#14: Takut Kehilangan

131K 7.1K 216
                                    

Rea terjaga, telinganya sempat mendengar bunyi yang keras sekali. Seperti sesuatu yang bertabrakan. Ia mengucek matanya sebentar dan mulai bangkit dari ranjang.

Suara apa tadi? Rea bertanya-tanya dalam hati. Ia menyibak sedikit tirainya untuk melihat keluar dimana suara itu berasal. Tapi tidak terlihat apa-apa selain gelap.

Rea yakin kalau suara tadi bukan suara barang yang dijatuhkan kucing atau yang semacam itu. Tapi itu jelas suara benda yang bertabrakan. Rea menjadi tidak tenang. Ia memutuskan untuk melihat keluar, meski perasaan takut menyelimuti dirinya, tapi Rea tetap melangkahkan kakinya menuju pintu kamar.

Saat pintu berhasil ia buka, matanya langsung tertuju pada sesosok orang yang tergeletak di lantai. Ya Tuhan, itu Adrian. Bergegas Rea menyeret langkahnya untuk cepat-cepat menghampiri Adrian.

Tangan Rea mulai mengguncang-guncang tubuh Adrian, tapi tak ada reaksi. Adrian sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ia mulai menyentuh wajah Adrian, dan alangkah terkejutnya Rea mendapati suhu tubuh Adrian begitu panas. Laki-laki itu demam tinggi!

Rea mulai panik. Ia bingung harus melakukan apa. Tapi untunglah kedua tangannya cepat bereaksi dengan mulai memapah Adrian untuk dibaringkan ke tempat tidur. Yang paling dekat adalah kamar Rea, maka tak perlu berpikir dua kali bagi Rea untuk segera menyeret Adrian ke kamarnya sendiri.

Saat tubuh Adrian berhasil dibaringkan di ranjang, Rea mulai melepaskan sepatu Adrian dan melepas dasi yang melingkar di leher Adrian. Rea meletakkan telapak tangannya ke dahi Adrian untuk memastikan lagi kalau Adrian memang demam tinggi. Rea kembali dilanda kepanikan. Suhu tubuh Adrian sangat panas. Dia harus segera di kompres. Ya, sepertinya itulah yang harus Rea lakukan.

Cepat-cepat Rea keluar kamar, menuju dapur untuk mengambil es batu. Ia juga mengambil handuk kecil di lemari pakaiannya untuk mengompres Adrian. Meski sejak tadi Rea sedang asyik terlelap dalam tidurnya tapi melihat kondisi Adrian saat ini benar-benar membuat rasa kantuknya menghilang entah kemana.

Rea sudah meletakkan kompres ke dahi Adrian, wajahnya terlihat semakin cemas. Ia melirik jam, pukul 02.12 dini hari. Ia tidak bisa menelepon dokter untuk datang kesini di waktu seperti ini. Semoga saja Adrian tidak akan kenapa-kenapa, setidaknya sampai Rea bisa memanggil dokter esok pagi.

Ia membolak-balikkan kompres, mengganti airnya dan menaruhnya lagi di kening Adrian. Rea sama sekali tidak berniat untuk melanjutkan tidurnya. Ia akan menjaga Adrian sampai besok pagi. Bagaimana pun Adrian masih suaminya, ia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya itu.

***

Rea menyipitkan mata saat kesadarannya mulai kembali, tapi itu tak lama. Karena di detik berikutnya Rea langsung terbangun. Mendaratkan tatapannya pada laki-laki yang terbaring disebelahnya.

Ya Tuhan, Rea ketiduran. Dan ini sudah pagi. Ia tidak bisa menahan rasa kantuknya saat sedang menjaga Adrian. Awalnya Rea terlalu sibuk memelototi Adrian, mengganti kompres sampai akhirnya tubuhnya berkhianat, tertidur begitu saja disamping Adrian.

"Reeeaaa...." itu suara Adrian, matanya masih terpejam tapi wajahnya bergerak-gerak tidak tenang. Rea langsung mencondongkan wajahnya menghadap Adrian, meraba kening laki-laki itu. Astaga, panasnya sama sekali tidak turun.

"Adrian...apa kau bisa mendengarku..." Rea berusaha mengajak Adrian bicara. Tapi tentu saja itu sia-sia. Adrian masih belum sadar, ia hanya sedang mengigaukan nama Rea ditengah demam tingginya.

Rea buru-buru turun dari ranjang, mencari ponsel dan mulai menghubungi nomor dokter langganan keluarganya saat masih SMA dulu. Semoga saja nomornya masih belum berubah. Karena selain nomor ini Rea sama sekali tidak tahu nomor dokter lain yang bisa ia hubungi.

It's Love, Real LoveWhere stories live. Discover now