Another Chance

9.4K 398 0
                                    

Skylar membuka matanya perlahan-lahan. Bau obat-obatan masuk ke dalam indera penciumannya. Cahaya lampu yang ada diatasnya juga ikut menyilaukan kedua matanya yang baru terbuka sedikit-sedikit.

Skylar memandang sekelilingnya, meng-scan seisi ruangan. Lalu tersadar bahwa dirinya berada di dalam ruangan yang serba berwarna putih, atau lebih tepatnya kamar rumah sakit. Sebuah pertanyaan spontan muncul di benaknya, kenapa dia bisa ada di sini?

Samar-samar, gadis itu mendengar suara orang yang sedang mengobrol dari luar pintu ruangan, "Dia baik-baik saja, hanya mengalami trauma terhadap ruangan gelap."

"Baik, terima kasih, Dok." balas orang lainnya yang masih bisa Skylar dengar.

Tidak lama setelah itu, pintu ruangan itu terbuka. Gadis itu mengarahkan pandangannya ke arah pintu yang memunculkan sosok lelaki tinggi dengan seragam sekolahnya. Lelaki itu sempat terkejut melihat Skylar sudah sadar.

"Udah bangun? Ada yang sakit ga?" tanya Gavin dengan nada khawatir sambil berjalan mendekati Skylar.

"Gak ada." Skylar menggelengkan kepalanya. "Kok gue bisa di sini?" lanjut gadis itu.

"Tadi gue nemuin lo di perpus. Awalnya gue mau ngambil buku yang ketinggalan di sana, eh pas di depan pintu, gue nemuin kunci. Gue pikir itu kunci perpus, jadi gue coba buka dan ternyata bener. Nah di situ gue nemuin lo pingsan, jadi gue bawa ke sini." jelas lelaki itu.

"Oh, makasih."

Keheningan menyelimuti mereka berdua. Skylar tidak tahu harus berbicara apa lagi, jadi dia hanya memilih untuk diam.

"Sky," panggilan Garvin memecahkan keheningan diantara keduanya. "Gue kangen lo yang dulu." lanjutnya.

"Maksud lo?" Skylar menatap bingung ke arah lelaki itu.

"Gue kangen lo yang dulu. Lo yang ceria. Lo yang gak cuek. Lo yang kalo sekalinya bicara bisa sampai tujuh hari tujuh malam. Lo yang sering curhat ke gue. Dan gue kangen banget sama sahabat gue yang dulu, yang juga jadi cinta pertama gue."

DEG! Hati Skylar bagaikan tertusuk ribuan duri. Satu kata, sakit, itulah yang ia rasakan sekarang. Luka yang sudah lama ia tutup rapat-rapat selama hampir dua tahun belakangan ini, kini terbuka kembali hanya karena mendengar kalimat terakhir dari mulut Gavin.

Semua kenangan yang sudah ia lupakan, kini terngiang kembali di kepalanya. Bayang-bayang itu kembali menghantui pikirannya. Dan perlahan-lahan menyayat hatinya yang rapuh. Kekecewaan itu kembali menyapanya. Kekecewaan terhadap orang yang sekarang berdiri di depannya.

Mata Skylar mulai memanas. Air mata yang sudah ia tahan di pelupuk matanya sejak tadi mulai keluar dari matanya, membasahi pipinya. Tiba-tiba, tangan Gavin mengusap air mata itu.

Gavin.

Satu nama yang Skylar benci. Ia benci Gavin karena lelaki itu tiba-tiba menghilang ketika ia membutuhkannya. Tapi jauh dalam lubuk hatinya, sebenarnya perasaan sayang pada lelaki itu masih ada. Perasaan rindu terhadap lelaki di hadapannya itu kembali hadir.

"Kenapa lo buat gue rasain sakit itu lagi? Kenapa lo ngingetin gue lagi tentang kenangan itu? DAN KENAPA LO KEMBALI LAGI KE HIDUP GUE DI SAAT GUE UDAH TERBIASA TANPA LO?!" bentak Skylar dengan nada penuh kekecewaan.

Ia kecewa terhadap Gavin, lelaki yang dulu pernah menjadi sahabatnya. Lelaki yang dulu dengan senang hati akan mendengar segala keluh kesahnya. Lelaki yang dulu selalu melindunginya jika ada orang yang mengganggunya.

"Karena gue pengen kita kayak dulu lagi. Ketawa bareng, seneng bareng, susah bareng. Gue pengen kita jadi sahabat lagi kayak dulu."

"Kita gak bakal bisa kembali kayak dulu lagi!"

"Bisa! Kalau kita mau usaha perbaikin hubungan kita. Dan gue mau berusaha untuk mengembalikan sifat lo yang dulu. Mengembalikan sahabat gue yang dulu. Gue akan berusaha untuk itu. Gue hanya perlu satu kesempatan untuk memperbaiki semuanya."

Skylar terdiam. Di satu sisi dia ingin mempercayai lelaki ini lagi, tetapi di satu sisi dia terlalu sakit untuk memaafkan Gavin.

"Oke, gue bakal kasi lo satu kesempatan terakhir. Kalau lo kecewain gue lagi, gue gak bakal pernah mau liat muka lo lagi!"

"Gue janji, kali ini gue gak bakal nyia-nyiain kesempatan itu."

"Gue gak butuh kata-kata lo, gue butuh bukti."

***

Ketua OSISWhere stories live. Discover now