Wattpad Original
There are 4 more free parts

5. Behind The Wall

12.1K 1.3K 26
                                    

Tidak ada pembicaraan apa pun setelah Andra menyampaikan asumsinya, bahwa Lian maupun Ardy tidak menjadikan pertunangan mereka sebagai prioritas. Otak Lian terus berputar untuk mengevaluasi hubungan mereka.

Lian dan Ardy adalah dua orang sahabat yang sudah saling mengenal dari SMP. Selain Vinna, Ardy merupakan orang terdekatnya ketika di SMA. Orang tua mereka juga bersahabat, dan komunikasi antar keluarga tetap terjalin meskipun orang tua Lian sudah meninggal.

Inisiatif pertunangan mereka berdua muncul dari Kakek. Lian yang tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan siapa pun hanya menurut dengan usulan sang kakek. Sementara Ardy, yang Lian tahu, ingin menjadi anak baik yang mengikuti perintah orang tuanya. Ardy sudah membangkang untuk urusan pemilihan pekerjaan, sehingga untuk urusan jodoh dia tak ingin berselisih dengan orang tuanya. Lagipula mereka sudah saling mengenal dan persahabatan mereka selama ini baik, sehingga mereka menganggap sederhana urusan pertunangan ini. Bukankah cinta adalah kata kerja? Dan mereka percaya mereka bisa menumbuhkannya. Tapi bagaimana bisa tumbuh jika mereka tidak memprioritaskannya?

Lian memijat pangkal alisnya untuk kesekian kali dalam perjalanan pulang. Mereka tidak kembali ke rumah Maulana Yasa, tempat mereka berangkat tadi pagi. Berlian hanya menghabiskan akhir pekan di sana. Di hari kerja, Lian akan tinggal di apartemen yang tidak terlalu jauh dari kantor.

"An..," Andra hampir saja kelepasan. "Kamu baik-baik saja?"

Lian menjawab dengan guman malas. Melalui ekor matanya, Andra bisa melihat Lian mulai bergerak membuka tasnya lalu mengeluarkan komputer tablet.

"Kamu tadi bilang, kamu ingin memastikan bahwa anak buahmu memiliki kehidupan seimbang antara kantor dan luar kantor. Lalu bagaimana dengan kamu sendiri?" tanya Andra tepat ketika lampu merah menyala sehingga mereka berhenti. Kini Andra bisa menoleh untuk menatap Lian. Andra menghela napas ketika melihat grafik terpampang di layar yang menerangi wajah Lian. Dia bisa melihat bayangan hitam di bawah mata wanita itu. Andra mengulang percakapan mereka ketika menikmati udon.

"Kamu masih mengurusi kantor padahal ini sudah perjalanan pulang." Andra mengarahkan pandangannya ke komputer tablet.

Lian menghembuskan napas kasar, sepertinya Andra terlalu jauh melewati batasannya. "Bagiku, Yasa Group bukanlah kantor. Perusahaan ini adalah bagian dariku, suka atau tidak suka. Aku memiliki tanggung jawab atas keberlangsungannya," jelas Lian penuh penekanan. "Tanggung jawabku dan tanggung jawab orang-orang yang bekerja di perusahaan ini berbeda. Mereka, juga kamu, hanya bertanggung jawab atas jam kerja dan penghasilan yang kalian peroleh. Sedangkan tanggung jawab pemilik...," Lian tak melanjutkan jawabannya, kembali menekuni deretan angka. "Kamu lulusan jurusan bisnis, aku yakin kamu paham."

"Kita selalu punya pilihan," pandangan Andra lurus ke depan, tapi tak fokus pada apa pun. "Tergantung kita berani mengambilnya atau tidak."

"Bagiku, pilihan untuk meninggalkan tanggungjawab bukanlah sebuah keberanian," kalimat Lian diucapkan dengan ringan, bahkan dia tidak mengalihkan pandangannya dari layar. Namun, ada nyeri yang mampir ke hati Andra. Selama ini dia tak pernah peduli dengan ucapkan tiap orang atas "keberaniannya" dalam memilih, tapi wanita di sampingnya membuat dada Andra sesak.

***

Lian berdiri di sisi belakang private lift dalam perjalanan mereka menuju griya tawang milik keluarga Yasa. Dari pantulan di pintu logam yang terpoles halus, Andra bisa melihat atasannya menyandarkan pundak pada dinding belakang dan memejamkan mata. Raut lelah benar-benar terlihat dari wajah wanita itu.

"Apakah selalu seperti ini?" tanya Andra memecah hening dan wanita di belakangnya membuka mata. "Jadwal sehari-hari," jelasnya lebih lanjut.

"Bisa kamu cek sendiri di agendaku, aku yakin Wulan sudah memperbaruinya tadi sore." Wanita itu mulai menegakkan tubuh, melangkah hingga berada tepat di samping pengawalnya. "Sepertinya pekerjaanmu sebelumnya tak mempunyai jam kerja yang teratur?" tanya Lian dengan nada bersahabat, dan terdengar sedikit iri.

(un)Shattered DiamondWhere stories live. Discover now