menyuruh Chi Hoon diam lalu menyeretnya pergi.
Shi Jin mendapat telfon dari komandan, menyuruhnya untuk menjaga Myeong Joo. Lalu Myeong Joo bertanya, kalau begitu Shi Jin akan memperlakukannya dengan baik. Tapi sebaliknya, Shi Jin ingin membuatnya menderita agar minta pulang.
Lalu Myeong Joo membahas soal pemajuan tanggal penarikan Shi Jin kembali ke Korea. Shi Jin mengangguk. Myeong Joo menganggap kalau ini adalah bentuk nepotisme ayahnya. Shi Jin mengoreksi kalau ini hanyalah bentuk kepedulian ayah Myeong Joo.
Myeong Joo melanjutkan kalau komandan pasti sangat menyukai menantunya ini. Myeong Joo merasa kalau Shi Jin bisa jadi menantu betulan ayahnya.
"Kau seharusnya lebih baik padaku. Jika bukan karena tugasku, kita pasti sudah dinikahkan."
"Apa kita memang harus menikah, ya?"
"Apa kau mengancamku? Maaf, aku tadi salah bicara."
Lalu Shi Jin menyarankan Myeong Joo untuk menelfon Dae Young. Myeong Joo sudah mencoba tapi Dae Young tak menjawab telfonnya.
Shi Jin yakin kalau Dae Young pasti akan menjawab telfonnya walaupun sebenarnya selama ini Dae Young duluan yang selalu menelfonnya. Lalu ia menghubungi Dae Young.
"Halo, Sersan Mayor Seo."
"Dia mengangkatnya?" tanya Myeong Joo penuh harap.
Tapi Shi Jin hanya acting karena Dae Young juga tidak mengangkat telfonnya. Lalu ia menyuruh Myeong Joo untuk kirim SMS saja. Wkwkwkwk.
Di Korea Dae Young bertugas untuk melatih para tentara dalam menembak. Dan ia berjalan dengan santai di depan para penembak. Padahal kayaknya pelurunya asli.
"Ada tiga perintah mutlak. Perintah mutlak serangan... yaitu, serangan untuk tetap maju. Mutlak perintah pertahanan... yaitu gerakan pantang mundur."
Lalu ia berdiri tepat di depan sasaran. Tentara yang bertugas menembak sasaran itu berhenti. Dae Young melanjutkan pelajarannya.
"Perintah mutlak stand-by... sisakan 3 peluru.."
Tentara itu lalu menembakkan tiga puluru dan peluru terakhir hampir saja mengenai lengan Dae Young, untung cuma melintas di bajunya, sampai bajunya robek.
Lalu ia mengumpulkan semua tentara untuk menyampaikan pelajaran terakhir untuk hari ini.
"Pada perintah mutlak stand by... jangan membuat gerakan apapun. Itu adalah perintah. Perintah adalah nyawa untuk tentara. Dan itu adalah kawajiban Pasukan Khusus."
Karena setelah itu ada seorang tentara yang menyampaikan pesan bahwa komandan mencari Dae Young.
Komandan bertanya, apa ada tentara yang mumpuni untuk masuk Tim Alpha. Dae Young akan membuat laporan setelah latihan selama seminggu.
"Kau adalah instruktur legendaris. Jadi, pilihlah pasukan yang bisa menjadi Ketua yang baik. Shi Jin telah membuat kesalahan dalam tugasnya. Dia akan ditarik dari misi luar negerinya. Aku akan memberinya posisi di Kementerian Pertahanan. Kau harus menyiapkan semuanya."
Dae Young mengerti.
Komandan melanjutkan bahwa Myeong Joo berpikir kalau ia telah menyalahgunakan kekuasaannya. Dan komandan minta pendapat Dae Young.
Dae Young menjawab kalau ia juga sependapat dengan Myeong Joo. Komandan mempersilahkan Dae Young untuk melakukan penyelidikan padanya lalu melaporkannya.
Tapi Dae Young tak akan bisa melakukannya karena ia telah kalah dalam "pertarungan" ini. Karena komandan memiliki "senjata yang tak mungkin ia lawan. Dan senjata itu adalah hati komandan. Komandan sangat peduli pada masa depan Myeong Joo dan tentu saja komandan tak menyetujui hubungannya dengan Myeong Joo.
"Itu sebabnya, saya akan setuju dengan Anda, Pak. Saya telah kalah dalam pertarungan ini. Saya kalah dalam pertarungan ini demi Letnan Yoon."
Dae Young berjalan di lorong dan ada beberapa kilas balik hubungan Myeong Ju-Dae Young di masa lalu.
Myeong Joo menarasikan surat yang ia tulis untuk Dae Young
Hatiku berkata, bahwa kau tidak akan pernah membaca suratku ini. Jika kau membaca surat ini, itu berarti kita berpisah lagi. Dan itu artinya, ayahku telah memerintahkanmu untuk pergi lagi. Maafkan aku. Aku memang wanita yang selalu merepotkan pria. Tapi, aku akan selalu duduk di sini dan bertanya, bagaimana kabarmu?. Tapi, kau tak akan bisa menjawab pertanyaanku itu. Jarak kita mungkin sangat jauh sekarang.
Myeong Joo menelfon Dae Young tapi Dae Young hanya menatap layar ponselnya. Lalu membiarkannya saja.
Maaf... Karena aku tidak bisa melepaskanmu meskipun aku tahu apa yang menghalangi kita. Maaf, karena aku masih ingin memelukmu dengan sepenuh hati. Tapi, aku masih menyesal... tak menggenggam tanganmu erat... dan tak memelukmu dengan erat. Maaf... karena aku masih mencintaimu. Aku berharap kau tak tidak akan membaca surat ini. Karena itu artinya, kita akan bersama-sama di Urk. Jadi, bagaimana ya nantinya? Apa kita bisa bertemu? Atau... kita akan berpisah lagi?
Myeong Joo mengakhiri telfonnya karena tak ada jawaban. Chi Hoon memanggilnya. Chi Hoon menyapa Myeong Joo, karena ia tahu kalau Myeong Joo adalah dokter tentara. Myeong Joo mengira kalau Chi Hoon masih magang ternyata Chi Hoon sudah lulus.
Chi Hoon penasaran sesuatu, ia akan wamil sebentar lagi dan ia bertanya, apa dokter tentara juga bisa memegang senjata?
Myeong Joo menjawab kalau dokter angkatan darat juga tentara. Chi Hoon mengerti, tapi ia masih punya pertanyaan. Bagaimana kalau terjadi perang? Apa juga diijinkan untuk menyelamatkan musuh?
"Dokter angkatan darat adalah dokter juga."
"Waw.. Keren sekali."
"Apa kau sedang merayuku?"
"Apa? Kau salah paham. Aku hanya berpikir bahwa pekerjaanmu itu sangat keren. Dan juga... kau tak begitu cantik."
"Kau bilang aku tak cantik?" Myeong Joo tak percaya.
Lalu Mo Yeon datang menyela,," Wah~ hebat sekali. Matamu itu sangat jeli, Chi Hoon. Aku mencintaimu. Kita harus rapat."
Dan Mo Yeon menepuk pantat Chi Hoon. Myeong Joo berkomentar kalau pegawai Haesung memang aneh-aneh. Dan ia bertanya, untuk apa medicube itu?
"Apa kau sedang bertanya ataukah mau mengajak berkelahi?" Tanya Mo Yeon
"Aku hanya bertanya, kok. Karena kau hanya di sini selama 15 hari, tapi kalian malah membawa semua peralatan medis kalian hanya untuk bisa sok-sok berfoto saat memeriksa pasien. Apa ini yang namanya kotak makan siang yang mewah itu?"
"Terima kasih telah menyebut kami mewah, tapi..."
"Aku menyebutmu, "Kotak makan siang"."
"Itu namanya.. Medicube, yang merupakan perlengkapan lapangan medis terbaik. Alasan kenapa kami membawanya hanya demi 15 hari di sini adalah kami ingin menyumbangkannya pada PBB setelah kami pulang. Apa itu mengganggumu, Nn. Yoon?"
Myeong Joo membalik pertanyaan Mo Yeon, apa itu pertanyaan ataukah ajakan perkelahian?,"Terserahlah, aku sibuk."
Lalu ia pergi.
Mo Yeon kesal sampai kelepasan menyebut Myeong Joo wanita picik. Chi Hoon menyuruhnya memelankan suara karena Myeong Joo bisa dengar. Tapi Mo Yeon malah senang kalau Myeong Ju bisa dengar,"Lihat? Dia pura-pura tidak mendengarku. Aku menang. Ayo kembali."
Chi Hoon bertanya, apa dasar Mo Yeon menyebut dirinya menang?
Tim medis rapat untuk giliran bertugas dan Dr. Sang Hyun bertugas malam ini, tapi ia minta digantikan, sayangnya tak ada yang bersedia. Dan Dr. Sang Hyun ternyata hanya bercanda.
Rapat selesai, Mo Yeon membuka sesi pertanyaan. Min Ji bertanya, kenapa rapatnya di tempat itu (kayaknya ruang makan tentara) bukan di medicube. Mo Yeon menunjuk ke langit-langit, disana ada kipas.
"Apa ada orang yang bisa meletakkan itu di Medicube?"
"Tidak ada." Jawab semuanya serentak dan alasannya pun terkuak.
Walkie-talkie Mo Yeon berbunyi, dan ia benar-benar menggunakan "call-sign" Ippunie. Dia bertanya pada Mo Yeon apa menu makan malam hari ini. Mo Yeon menjawab kalau ia akan mengeceknya dan akan memberitahu orang itu nanti.
"Aku yang akan memberitahu menunya, tapi "Ippunie"?" Kata Shi Jin dari belakang. Mo Yeon refleks menjatuhkan walkie-talkienya. "Mari kita bicara sebentar, over."
Lalu semua tim medis berberes-beres dan segera keluar meninggalkan Mo Yeon dan Shi Jin.
Mo Yeon berbalik menatap Shi Jin, mau bicara apa? Apa Shi Jin diijinkan bicara dengannya?
"Kenapa memangnya?"
"Karena sepertinya tunanganmu akan marah."
Mo Yeon lalu pergi. Shi Jin belum selesai tapi Mo Yeon tak mau dengar apa-apa.
Dr. Sang Hyun bertugas bersama Ja Ae. Dr. Sang Hyun bertanya, apa Ja Ae tidak berpikir kalau Shi Jin dan Mo Yeon punya suatu hubungan . Ja Ae balik bertanya, hubungan seperti apa?
"Em, seperti hubungan yang sedang kita jalani."
"Hubungan kita apa? Penyesalan?"
Dr. Sang Hyun kesal, penyesalan?. Lalu ia mengacak-acak semuanya dan meninggalkan Ja Ae, menyuruhnya untuk bekerja sendiri. kekanakan sekali.
Daniel mencoba memperbaiki mobilnya. Ri Hwa mengatakan kalau Daniel pasti tidak akan bisa mengendarai mobil itu lagi. Tapi Daniel tak bisa menyerah sebelum mesinnya mati total karena itulah tugas dokter mesin.
Ri Hwa memperhatikan Daniel, jika Daniel seperti ini jadi terlihat seperti pemilik toko hardware sungguhan.
"Aku memang pemilik toko hardware-nya."
"Tapi kau jauh lebih seksi saat memegang pisau bedah dari pada alat bengkel itu, Daniel."
Daniel berbalik, ia mengatakan kalau hanya orang asia yang menyebut kalau dokter yang melakukan operasi itu seksi. Orang barat lebih suka dengan pria yang memegang alat bengkel.
Daniel lalu masuk mobil dan mobilnya bisa menyala. Yey.. lalu ia minta Ri Hwa membawakan pintunya.
Shi Jin mulai mengemasi bajunya. Shi Jin mendengar tim medis bermain-main dengan walkie-talkie.
Chi Hoon dan Dr. Sang Hyun bermain menggunakan walkie-talkie seakan sedang perang. Chi Hoon butuh obat penghilang rasa sakit. Dr. Sang Hyun pura-pura kesulitan membawa obat itu karena ada banyak musuh. Chi Hoon pura-pura akan menunggu lebih lama walupun ia sangat kesakitan. Dan akhirnya Dr. Sang Hyun sampai.
Dr. Sang Hyun lalu memberikan obat itu pada Chi Hoon. Ja Ae muncul dari belakang, ia menepuk pundak Dr. Sang Hyun. Dr. Sang Hyun pura-pura ketembak dan acting kesakitan gitu.
Ja Ae mengeluarkan walkie-talkinya,"Clear."
Pencinta Ayam (call sing Dr. Sang Hyun) memanggil Ippunie, membutuhkan bala bantuan.
Saat berberes-beres, Shi Jin menemukan batu yang ia ambil di pantai.
Ippunie menjawab," Baiklah, over."
Lalu Mo Yeon melanjutkan kalau ia adalah penyanyi, Ippunie, yang baru saja menyelesaikan tur Asia Tenggara. Lalu ia menyanyi lagu patriotisme.
~Di bawah langit biru. Pegunungan sejuk dan sungai yang bergemuruh. Matahari terbit sekali lagi. Di tanah kemakmuran. Kau dan aku telah dikorbankan.Demi kelangsungan bangsa kita. Ini adalah sebuah perjalanan. Demi kebebasan dan perdamaian. Kita akan dengan ikhlas. Melepaskan masa muda kita. Kita akan mengabdikan hidup kita~
Shi Jin mendengarkannya lagu Mo Yeon dengan hikmat.
Shi Jin mengawasi anak buahnya yang sedang menyisir lokasi untuk mencari bahan peledak.
Saat makan bersama antara tim medis dan tentara. Mo Yeon datang belakangan. Gi Beom sudah menyiapkan kursi khusus untuknya.
Disana ada cake. Mo Yeon tanya untuk apa. Min Ji menjawab kalau cake itu untuk pesta perpisahan.
"Perpisahan untuk siapa?" tanya Mo Yeon.
"Untuk kapten kami." Jawab Sersan Choi.
"Kapten? Maksudmu, Kapten Yoo?"
Sersan Choi membenarkan. Karena jangka bertugas Shi Jin sudah selesai maka dia akan dipulangkan besok. Mo Yeon speechless.
Malamnya, ia mondar-mandir kesal, karena Shi Jin tak mengatakan apa-apa padanya. Lalu ia duduk dan mengutak-atik walkie-talkienya. Ia memasang saluran 3 (untuk Tim Alpha).
Ia mendengarkan laporan Tim Alpha. lalu ia bicara ke walkie-talkienya,"Shi Jin-Ssi kau sebenarnya pria macam apa sih? Bagaimana kau bisa... kenapa kau tak pernah memberitahuku?"
Lalu Mo Yeon mendengar suara Shi Jin, ia kaget dan menjatuhkan walkie-talkienya. Shi Jin meminta siapapun yang melihat Mo Yeon memberitahunya dimana Mo Yeon sekarang.
"Aku disini, kenapa?"
"Dr. Kang? Kenapa kau mendengarkan saluran tim militer? Apa kau seorang mata-mata? Kita harus bertemu. "Disini" itu dimana?"
Mo Yeon malu. Tapi akhirnya mereka bertemu.
Shi Jin menyampaikan kalau ia akan pulang besok, tapi sepertinya Mo Yeon sudah tahu. Mo Yeon membenarkan, dan ia adalah orang terakhir yang tahu mengenai kepulangan Shi Jin. Shi Jin sebenarnya ingin memberitahu Mo Yeon kemarin Sore tapi Mo Yeon malah lari.
"Kau ingat?" tanya Shi Jin.
"Kau harusnya mengejarku. Jika kau memang bisa menyelamatkan Prajurit Ryan, kau pasti bisa mengerjarku."
Shi Jin juga tak tahu kenapa, tapi melihat Mo Yeon marah begitu, sedikit memberi mereka keuntungan. Mo Yeon menyalahkan pemikiran Shi Jin Itu.
"Apa pikiranmu masih belum jernih?"
Mo Yeon diam saja. Artinya benar. Lalu Shi Jin minta ijin untuk mengajukan pertanyaan karena mungkin ini kesempatan terakhir mereka untuk bertemu seperti ini.
"Ini tentang ciuman itu."
"Tak perlu membahasnya lagi..."
"Lalu, aku harus bagaimana? Haruskah aku minta maaf... Atau mengakui perasaanku padamu?"
***

Drama Korea Descendants of The SunWhere stories live. Discover now