Si Misterius

23.9K 3.4K 241
                                    

Orang-orang duduk di tengah kemah, mengitari campfire box. Api menyala jingga di dalam tungku, memercik setiap butir salju mengenainya. Mereka bernyanyi, ada Damar juga yang joget sambil memegang kaleng bekas berisi lelehan salju.

Beberapa berselimut menikmati sate rusa. Tak ada kanibal di antara mereka. Sepertinya usul sistem jaga dari Ardela berhasil.

Pos Jaga—itu sebutannya—ada di belakang tenda barang. Sengaja ditaruh dekat pagar, agar bisa memantau apapun yang mendekati kemah. Dibangun dari sisa parasut dan batang kayu. Berkat anak-anak sektor pabrik, jadilah sebuah tenda tahan badai. Hanya El dan kloter berjaga yang boleh berada di sana.

"Kau memanggilku?" Ardela bingung, tak ada siapapun di dalam. Dia keluar dan melihat sekeliling. Sepi, tak ada siapapun berjaga dekat pagar.

Tiba-tiba tangan membekapnya dari belakang. Tangan sekuat baja mengikat tubuhnya dan mengangkatnya dari salju. Membawanya melewati tenda sampai belakang kabin hingga keluar dari pagar kemah. Di sini gelap dan jauh dari orang-orang di tengah kemah, tak ada yang melihatnya.

Ardela berteriak, tapi suaranya tertahan. Dia memberontak, tapi tangan itu mengikat semakin kuat. Membawanya berjalan di tengah padang salju menuju hutan. Ia sempat mengira dibawa oleh kanibal, tapi saat ia menyikut perut di belakangnya. Orang itu mengerang kesakitan, suaranya seperti laki-laki biasa.

Krak! Dia menggigit tangan di mulutnya. "Lepaskan aku!"

Dia dibekap lagi dan orang yang membawanya berjalan lebih cepat. Memasuki hutan. Di sini begitu gelap. Satu-satunya penerangan hanya lautan bintang di langit, tapi tetap tak cukup terang. Mereka melewati pohon demi pohon, menjulang begitu tinggi seakan melahap mereka.

Di kejauhan terlihat semburat cahaya jingga. Ardela memicingkan mata. Obor. Seseorang memegang obor dan melambaikannya di tengah kegelapan. Dia sempat melamun, tak percaya ada yang berhasil membuat obor.

Semakin dekat, cahaya apinya membuat Ardela silau. Dia menyipitkan mata berusaha melihat siapa yang memegang obor. Orang itu tak sendiri, ada laki-laki berambut gondrong di sebelahnya. Ardela melotot mengetahui itu adalah Juna. Juna membawa sesuatu di tangannya, semacam boks.

Bruk! Ardela dilempar ke salju. Dia jatuh berlutut di bawah cahaya obor. Segera berdiri dan mencoba berlari, tapi seseorang menariknya lalu menjatuhkannya ke salju, memaksanya berlutut lagi. Saat menoleh, ia melihat laki-laki bermata sipit. Seingatnya bernama Gilen, anak sektor pabrik. Dialah yang tadi membawa Ardela.

"Jika kau inginkan sesuatu, mintalah dengan baik!" teriaknya.

Seseorang yang memegang obor menoleh. Seketika cahaya api memenuhi wajahnya. Menerangi kulit sempurna itu dan memercikkan kilau dari mata coklatnya. Dia menatap Ardela, tajam.

"Tak ada cara baik untuk melakukan ini," kata suara baritone itu.

Sesuatu seakan meninju Ardela. Begitu keras, menembus tulang rusuk terus sampai ke dalam. Kepalanya pusing, mencari apa salahnya pada El. Semua baik-baik saja sampai tadi sore.

Paru-paru Ardela seakan diikat saat melihat El mengeluarkan pistol. Dan mengarahkan ke keningnya. Dia ingin berteriak, tapi mendadak bisu. Terlalu terkejut. Tak menyangka laki-laki yang barusan ia pikirkan, berdiri di sana menodongkan pistol padanya. Yang membuatnya semakin gila adalah ia tak tau apa salahnya.

El menekan kunci pistol dengan ibu jari. Ardela memejamkan mata, ia kira akan ditembak.

"Baringkan dia."

Gilen mendorong Ardela sampai tengkurap di atas salju. Lalu membekap mulutnya dengan kain. Dia memberontak, tapi tangan Gilen menahan kepalanya, menekannya. Sementara kakinya meniban punggung Ardela. Juna datang berlutut, menarik lengan kiri Ardela dan membaliknya.

Di Bawah Nol (Book 1)Where stories live. Discover now