Chapter 9

128K 7.6K 338
                                    

Chapter 9

Weekend berlalu begitu cepat, rasanya baru kemarin Alvan bisa tidur lagi setelah shalat subuh, sekarang Alvan harus sudah mandi pagi-pagi sekali dengan mata masih mengantuk.

Alvan sampai di sekolah lebih pagi dari biasanya, saat Alvan sampai bahkan masih ada beberapa kelas yang belum kedatangan penghuninya. Namun meskipun begitu, Alvan tetap tidak menjadi yang terpagi datang di kelasnya, karena rupanya sudah ada penghuni kelas Alvan yang datang jauh lebih pagi daripada dia.

Dan orang itu kini tengah duduk di bangku yang berada persis di sebelah bangku milik Alvan.

"Fadhil?"

Alvan berlari menghampiri sosok itu begitu sadar kalau orang itu memanglah Fadhil. Akhirnya Fadhil masuk sekolah lagi, yang artinya Alvan tidak lagi duduk sendirian dan mati bosan jika sedang jam kosong.

Hampir saja Alvan memeluk sahabatnya itu kalau saja Fadhil tidak langsung menempeleng kepala Alvan. "Please Van, gua masih normal."

Alvan terbahak sambil memukul keras bahu Fadhil membuat cowok itu meringis kecil. "Anjrit lo ya, gua kangen bego sama lo!"

Fadhil memutar matanya. "We've met last Friday, Van."

Alvan mencibir sambil melompati kursi Fadhil setelah menyuruh cowok itu sedikit memajukan tubuhnya agar Alvan bisa lewat karena posisi kursinya yang ada di pojok.

"Lo gak tau Dhil rasanya jadi jomblo selama seminggu di kelas baru!"

"Iya emang gak tau, gue taunya bosen jadi jomblo setelah diputusin Ify."

Alvan melotot dan hampir saja memukul kepala Fadhil kalau tidak ingat temannya itu baru saja sembuh dari sakit. Atas rasa kemanusiaan dan persahabatan, Alvan mengganti aksi pembalasannya dengan menyentuh tengkuk Fadhil yang selalu berhasil membuat cowok berwajah manis itu menggelinjang kegelian.

"Van! Elaaah, jangan mainan tengkuk anjir!"

Alvan mengedipkan matanya genit menggoda Fadhil. "Terus maunya mainan apa dong, bang? Bibir?"

"Wey anjir, pagi-pagi udah maen-maenan bibir aja lu berdua!"

Teriakan Nino yang muncul dari pintu membuat Fadhil dan Alvan menoleh ke arahnya secara bersamaan.

"No, sehat lu?" tanya Alvan saat melihat penampilan Nino terlihat lain daripada biasanya.

Nino memang hanya mengenakan kacamata model hipster, namun aura dan wajahnya langsung terlihat berbeda. Alvan yakin adik-adik kelas yang ngefans pada Nino akan berjerit kegirangan melihat penampilan baru cowok itu.

"Kenapa? Ganteng ye gue?" tanya Nino sambil menyentuh kacamata barunya.

Alvan berdecih. "Kacamata boongan kan itu? Kagak ada minusnya?"

Bukannya berjalan ke kelasnya, Nino justru menghampiri Alvan dan Fadhil--masih lengkap dengan ranselnya. Disentuhnya sekali lagi kacamata baru yang bertengger di hidungnya itu. "Gue diseret Teh Anggi ke optik gara-gara waktu kemaren jalan ke mall sama dia terus salah liat papan penunjuk arah parkir," jelas Nino sambil duduk di kursi kosong di hadapan Alvan dan Fadhil.

"Oh jadi minus beneran mata lo?" Tanya Alvan.

Nino memasang wajah merana. "Iye anjir. Sedih gua pas tau, minus 3,75 yang sebelah kiri. Pantes aja anjir gua kayak orang buta makin hari ngeliat muka orang burem!"

"Ya iyalah, kerjaan lo melototin layar komputer mulu tiap hari buat main games. Belum lagi lo juga sering baca manga online di hp sambil tiduran," sungut Alvan. Padahal dia sendiri juga kerjaannya tidak beda jauh dengan Nino, hanya saja Alvan jauh lebih beruntung karena matanya masih baik-baik saja.

SomeWhere stories live. Discover now