#11: Pengakuan

148K 8.1K 329
                                    

"Vino langsung menyatakan perasaannya padaku, sebelum aku sempat menjawab pernyataan cinta si anak baru. Aku bingung sekaligus senang, karena sebenarnya diam-diam aku juga menyukainya. Dan untunglah Vino berani mengungkapkannya lebih dulu." Rea tersenyum cerah mengingat kenangan paling indah itu.

Adrian berusaha keras untuk tidak bereaksi. Meski di dalam hati, perasaannya sudah campur aduk. Mendengarkan cerita indah Rea bersama orang yang menjadi rival terberatnya, sama seperti melempar batu pada sarang tawon. Bersiap untuk merasakan gigitan-gigitan rasa sakit di hatinya.

"Akhirnya, kami berdua pun mulai berpacaran," lanjut Rea. "Status persahabatan kami pun langsung beralih menjadi kekasih hati. Vino adalah cinta pertamaku, begitupun Vino, aku adalah cinta pertamanya." Lagi-lagi Rea tersenyum cerah, wajahnya bahkan merona karena ceritanya sendiri.

"Meski aku dan Vino sudah berpacaran selama tujuh tahun, tapi anehnya perasaanku untuk laki-laki itu tidak berubah sedikitpun. Rasa cintaku padanya dulu, masih sama dengan rasa cintaku padanya sekarang."

Adrian menelan ludah. Jadi, sebesar itukah perasaan Rea pada Vino? Lalu bagaimana caranya ia masuk kedalam hubungan itu. Apa pada akhirnya Rea akan benar-benar pergi dari kehidupannya? Membuat cintanya tidak berarti apa-apa?

"Tidak," Adrian berseru. Membuat Rea refleks menoleh.

"Ada apa?" tanya Rea heran, karena tiba-tiba saja Adrian mengatakan tidak, padahal dari tadi, ia tidak sedang menanyakan apapun.

Adrian tersadar, ikut menatap Rea. Dan menyadari kebodohannya yang terlalu sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Apa tadi aku mengatakan sesuatu?" Adrian bertanya balik, raut wajahnya terlihat kikuk.

Rea menautkan kening heran. "Kau tiba-tiba mengatakan tidak saat aku masih bercerita."

"Benarkah? Mungkin maksudku, apa kau tidak ingin berenang sekarang?"

Rea semakin rapat menautkan kening. "Kenapa tiba-tiba kau mengajakku berenang?"

Adrian tertawa janggal. Baiklah, ini sudah kelewatan. Kebiasaan buruknya saat sedang bersama Rea kambuh lagi. Membuat dirinya terlihat aneh dan konyol.

"Aku hanya bercanda. Kau terlalu asyik bercerita jadi aku ingin sedikit menggodamu." Adrian beralasan.

Rea manyun. "Kau sendiri yang bertanya lebih dulu, membuatku menceritakan semua ini."

"Iya, baiklah, aku minta maaf. Sekarang lanjutkan lagi ceritamu."

"Tidak mau," Rea ngambek.

"Eh, kau bisa ngambek juga?"

"Aku mau masuk kedalam sekarang," Rea cepat-cepat berdiri, wajahnya ditekuk kesal.

"Kau mau kemana?" Adrian menahan pergelangan tangan Rea.

"Sudah ku bilang aku mau masuk, Adrian. Lepaskan tanganmu sekarang." Rea mendelik.

Adrian tersenyum tanpa dosa. Sekarang Adrian menemukan hobi baru yang menyenangkan, membuat Rea malu ataupun kesal.

"Tidak mau, aku masih ingin mengobrol denganmu." Adrian bersikeras menahan Rea, genggaman tangannya masih melekat erat, membuat wanita itu berontak, berusaha melepaskan diri.

"Lepaskan Adri, aaaa..." ucapan Rea terpotong, karena tepat pada saat Rea berusaha melepaskan tangan Adrian, tepat saat itu pula kakinya yang basah membuat tubuhnya kehilangan keseimbangan. Rea tercebur.

Adrian spontan ikut tertarik kedalam kolam.

Kepala Rea menyembul, berenang ke tepian dengan napas terengah. "Kau keterlaluan, Adrian," Rea berseru marah seraya menyapukan tangan ke seluruh wajahnya yang basah.

It's Love, Real LoveWhere stories live. Discover now