#1: Bukan Pernikahan yang Diinginkan

538K 21.6K 401
                                    

Hari ini seharusnya hari yang paling membahagiakan untuk Rea kalau saja di sampingnya adalah Vino. Tapi berapa kali pun Rea melihat laki-laki itu, tetap saja dia bukan Vino. Laki-laki itu orang asing. Bahkan teramat asing bagi wanita mana pun yang dijodohkan paksa, jika pertama kali melihat calon pasangan adalah hari di mana mereka sudah resmi menikah.

Beberapa tamu undangan yang menyaksikan resepsi pernikahan mereka banyak yang melihat dengan tatapan heran. Beberapa ada yang berbisik-bisik, bahkan ada yang geleng-geleng kepala.

Dan seharusnya para tamu undangan lebih pantas mengucapkan kata "Sabar yah" dibanding kata "Selamat yah".

***

Malam harinya, setelah resepsi pernikahan selesai digelar.

Rea menelungkupkan kedua tangan di atas lututnya. Tubuhnya berguncang hebat. Sang pengantin sedang menangis terisak. Ia bahkan belum sempat melepas gaun yang ia pakai pada saat acara resepsi tadi.

Di tengah isak tangisnya itu, Rea mendengar suara pintu dibuka perlahan. Rea tahu, itu pasti Adrian -suaminya sekarang- tapi ia tak peduli. Ia tetap saja melanjutkan tangisannya seraya makin mempererat tangannya yang masih memeluk lutut.

"Kapan kau berhenti menangis?" suara bass Adrian memenuhi ruangan. Rea mendengarnya dengan jelas, namun ia enggan menanggapi. Bukannya meredam isak tangisnya, Rea malah mengeluarkan suara tangis yang memilukan. Membuat suara bass Adrian terdengar lagi.

"Aku tidak tahu kenapa kau menangis seperti ini. Tapi aku sangat lelah sekarang, aku ingin cepat-cepat beristirahat. Jadi aku mohon...berhentilah menangis."

Adrian terdiam, ia pikir ucapannya tadi akan di dengar wanita yang kini berstatus sebagai istrinya dengan berhenti menangis. Tapi pikirannya itu salah besar, suara tangisan wanita itu masih terdengar jelas. Membuat Adrian hanya bisa menghela napas panjang.

"Aku tak bisa tidur jika kau masih menangis. Tapi jika tangisanmu sudah berhenti, aku ada di luar," ujar Adrian akhirnya. Ia langsung melangkahkan kaki menuju pintu keluar.

Setelah yakin Adrian sudah pergi, perlahan-lahan Rea mulai mengangkat wajahnya. Di wajah itu, butiran air mata sudah menyatu dengan make up, membuat wajah Rea terlihat kacau dan menyedihkan.

***

Keesokan paginya.

Dika, sekretaris sekaligus teman curhat Adrian mengerutkan kening bingung begitu melihat atasannya sedang berjalan ke arahnya. Bukankah kemarin bosnya baru saja menggelar resepsi pernikahan? Jadi seharusnya saat ini dia sedang bermesra-mesraan dengan istrinya bukan malah datang ke kantor pagi-pagi begini.

"Apa ada pekerjaan mendesak bos?" tanya Dika begitu Adrian melewatinya. Adrian diam membisu dan segera masuk ke ruang kantornya tanpa menjawab pertanyaan Dika barusan.

Dika tentu saja tertarik untuk mengikuti Adrian ke ruangannya. Ia sudah menganggap Adrian bukan hanya bosnya tapi juga sahabatnya, karena memang itu yang diharapkan Adrian. Meskipun Adrian adalah pemilik dari perusahaan tempatnya bekerja, tapi Adrian sama sekali tidak sombong maupun gila kekuasaan.

"Bos..." panggil Dika pelan yang melihat Adrian tampak sedang termenung di meja kerjanya.

Sebenarnya Dika tahu kalau pernikahan yang dilakukan bosnya itu bukan atas dasar cinta, melainkan perjodohan semata. Tapi ia tidak menyangka kalau perjodohan ini terlihat begitu menyusahkan bosnya.

Bagaimana tidak? Saat melihat sikap bosnya tadi, ia bisa merasakan kalau ada sesuatu yang membuat pikiran bosnya terganggu. Bahkan wajahnya terlihat tidak secerah biasanya. Apalagi dari tadi tidak ada tanda-tanda kalau jiwa bosnya ada di sini. Rasanya hanya tubuhnya saja yang Dika lihat sedang menopang dagu, padahal sebenarnya hati dan pikirannya ada di tempat lain.

It's Love, Real LoveWhere stories live. Discover now