Wattpad Original
There are 2 more free parts

7. Little Details

10.4K 1.2K 27
                                    

Sebuah ketukan di pintu kamar terdengar ketika Andra baru saja keluar dari kamar mandi. Setelah memakai pakaian dan membuka pintu, pria itu mendapati Marni telah berdiri di hadapannya dengan wajah berkerut.

"Hari ini Non Lian telat makan?" Pertanyaan tanpa pendahuluan, atau lebih tepatnya, tuduhan. Andra hanya diam di tempatnya, belum sempat menjawab ketika lawan bicaranya melanjutkan. "Non Lian cuma minta sup ayam kalau magnya kambuh."

Andra mencoba mengingat apa saja yang terjadi hari itu, terutama soal makanan Lian. Dia tak mengurusi semua itu, karena semua ditangani oleh Wulan. Semuanya seperti hari-hari sebelumnya, kecuali pekerjaan tambahan yang ingin Andra selesaikan hari ini, yang membuatnya terlalu fokus hingga lupa.

Andra merutuk dalam hati, mengabaikan tatapan tajam Marni. Melempar begitu saja handuk yang sebelumnya tersampir di kepala, Andra langsung berlari ke tangga menuju kamar Lian di lantai dua.

Andra kembali teringat penjelasan dari Wulan tentang sakit lambung atasannya. Andra akan merasakan sebuah kegagalan besar jika sampai itu terjadi ketika Lian berada di sampingnya. Dadanya bergemuruh. Dia tak menyadari bahwa sikapnya baru saja menimbulkan tatapan aneh dari juru masak Lian.

Andra melewati anak-anak tangga itu hanya dalam hitungan detik. Saat dia berdiri di depan pintu, ruangan itu dibiarkan terbuka. Penghuninya tak tampak di dalam. Disapukan pandangannya ke seluruh lantai dua, dan dia melihat lampu ruangan berdinding kaca menyala.

Andra berhenti melangkah ketika melihat pemandangannya di hadapannya. Lian yang kini di depan mata tampak berbeda dengan Berlian Yasa yang selama ini dikenalnya. Wanita itu duduk di lantai dengan piyama motif beruang. Pakaian yang nyaman untuk dikenakan, longgar dan hangat. Lutut kirinya yang dilipat menjadi sandaran untuk tangan kiri juga dagu. Rambutnya digelung asal dengan sebuah kuas. Tangan kanan menggenggam kuas lain yang lebih besar. Di depan wanita itu, sebuah kanvas tergeletak di lantai.

Andra berusaha agar tetap tenang. Dia khawatir suara napasnya akan membuat wanita itu kehilangan konsentrasi atas sapuan warna yang sedang dikerjakan. Ketekunan tampak jelas dari wajah Lian yang, harus Andra akui, tak membuat jemu dipandang. Namun, ketekunan yang kini dia nikmati terasa lebih santai dan personal daripada yang biasa dia lihat di balik meja kerja. Andra lebih suka melihat wajah Lian yang seperti ini karena Lian terlihat lebih manusiawi.

Tenggorokan lelaki itu tercekat atas lintasan pikirannya. Untuk kesekian kalinya, wanita itu mendobrak perasaan Andra. Bahkan tanpa usaha sama sekali.

Dengan sangat berat Andra membersihkan tenggorokannya. Tak tahan dengan gelitik yang muncul karena terlalu lama memandang atasannya. Dan sebagai akibatnya, kepala itu terangkat, mata yang sedari tadi menatap kanvas berpindah ke maniknya. Mengikatnya.

Lagi-lagi Andra merutuk dalam hati, ketika untuk pertama kalinya dia mengakui.

Bahwa sebenarnya, Andra telah terpikat pada ekspresi yang ditampilkan mata itu sejak pertama kali menatapnya.

***

Sebuah deham menyeret konsentrasi Lian dari goresan-goresan yang sedang dia ciptakan. Ketika dia menoleh ke sumber suara, dia melihat Najandra sedang berdiri beberapa langkah darinya. Lelaki itu tampak segar dengan rambut cepak yang masih terlihat basah, sebuah kaos pudar yang menampilkan Puncak Jaya, dan celana basket sebatas lutut.

Setelah lima hari serumah dengan pengawalnya itu, baru kali ini Lian melihat Andra dengan baju santainya. Selama ini, dia hanya keluar kamar tepat sebelum sarapan, dan begitu sampai rumah dirinya langsung masuk bersiap tidur. Pekerjaan padat minggu inilah penyebabnya.

Kecuali malam ini. Selain besok dia tak perlu ke kantor di pagi hari, juga karena dia butuh pelarian untuk pikirannya yang terlalu penat. Salah satu hal yang membuat pikirannya bisa tenang: melukis. Lian suka melukis dengan perlahan, bahkan terakhir kali dia melukis pemandangan dari dinding kacanya, dia membutuhkan waktu sampai dua bulan.

(un)Shattered DiamondWhere stories live. Discover now