Bagian 7

9.5K 928 236
                                    

Bagian 7...

Sejauh ini, Wonwoo menikmati bagaimana kehidupan menuntunnya. Sejak kecil, dia bukanlah orang yang mempunyai banyak keinginan. Dia selalu menginginkan hal yang menurutnya akan dibutuhkannya suatu saat nanti.

Sama seperti sekarang. Dia menikmati bagaimana Mingyu mulai datang kekehidupannya. Merusak kehidupannya yang tenang, dan mengajarkannya banyak hal. Termasuk mengajarkannya tentang perasaan, dan keinginan kuat untuk memiliki.

Sejak awal. Mempunyai kisah cinta yang rumit bukanlah impiannya. Ia bahkan terus berpikir, jika hubungannya dengan Mingyu membuat pola hidupnya berubah, maka ia akan meninggalkan Mingyu. Tapi, semakin berjalannya waktu dan hubungan kaku mereka mencair, Wonwoo semakin tidak yakin jika ia akan bertahan dengan pikiran lamanya.

Sekarang, ia bahkan rela terlibat dalam masalah besar karena Mingyu.

"Kau Jeon Wonwoo?"

Dan, masalah besar benar mulai menyambutnya saat Ibu Mingyu menemuinya di sekolah. Memanggilnya di depan banyak siswa dikoridor.

Meski tidak menjawab pertanyaan itu, Wonwoo membungkukkan badannya. Menyapa dengan sopan wanita yang telah mengurus dan melahirkan kekasihnya itu.

Tidak ada kegugupan, ataupun rasa takut saat mata tajam yang serupa dengan kekasihnya itu menatapnya menelisik dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wonwoo justru menatap balik Ibu Mingyu dengan tatapan yakin penuh percaya diri.

Hari yang telah ia duga sebelumnya. Datang di hari ini. Ia tidak berpikir untuk menyerah ataupun mundur saat sepasang mata tajam Ibu Mingyu telah berubah menjadi tatapan meremehkan. Satu hal yang selalu menjadi senjatanya dan tidak Ibu Mingyu miliki sebagai senjata yaitu...

Kepercayaan Mingyu.

Wonwoo memiliki kepercayaan Mingyu sedangkan Ibu Mingyu tidak. Wanita paruh baya itu sendirian. Dan akan selalu sendirian jika beliau mempertahankan sikap egoisnya.

"Jadi kau kekasih puteraku?"

Tidak peduli berapa banyak siswa yang mulai berkumpul melihatnya. Wonwoo tetap mengangkat wajahnya dan menjawab dengan penuh percaya diri ketika Ibu Mingyu melontarkan pertanyaan sangsi kepadanya.

"Senang berkenalan dengan anda, Nyonya"

Sikap tenangnya. Membawanya kembali membungkuk untuk memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah. Wonwoo bahkan memberikan senyum kecil kepada Ibu Mingyu yang terlihat mulai jengah.

"Aku tidak ingin berurusan lebih lama dengan rumput liar seperti dirimu. Tinggalkan puteraku saat ini juga. Aku akan memberimu cek kosong agar kau bisa mengisi apapun yang kau inginkan untuk membayar semua yang telah kau berikan kepada puteraku, termasuk tubuh dan harga dirimu"

Beliau sangat anggun. Wonwoo menyukai cara berpakaiannya, caranya mengangkat dagu dan caranya berucap seperti orang yang tidak berpendidikan. Beliau melihat dirinya tidak ubahnya seperti pelacur kecil koleksi puteranya. Menawarkan hal yang begitu Wonwoo sukai, tapi terlalu kecil untuk membayar semua yang telah puteranya lakukan kepadanya.

Setumpuk cek kosong terlempar di wajahnya. Kertas-kertas itu terbang berhamburan mengotori lantai. Di ikuti suara riuh beberapa siswa yang menatapnya prihatin.

Sungguh, Wonwoo tidak butuh tatapan seperti itu.

Harga dirinya telah hancur. Jadi uang tidak bisa membawa harga dirinya kembali. Begitupun dengan tatapan iba. Ia tidak pernah memiliki harga diri semenjak ia berpikir jika uang lebihlah tinggi dari apapun. Kecuali Mingyu-nya.

"Berapa total kekayaan yang keluarga Kim miliki?"

Suara Wonwoo yang begitu ringan, mengantarkan tatapan bingung dari Ibu Mingyu. Entah apa yang wanita paruh baya itu pikirkan, mungkin saja beliau berpikir jika Wonwoo ingin mendengar seluruh harta kekayaan mereka agar bisa meraup beberapa dolar untuk membuat hidupnya lebih makmur. Maka dari itu beliau tertawa remeh kepada Wonwoo dan menyebutkan harta kekayaan keluarganya dengan bangga.

GravityWhere stories live. Discover now