Chapter 29

91.7K 5.6K 350
                                    


Teman-teman Alvan yang diundang ke acara syukuran itu memang hanya sebatas teman-teman yang pernah sekelas dengannya di Bakti Siswa dari kelas sepuluh sampai dua belas. Itu pun banyak dari mereka yang tidak bisa hadir karena sedang liburan atau sudah berada di luar kota untuk meneruskan kuliahnya.

Para tamu sudah pulang, tetapi empat sahabat Alvan beserta Tara memilih untuk tetap di sana. Katanya sih keempat sahabat Alvan itu ingin menginap dan membantu Alvan packing. Padahal Alvan sudah selesai packing sejak kemarin dan itu hanyalah alasan mereka untuk menghabiskan waktu bersama lebih lama lagi bersama Alvan sebelum berpisah.

Iya, meskipun sebenarnya yang akan pergi kuliah merantau bukan hanya Alvan, melainkan Putra yang akan melanjutkan kuliah di Malang, Nino di Bandung dan menyisakan Haryo dan Fadhil di Jakarta, tetap saja Alvan yang merantau paling jauh. Malang dan Bandung bisa ditempuh hanya beberapa jam saja, tetapi berbeda dengan Amerika yang bahkan sudah beda benua.

Tara sendiri memang diminta Alvan untuk berada selama mungkin di rumahnya, bahkan Alvan beberapa kali meminta gadis itu untuk menginap saja, toh di rumahnya ada banyak orang maka tidak akan menimbulkan fitnah, tetapi sayangnya Tara menolak dengan alasan, Alvan butuh waktu bersama para sahabatnya.

"No, busetdeh itu 'kan jatahnya orang, wey!" komentar Putra saat melihat Nino mengambil beberapa tusuk sate dari piring Tara. Yang diambil satenya sih diam saja, lagipula dia juga tidak begitu lapar malam itu untuk menghabiskan sepuluh tusuk sate beserta lontongnya. Daripada mubazir, tidak ada salahnya dia berbagi.

"Bacot! Bilang aja lo mau juga 'kan, Tra? No, no, no...ini jatah gue!" kata Nino sambil mengibaskan tusuk sate yang sudah bersih dari daging.

Putra mendengus dan siap membalas sebelum Haryo menyela, "YANG TENANG TOH KALO MAKAN! Kata Yangti..."

"Gak boleh makan sambil ngomong. Iya kang mas Haryo, iya, tapi kita gak makan sambil ngomong kok, kita Cuma ngomong sambil makan. Jadi gak apa-apa 'kan?" putus Nino membuat Haryo diam mencerna.

"Oh, iya sih, Yangti bilangnya gak boleh makan sambil ngomong bukan ngomong sambil makan..."

"Nah iya, jadi boleh." Putus Nino yang langsung diikuti anggukan Putra di sebelahnya. Wajah mereka benar-benar serius seolah pembicaraan ini memang pembicaraan normal.

Haryo mengernyit sambil menyantap satenya. "Lah tapi bukannya sama aja toh?" pekiknya. Sadar kalau dia baru saja dibodohi Nino. Lalu yang terjadi selanjutnya Haryo, Nino dan Putra beradu argumen soal 'ngomong sambil makan dan makan sambil ngomong' yang tidak kunjung selesai.

"Pfft," Tara berusaha menahan tawanya ketika melihat kelakuan absurd sahabat-sahabat pacarnya itu yang memang selalu berhasil menghiburnya.

Sedangkan Alvan dan Fadhil hanya geleng-geleng kepala maklum. Mereka sudah biasa melihat hal tersebut.

Ohiya, mereka berenam sedang berada di tukang sate madura yang tidak jauh dari komplek rumah Alvan untuk makan malam. Penjual sate madura itu memasang meja-meja panjang di sebuah halaman kosong, jadi mereka yang makan di sana menikmati sate ditemani semilir angin malam yang sejuk.

"Jadwal masuk kuliah di Indonesia sama di sana hampir sama, ya?" tanya Fadhil membuka topik di antara mereka bertiga, mengabaikan Nino, Haryo dan Putra yang masih asik berdebat soal nonsense.

Alvan menusuk lontongnya dengan tusukan sate lalu melahapnya. "Gak beda jauh kayaknya."

Sebenarnya Alvan tidak ingin membahas perihal kepergiannya sama sekali saat ini, dia hanya ingin menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabatnya serta Tara. Tetapi biar bagaimana pun, Alvan harus menghadapi kenyataan bahwa dia akan berangkat tiga hari lagi. Meninggalkan semua yang ada di Indonesia. Keluarganya, sahabat-sahabatnya dan juga pacarnya.

SomeWhere stories live. Discover now