02

60.8K 3.9K 57
                                    

JUNI berjalan pelan menuju pintu utama rumahnya. Seharian ini ia sangat lelah setelah mengurus berbagai macam tugas yang diberikan pembinanya. Anggota lain pun tak jauh berbeda dengannya. Bayangkan saja, setelah mereka dipusingkan dengan urusan pelajaran di kelas, mereka juga harus kembali melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota OSIS, seperti harus mengadakan rapat, membagi tugas dan lain sebagainya. Tugas-tugas itulah yang akhirnya membuat jam pulang Juni dan teman-temannya mundur jauh hingga akhirnya Juni baru sampai di rumah pada pukul setengah enam sore.

Sesampainya di ruang tamu, Juni melihat kedua orang tuanya sedang mengobrol ria dengan kembarannya, yaitu Juli. Mereka hanya berbeda beberapa menit. Juni lahir pada akhir bulan Juni tepat saat jam 23.50. Sedangkan Juli lahir di awal bulan Juli tepat pada pukul 00.05. Maka dari itulah mereka diberi nama Juni dan Juli. Banyak orang mengatakan nama mereka unik, apalagi jam lahir yang kebetulan cocok dengan nama tersebut.

Juli yang baru menyadari kehadiran kakaknya itu pun dengan heboh menyambut kedatangan Juni. Rambut pendeknya berloncat-loncat seirama dengan derap langkahnya yang makin cepat. "Kakak!" teriak Juli sambil memeluk erat badan Juni, membuat gadis itu kaget dan hampir terjungkal ke belakang.

"Juli! Lo itu bisa santai dikit, gak? Kayak enggak pernah ketemu gue setahun aja!" gerutu Juni kesal. Dengan sedikit paksaan, Juni melepaskan pelukan adiknya itu.

Juli hanya cengengesan, membuat wajah cantiknya terlihat semakin manis. Wajah mereka sangat mirip, bahkan tidak ada bedanya sama sekali. Hanya raut wajah merekalah yang bisa dibedakan. Berbeda dengan Juli ekspresif, Juni lebih cenderung pasif. Gadis itu terbiasa menunjukkan ekspresi datarnya yang membuat lawan bicaranya menjadi terintimidasi.

"Mom, Dad, liat Kakak! Bukannya terima kasih udah disambut, malah marah," adu Juli sambil memanyunkan bibirnya. Gadis itu berjalan menghampiri ayah dan ibunya yang sedang duduk di sofa.

"Sudahlah, Dek, kakakmu keliatan capek banget, jangan diganggu lagi," nasihat Ferdi, ayah Juni dan Juli.

"Liat Dad, Mom!" adu Juli sembari memeluk ibunya dengan manja.

"Kamu ini sudah besar, masih saja bawel," ujar Veni, ibu mereka.

"Mom, Dad, aku ke kamar dulu, ya." Juni yang tampak sangat letih itu pun berjalan menuju kamarnya setelah pamit dengan kedua orang tuanya.

"Aku juga mau ke kamar," kata Juli, lalu bangkit dari duduknya dan menyusul langkah kaki kakaknya.

"Untung aja, kita enggak masukin mereka ke sekolah yang sama," ujar Veni sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Sifat kedua anaknya yang bertolak belakang itu sering kali membuat Veni heran. Kenapa bisa perbedaan sifat anak kembarnya sampai sejauh itu?

×××××

JUNI merebahkan badannya di kasur. Dengan perlahan ia memejamkan matanya. Baru saja gadis itu hendak tertidur, tiba-tiba saja suara pintu kamarnya yang dibuka menginterupsinya. Dengan malas Juni menoleh ke arah pintu kamarnya. Dan tepat seperti dugaannya, Juli tengah berjalan ke arahnya.

Juli berjalan masuk ke dalam kamar Juni. Kedua orang tua mereka tak mengetahui kalau hubungan mereka sangat dekat. Hanya Juni yang membuat Juli bisa tenang, kakaknyalah yang membuat dirinya bisa hidup lagi, setelah lama mati. Juli merasa sangat nyaman berada di dekat Juni, begitu sebaliknya.

Juli menghempaskan badannya pelan tepat di sebelah Juni. Gadis itu ikut memejamkan matanya. Dan hal ini lagi-lagi membuat mereka merasa nyaman, sangat nyaman.

"Kak, gue pinjem, ya," ujar Juli.

Tanpa bertanya lagi, Juni mengangguk. Ia yakin, adiknya akan meminjam balkon kamarnya dan bermain biola di sana, kebiasaan rutin yang selalu Juli lakukan ketika sedang banyak pikiran.

JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang