9. Jakarta In The Rain

15.7K 1K 33
                                    

Kafe Kak Jo hari ini tidak ramai seperti biasanya, entah karena ini hari senin, atau memang karena sedang ada grand opening kafe baru sekitar radius 500 meter dari sini. Aku tidak terlalu memikirkannya karena Royal Chocolate with egg pudding di kafe Kak Jo tetap yang terbaik. Selly mengajakku untuk mampir ke kafe ini setelah jam sekolah berakhir, aku menyetujuinya mengingat waktuku senggang hari ini.

Selly memutar piring cheese cake-nya, memerhatikan dengan detail tiap sudutnya, membuatnya terlihat seperti orang aneh.

"Gue lagi mikir, kenapa kue ini bisa lembut banget kayak suara si Barbara." Celetuknya tiba-tiba, seperti sedang bermonolog. Usut punya usut, Barbara adalah panggilan siswa laki-laki bernama Dani yang memiliki gaya feminim. Jalannya yang berlenggak-lenggok itu sering jadi bahan candaan seantero sekolah, juga badannya yang lihai dan lentur saat menari. Ya, dia sangat pandai menari, mengingat bahwa dia adalah K-pop garis keras, sepertinya aku sudah tidak terkejut lagi.

"Kemarin gue jalan sama Nata."

Piring kue Selly berhenti berputar seiring dengan tatapan terkejut penuh pertanyaan yang ada di wajah Selly. "Lo nggak lagi halu, kan?"

Aku menghela napas seraya mengaduk minumanku dengan sedotan berbahan stainless steel. "Emang Nata lagi ganteng banget sampe gue harus halu?"

"Ganteng." Jawab Selly enteng. "Cukup ganteng sampe punya fanbase di sekolah."

Aku menatap Selly jengah karena pernyataannya. "Tapi gue kesel banget sama Mario."

"Jalan sama Nata, keselnya sama Mario. Lo memang sudah sangat luar biasa."

Aku menghela napas jengah. "Kesel abisnya, dia marah sama gue gara-gara gue main dari pagi sampai malam. Konyol banget."

"Serius Mario begitu?"

"Lo pikir gue halu lagi?"

Selly berdecak. "Lebay banget, kan kita juga sering main seharian gitu. Tapi apa dia marah juga?"

"Nggak, biasa aja."

"Aneh banget tuh anak."

"Tania!" Suara Kak Jo menginterupsi obrolan seru di antara aku dan Selly.

Sontak, aku langsung melambaikan tangan pada Kak Jo yang sedang berjalan menghampiriku.

"Mario nggak ikut?" Tanya Kak Jo yang membuatku menggelengkan kepala.

"Dia lagi sibuk jadi bucin." Jawabku dengan nada sarkas.

"Ah, dia pasti lagi sama pacarnya yang kemarin itu."

"Yang kemarin?" Alisku bertaut heran seiring dengan tanda tanya besar yang sudah menimpa kepalaku seperti beban.

Dengan gestur santainya, Kak Jo mulai menceritakan kejadian kemarin di tempat ini. "Kemarin Mario nembak cewek di sini, sampai sewa kafe satu hari penuh cuma buat menyatakan cinta yang nggak ada lima menit itu."

Aku sudah tidak terkejut lagi dengan kelakuan Mario yang suka ingin melakukan hal terbaik untuk seseorang yang spesial untuknya. Aku hanya mengangguk seadanya, lalu mendengarkan Kak Jo dengan fokus penuh agar tidak terlewat satu kata pun. Hatiku masih sama rapuhnya, masih ada rasa nyeri yang tidak bisa terdeteksi alat kedokteran, hanya orang-orang patah hati yang memahaminya.

Friendship Is Never EnoughWhere stories live. Discover now