An Accident

5.7K 207 0
                                    

Bulan bersinar di langit yang gelap. Cahayanya menerangi bumi yang gelap. Kadang Skylar cemburu dengan bulan, karena dia dibutuhkan oleh banyak orang di bumi agar bumi tidak gelap. Sedangkan dirinya, tidak banyak orang yang membutuhkannya. Bahkan, mungkin tidak ada. Skylar juga cemburu dengan bulan, karena setiap malam, dia ditemani oleh bintang-bintang di langit, sehingga bulan tidak kesepian. Sedangkan dirinya, teman-temannya tidak tahu ke mana. Sekarang ia tidak punya teman di sekolah. Yang Skylar punya di sekolah hanya orang-orang yang mengasihaninya atas menghilangnya Alicia dan Bella. Banyak dari mereka mengatakan kalau Alicia dan Bella sudah pindah sekolah. Tapi Skylar tidak mau berfikiran negatif dulu sebelum ia mengetahui kebenarannya.

"Ngelamunin apa? Gak baik loh ngelamun." ucap Gavin yang langsung duduk di bangku samping Skylar.

Skylar masih berada di halaman belakang rumah Gavin. Sekarang hanya ada mereka berdua, karena tadi Emily ingin naik ke kamarnya yang berada di lantai dua.

"Siapa bilang gue ngelamun?" tanya Skylar balik.

"Okei okei, gue ngalah. Gue lagi gak mau bertengkar sama lo." ucap Gavin.

"Jadi kemarin-kemarin lo emang niat ya, mancing emosi gue?!" tanya Skylar kesal pada Gavin.

"Jawab aja sendiri." jawabnya yang membuat gadis itu tambah kesal.

"Ih... Lo nyebelin banget sih! Katanya lagi gak mau bertengkar, kenapa jadi lo yang mancing emosi gue?!" ucap Skylar dengan kesal.

"Gue dari tadi santai-santai aja. Lo aja kali yang terlalu gampang kebawa emosi." ucap Gavin dengan santai yang membuat Skylar bertambah kesal.

"Ih... Lo nyebelin banget sih..." ucap Skylar sambil memukul-mukul lengan lelaki itu. Skylar memukulnya tidak terlalu kuat, tapi mampu membuat orang yang ia pukul merasa risih. Skylar terus saja memukul Gavin meskipun lelaki itu sudah mengadu kesakitan beberapa kali. Kali ini Skylar butuh pelampiasan. Salah dia sendiri kenapa memancing emosi gadis ini tadi.

"Aduh! Aduh! Kalau lo gak mau ber... Auw! Berhenti, gue bakal gelitikin lo. Aduh!" ucap Gavin disela-sela pukulan Skylar.

"Salah lo sendiri!" ucap Skylar masih memukulinya.

"Oke, siapa takut?!" tantang Gavin lalu berdiri dan mencoba untuk menggelitik perut Skylar.

Skylar mulai merasa geli saat lelaki itu menggelitikinya. Skylar sudah lelah tertawa, tapi tangan Gavin yang masih menggelitiki perutnya memaksa gadis itu untuk tertawa. Skylar berusaha kabur dari Gavin, setidaknya untuk mengistirahatkan dirinya yang lelah tertawa. Dan ia berhasil. Skylar berhasil kabur dari jangkauan Gavin. Gdis itu berlari sekencang mungkin, berusaha untuk menjauh dari Gavin.

"Hei! Mau kemana?" tanya Gavin sambil menatapnya yang sedang berlari menjauh dan mulai berlari mengejar gadis itu.

Skylar menjulurkan lidahnya karena Gavin tidak bisa mengejarnya. Sampai ia tidak sadar kalau dia menginjak genangan air. Skylar merasa saat itu juga ia akan terpeleset dan jatuh, sehingga ia pun menutup matanya. Untuk sesaat Skylar merasa ada tangan yang melingkar di pinggangnya saat ia merasa tubuhmya akan jatuh ke belakang. Skylar mencoba untuk membuka matanya. Dan detik itu juga, ia dapat melihat sepasang mata sedang menatapnya dengan sangat dalam dan sulit untuk diartikan.

Untuk beberapa saat, mereka hanya saling menatap satu sama lain. Skylar tidak bisa mengartikan arti dari tatapan matanya. Yang ia tahu, Gavin menatapnya dengan sangat dalam.

"Kalian ngapain bedua di situ?!" teriak Emily yang muncul dari pintu halaman belakang.

Skylar dan Gavin langsung menoleh ke arah Emily dan melihat orangtua mereka sedang memperhatikan mereka karena suara Emily tadi. Gavin langsung membantu Skylar berdiri. Gadis itu merasa wajahnya memanas.

"Hayo... ngaku kalian. Ngapain berdua-duaan di situ? Jangan-jangan kalian macem-macem lagi?" goda Emily.

"Apaan sih?! Kita gak ngapa-ngapain, kok." ucap Skylar membela diri.

"Oh ya? Yakin gak ngapa-ngapain? Kita udah berdiri di sini dari tadi loh." ucap Emily.

"Emang kita gak ngapa-ngapain, kok. Nih ya, kata Mama, kita harus menolong orang. Aku juga tadi cuma nolong Skylar kok. Dia kan kepeleset tadi. Seharusnya, yang pantas buat disalahin adalah genangan air ini." ucap Gavin membela dirinya.

"Yaudah, Emily. Mungkin nanti kalau mereka udah gak malu lagi, mereka akan menceritakannya." ucap ibu Gavin.

Skylar yang bingung dengan apa yang dimaksud oleh ibu Gavin hanya menatap Gavin seolah-olah bertanya apa-maksudnya.

***

Skylar berjalan sendiri di koridor yang tidak terlalu ramai oleh siswa siswi SMA Trinity.

"Jangan lupa dateng rapat pulang sekolah." ucap Gavin saat lelaki itu tiba-tiba menyamakan langkah kakinya dengan Skylar.

"Hm." jawab Skylar dengan singkat.

"Mau ke mana?" tanya Gavin.

"Penting ya?" tanya Skylar balik.

Sebenarnya gadis itu ingin berjalan menuju taman sekolah. Ia ingin membaca novel baru yang dibeli kemarin. Setiap Skylar membaca sebuah novel, ia paling tidak suka ketika diganggu. Oleh sebab itu ia suka membaca novel di tempat yang tenang, tidak ribut.

"Ya, penting lah." jawab Gavin.

"Sejak kapan urusan gue jadi penting di mata lo?" tanya Skylar, masih terus melangkahkan kakinya.

"Sejak lo jadi wakil gue. Itu artinya gue harus tau lo ada di mana, apalagi kalau gue lagi butuh bantuan lo." jawab Gavin dengan santai. Skylar hanya memutar bola matanya mendengar ucapan lelaki iti. Setelah itu, tidak terjadi percakapan lagi diantara mereka.

Begitu Skylar sudah sampai di taman dengan Gavin yang masih mengikutinya, ia langsung menduduki bangku kosong yang ada di situ dan langsung membuka novelnya.

"Gue boleh nanya, gak?" tanya Gavin yang entah sejak kapan sudah duduk di samping gadis itu.

"Hm." jawab Skylar yang menandakan 'iya'.

"Sejak kapan lo suka main basket? Karena setahu gue, waktu kecil lo paling gak mau kalau ikut main yang bikin capek." tanya Gavin.

"Semua orang bisa berubah kan seiring berjalannya waktu." jawab Skylar mencoba untuk konsentrasi membaca novelnya dengan. Tapi, ketika Gavin menanyakan pertanyaan itu, saat itu juga ia kehilangan konsentrasinya. Kenapa semua perkataannya seolah-olah membuat Skylar kembali tergingat masa kecilnya?

Gavin pasti bertanya seperti itu karena dia sering sekali melihat Skylar bermain basket. Sedangkan saat kecil dulu, Skylar paling tidak mau bermain basket.

"Gue gak inget sejak kapan gue suka main bakset." ucap Skylar seadanya, berusaha mencari konsentrasinya kembali

"Oh," ucap Gavin, "Kalau gitu gue duluan ya. Jangan lupa datang rapat ntar pulang sekolah." lanjut Gavin sambil berdiri dari duduknya. Dia lalu berjalan menjauh dari Skylar. Gadsi itu mengamati punggung Gavin yang kian menjauh. Sudah ia bilang kan, kalau satu-satunya orang yang mau berteman dengannya hanya Gavin. Skylar juga belum mendapat kabar tentang Alicia dan Bella, dan juga Dylan.

Entahlah. Sepertinya ia harus mencari teman baru, yang tulus mau berteman dengannya. Setidaknya ia sudah mendapat satu yang seperti itu, Gavin. Skylar melanjutkan bacaannya, kembali fokus ke dalam novel yang ia baca.

Life is not about waiting for the storm to pass, it's about learning to dance in the rain.

***

Ketua OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang