Chapter 17

134 9 1
                                    

Hari ini adalah hari terakhir kami berkemah di sini. Namun, perkemahan ini tak sesenang yang kukira, dan tak selancar yang diharapkan. Sempat terlintas di pikiranku, jika perkemahan ini tidak ada, atau jika Bri tidak ada, Greyson tidak akan berubah. Kata-kata yang sangat membuat hatiku pecah menjadi serpihan-serpihan kecil tidak akan keluar dari mulut Greyson. Tapi, semuanya terjadi karena sebuah alasan. Aku tak sabar untuk mengetahui apa yang menjadi alasan hal ini terjadi.

Setelah merapikan barang-barang dan tenda, kami pun berpamitan. Aku berpelukan erat dengan Kendyl, Kahlia, dan Brianna. Semua orang dijemput dengan orangtua masing-masing, kecuali James. Ia dijemput dengan pacarnya, Alexandra. Aku juga berpamitan dengannya dan Hunter. Hari ini, aku tidak banyak berbicara, masih mengenang kejadian kemarin.

"Bye Winter, Greyson!" seru mereka. Mereka pun satu per satu pergi. Aku dan Greyson hanya berdua di sini, menunggu ibu untuk menjemput, yang merupakan hal yang paling menyebalkan di dunia, ditinggalkan sendirian dengan orang yang kini kubenci.

Kini tinggal aku dengannya, berdiri, tanpa mengeluarkan suara apapun. Hanya burung yang bercicit dan senandung hempasan angin. Ia bersandar pada sebuah pohon sambil mengotak-atik ponselnya. Aku berjalan menuju danau dan memainkan air di tepiannya, memecahkan kedamaian ikan-ikan di sana. Sesekali angin berhembus kencang menerbangkan dedaunan di sekitarku.

'Uh, Greyson. Mengapa kau menjadi seperti ini? Kau merupakan kakak terbaikku dulu,'

pikirku.

Aku mengeluarkan Fluffy dari tasku dan mencium aroma melonnya yang semakin hari semakin pudar. "Hey Fluffy, setidaknya ada kau yang menemaniku," bisikku kepadanya, seolah-olah dia mendengarkan. Aku memeluknya erat dan tiba-tiba air mataku menetes perlahan dari pelupuk mataku. Mengapa seketika hidupku menjadi menyedihkan? Setelah ayah yang selama ini berhati dingin, Kendyl akan pergi jauh dari sini, lalu sikap Greyson yang berubah drastis.

"Ekhm," deham seseorang. Aku mengunci mulutku sepenuhnya. Aku tidak peduli lagi. Aku tahu bahwa Greyson baru saja duduk di sebelahku, dan kini wajahnya menghadapku.

"Winter, aku sungguh menyesal. Kau adik terbaik yang pernah kumiliki," ujarnya.

Nampaknya ia sedang berusaha untuk meminta maaf, namun kata-kata tersebut tak sama sekali dapat mengobati hatiku yang terluka.

"Winter, apakah kau masih menganggapku kakakmu? Winter kumohon jawab aku Winter. Aku... aku sangat menyayangimu. Aku tak bermaksud mengatakan hal itu, itu sama sekali tidak benar. Winter, I am so sorry."

Aku tetap mengunci mulutku.

"Soal Bri," lanjutnya.

"Lupakan saja Bri, Winter. Walaupun aku dan dia dekat, aku janji tidak akan memberikan perhatianku kepadanya lebih dibanding perhatianku untukmu."

Aku berdiri dan berpindah tempat menjauhi Greyson. Aku mendekati sebuah semak sambil melemparkan kerikil satu persatu ke tengah danau. Aku tak tahu apa suasana hatiku saat ini. Semacam ingin memaafkannya, semacam tidak juga. Ah entahlah.

Ketika aku sedang melamun, tiba-tiba aku merasakan rintik hujan mengenai kepalaku. Semakin lama rintik itu semakin banyak dan semakin deras. Aku tidak peduli. Aku sedang menikmati lamunanku.

"Oh tidak, Winter!" teriak Greyson. Aku melihatnya sekilas kemudian melanjutkan aktivitasku. Ia segera berlari ke arahku dan membuka jaket jeans lengan panjangnya, meninggalkan kaus putih polosnya terekspos dan menaruhnya di atas kepalaku dan kepalanya. Kini kami berdua berada di bawah jaketnya.

"Winter, bicaralah, satu kata saja. Aku minta maaf, Winter. Aku sungguh menyesal. Winter-"

Tintin!!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 08, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dear, Brother.. [Greyson Chance Story]Where stories live. Discover now