5. Kesialan Dalam Kebetulan

16.4K 1.2K 17
                                    

Suara alarm di atas nakas samping tempat tidurku membuat mataku mendadak terbuka, aku jadi curiga apakah yang semalam itu mimpi? Aku buru-buru mencari ponselku yang tertimpa bantal, saat kulihat tanggal, memang benar kemarin adalah hari ulang tahunku. Tak hanya itu, pesan dari Mario membuatku segera membukanya dengan semangat penuh.

M : lo berangkat duluan aja, gue bareng Andin.

Rasanya memang menyakitkan, tapi jika sudah biasa, maka tak terlalu sakit seperti bagaimana mestinya. Aku tidak membalas, malah beralih pada kaca besar yang menempel pada lemari kayu di kamarku. Melihat piyama yang penuh dengan krim kue, membuatku berasumsi bahwa yang kemarin itu memang benar terjadi. Setelah pulang dari toko buku, aku dikejutkan oleh Mama, Mamanya Mario, dan Fanny—adik Mario yang masih SMP—yang sudah menyiapkan kejutan kecil-kecilan, dengan baju basah karena terpaksa menerobos hujan, aku bahagia dalam keadaan kedinginan. Dan ternyata Mama yang mengirim pesan pada Mario untuk segera pulang, bahkan tak merasa bersalah karena menyuruh kami pulang dalam keadaan mandi hujan. Aku memang tidak rentan terhadap air hujan, tapi Mario berbeda denganku, dia lebih sensitif dan mudah sakit. Aku jadi khawatir jika nantinya dia akan terkena flu berat.

Setelah membuka kado dari mereka, kecuali Mario—karena Mario sudah memberikannya dengan mengajakku ke Seaworld—Mario langsung saja mengejarku dengan tangan yang penuh dengan krim kue, dan akhirnya krim kue itu berakhir menghiasi wajahku dan mengotori piyamaku. Sungguh menyebalkan saat ingin membalas dendam, tapi Mario lebih cekatan sehingga dia bisa menghindar semudah itu.

Mengingat hadiah-hadiah yang kubuka, Mama memberikanku dress yang sangat feminim dengan bahu terbuka, aku langsung bergidik ngeri melihatnya karena memang aku tidak pernah memakai gaun seperti itu. Mama pasti sengaja memberikannya padaku. Mama Mario memberikan clutch bag elegan berwarna hitam besutan Charles And Keith, kado dari Kak Tara berisi tujuh belas pack Malkist Keju favoritku, aku pun mendapatkan case handphone berwarna dusty pink dilengkapi print out namaku di belakangnya yang terlihat aesthetic dan itu adalah pemberian Fanny, juga ada sepatu sneakers idamanku dari Papa.

Oh shit, aku baru sadar bahwa aku harus bergegas ke sekolah. Aku langsung menyambar handuk yang ku gantung di balik pintu, lalu masuk ke dalam kamar mandi dalam kecepatan kilat.

*****

Aku baru diberi tau Bu Gina bahwa sepulang sekolah akan diadakan rapat pertama tim jurnalistik untuk mempersiapkan mading dan hal lain yang tidak ku ketahui untuk acara porseni, karena aku bukan termasuk ke dalam ekstrakulikuler jurnalistik, jadi aku tidak tau apa saja yang akan mereka lakukan untuk persiapan acara porseni. Kalau saja bukan seorang guru yang menyuruhku untuk ikut terjun dalam ekskul jurnalistik, maka aku tidak mau menghabiskan waktu belajarku hanya untuk menghias sebuah majalah dinding yang sering diabaikan para murid.

Aku melihat arloji yang melingkar di pergelangan tanganku, mengetahui bel sekolah akan berdering kurang dari lima menit, aku menghela napas lega karena kelas Pak Bambang hari ini akan segera berakhir.

"Tania, gue lupa." Bisik Selly padaku dengan pandangan yang masih menatap serius Pak Bambang.

"Apaan?" Jawabku dengan suara berbisik yang tak kalah pelan.

"Kado buat lo udah gue taro di tas lo tadi, di bagian depan."

"Yeuuu... gue kira apaan. Yaudah makasih, ya. Traktiran nyusul besok. Hari ini gue ada rapat jurnalistik, jadi nggak bisa traktir sekarang."

"Siaaap. Gue tunggu Shabu Hachi-nya."

Aku melirik Selly dengan sinis, meskipun dia tidak melihat. Memangnya aku ini anak pejabat yang uang sakunya tak terbatas?

Friendship Is Never EnoughWhere stories live. Discover now