Padang Salju dan Rahasianya

25K 3.5K 331
                                    

"DISTY!"

Dirga berlari masuk kemah, membopong Aksa. Teriakan lirihnya membuat seluruh kegiatan berhenti. Ardela nampak berlari sprint menembus kerumumunan dan kedua matanya seakan menjerit.

Tangan kanan sampai sebagian wajah Aksa dipenuhi lecet berwarna merah. Beberapa bagian terlihat menggelembung putih seperti melepuh. Mata kanan dan hidungnya mengeluarkan darah, terus menetes membasahi kaosnya.

"Apa yang terjadi?!" teriak Ardela. Dia hendak menyentuh lecet di pipi Aksa, tapi Dirga menangkis tangannya.

"Jangan!" balasnya. "Dia menyentuh sesuatu di batang pohon dan... ini terjadi."

"Mungkin... getah beracun."

"Hah? Apa itu getah? Hewan? Apa dia akan mati?!" teriak orang-orang di kerumunan.

Disty datang dan mengejap-ngejap tak mampu bicara. Dia melihat lecetnya, tapi hanya mengerutkan kening. Seakan tak tau apa yang ia lihat. Lalu ia menyentuh kening Aksa dan memeriksa denyut di lehernya.

"Dia demam tinggi dan... denyut lemah." Disty kebingungan. "Semua keluar dari kabin dua! Jangan ada yang masuk, kecuali kalian mau tertular."

Dirga dibantu dua orang mengangkat Aksa ke kabin dua. Orang-orang berlarian menjauh saat Aksa lewat.

Ardela hendak mengejar, namun ia melihat El dan Juna memasuki kemah. Tak sendiri, mereka menarik sesuatu yang besar dan putih, nampaknya berat. Awalnya ia kira gumpalan salju, tapi itu memiliki kepala dan sesuatu mencuat dari kepalanya. Tanduk. Ada dua dan bercabang.

Rusa.

Mata Ardela berbinar bahagia. Itu hewan pertama yang ia lihat seumur hidupnya. Ia sempat penasaran karena rusa yang ia lihat di buku Biologi berwarna coklat, bukan putih. Dia ingin memeluk dan mengajaknya ngobrol seharian, tapi El meletakannya di tengah kemah dan menyuruh memasaknya. Orang-orang pun bersorak bahagia.

El memergoki Ardela yang senyam-senyum sendiri. "Kau segitu laparnya?"

"Itu seekor rusa!" Dia bahkan tak sadar tersenyum ke El. "Rusa sungguhan."

"Ya, banyak hal baru di hutan," balasnya. "Nanti sore aku berburu lagi. Mau nitip?"

"Tidak." Ardela menaikkan satu alis. "Aku ikut berburu."

***

Berburu adalah seni bertahan hidup.

Di luar sana, di manapun kita berada, kita akan selalu berburu. Entah di atas salju atau mungkin... suatu saat di atas rerumputan. Tanpa keberanian, kita tak akan mampu berburu dan tanpa berburu, kita tak akan bertahan hidup. Jadi, sebelum mempelajari segala macam senjata untuk berburu. Pertama-tama, belajarlah untuk berani.

Itu yang Pak Andar katakan di perkenalan kelas berburu. Ardela terus belajar berani. Langkah demi langkah ia ambil di tengah hutan ini. Berharap tak ada kanibal lompat ke wajahnya.

"Aku tak melihat rusa," bisiknya.

"Karena emang belum ada." El melompat dan menarik tangan Ardela sebelum ia menyentuh pohon di sampingnya. "Aku yakin nilai kewaspadaanmu jelek di kelas berburu. Hati-hati, itu yang Aksa sentuh."

Itu menempel di batang pohon. Warnanya hijau, berbentuk tipis melebar dan seperti ditumbuhi bulu yg terlihat berlendir. Ardela lebih penasaran ketimbang takut karena itu berpendar hijau. Dia tak ingat tanaman ini di kelas manapun.

Jumlahnya tak hanya satu, mereka menempel di banyak pohon. Menyala menerangi hutan di bawah langit redup.

"Mereka tak menyala tadi siang," kata El.

Di Bawah Nol (Book 1)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora