Selamat Datang

21.9K 3.2K 285
                                    

Rasanya seperti memasuki dimensi lain.

Tak ada salju. Tak ada warna putih menutupi daratan. Tak ada reruntuhan bangunan. Kedua mata Ardela dipenuhi dengan perpaduan warna hijau yang bersentuhan dengan secercah langit biru. Semua warna hijau di depannya terlihat begitu hidup, begitu nyata.

Pohon. Yang pertama Ardela lihat adalah pohon, sangat banyak sampai ia tak bisa menghitung jumlahnya. Pengelihatannya dipenuhi oleh pepohonan yang tumbuh di atas tanah coklat tua, semua pohon itu tumbuh menyebar sejauh mata memandang, berbaris tak beraturan. Kanopi hijau bernaung di puncak batang-batang kokoh itu, memayungi tim HOPE dari cahaya keemasan.

Cahaya keemasan yang terasa bagai surga ketika menyentuh kulit. Terdengar pula desiran lembut ketika daun-daun di sekeliling tim HOPE disentuh semilir angin, seperti alunan musik yang membuat hati merasa damai.

Sejauh mata memandang, tidak ada salju sedikit pun. Semua warna hijau di depan Ardela merdeka dari salju, merdeka untuk tumbuh. Pepohonan itu tumbuh tinggi beratapkan dedaunan yang rimbun di setiap rantingnya.

Seluruh dunia seakan hilang dari pikiran Ardela, hanya ada semua warna hijau itu memenuhi pikirannya. Dia sedang berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia sedang sadar, bahwa semua ini kenyaataan.

Ardela pun memejamkan mata lalu menarik napas panjang. Menikmati udara beraoma tajam dedaunan mengalir ke paru-parunya, memberi keleagaan yang belum pernah ia alami sebelumnya. Oksigen tidak pernah terasa sebersih ini, tidak terasa sengatan dingin sedikitpun, hanya ada rasa lega.

Kemudian Ardela merentangkan kedua tangan. Membiarkan angin berhembus melewati rambutnya hingga berkibar menjauh dari wajahnya. Dia membiarkan kulitnya dimanjakan udara hangat yang perlahan mengangkat semua rasa dingin dari jiwa dan raganya. Membuatnya merasa lebih hidup.

Ardela sempat mengira ia sedang tertidur di kasurnya sekarang, di Graha dan hanya bermimpi. Bahwa dia hanya gugup menunggu hasil tes misi HOPE sampai bermimpi menemukan padang hijau. Namun saat ia membuka mata, rasa lega mengisi dadanya karena semua ini nyata.

Dia benar-benar berdiri di padang hijau.

Dia benar-benar berdiri di atas rumput hijau yang menari-nari bersama angin, dikelilingi pepohonan berdaun rindang dan diatapi langit biru yang menyeruak di tengah lautan awan kelabu.

"Kami sampai di padang hijau," bisik Ardela dengan air mata mengalir dari ujung mata. Lalu ia mengangkat kedua tangan dan tertawa. "Ya! Kami sampai di padang hijau!"

Puluhan anggota misi HOPE berada di sekitarnya. Sebagian berlari di antara pepohonan sambil tertawa haru, tak peduli meski air mata sampai tertelan. Sebagian terdiam takjub memandang sekelilingnya dan komat-kamit pada diri sendiri, berusaha meyakinkan diri ini semua nyata.

Disty berlutut, menyentuh ujung rerumputan dengan telapak tangan. Rasa takjub seketika meleleh dari matanya, berjatuhan membasahi rerumputan. "Ini lebih indah dari harapanku." Kemudian ia mendongak, memandang kanopi hijau yang memayunginya. "Kuharap kau ada di sini, Yah. Kau pasti menyukainya."

Sementara Iren melompat-lompat di sebelah Disty, tak peduli meski kaki kanannya terasa berat. Kemudian ia merentangkan kedua tangan dan berputar-putar merasakan kehangatan memeluknya. Dia sempat melirik gips di kakinya. "Lihat nih! Aku bisa menang meski dengan satu kaki!"

Yang lain tak kalah bahagia. Damar dan Gibran nampak memeluk pohon sambil tertawa puas pada satu sama lain. Aksa jatuh berlutut lalu mengirup udara sambil senyam-senyum sendiri. Juna bahkan tak bisa menahan kucuran air mata, dia menangis banjir melihat pemandangan di depannya dan sampai terisak-isak. Ardela tersenyum melihat kebahagiaan yang mengelilinginya, hingga kemudian matanya melihat figur sempurna itu, seketika perhatiannya tercuri.

Di Bawah Nol (Book 1)Where stories live. Discover now