#15: Berat untuk Berpisah

136K 7.4K 307
                                    

Ada banyak hal yang Rea pikirkan. Salah satunya adalah soal ayah Adrian yang tiba-tiba ingin memutuskan hubungan keluarga dengan papanya, menyuruh Rea cepat-cepat bercerai dengan Adrian. Dan soal Adrian, apa yang membuat laki-laki itu jatuh sakit? Jujur saja Rea terganggu dengan ucapan Adrian soal 'kehilangan sesuatu yang sangat berharga'. Sesuatu apa yang Adrian maksud itu?

Ah...terlalu banyak pertanyaan yang berkecamuk didalam pikirannya. Tanpa sadar waktu lima belas menit telah berakhir saat ponsel Rea tiba-tiba berbunyi. Rea cepat-cepat meraihnya, melihat nama dan foto yang tertera di layar ponsel adalah orang yang sejak tadi ia tunggu.

"Kau sedang makan?" tanya Vino langsung saat sambungan video call sudah terhubung.

Rea mengangguk. Tapi ia sudah tidak berniat melanjutkan makannya lagi. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Vino.

"Apa kau sudah mulai melakukan sesuatu?" Rea langsung to the point. Wajahnya terlihat serius.

Vino langsung menanggapinya dengan senyuman lantas mengangguk senang. "Aku sudah melancarkan seranganku sejak kemarin. Dan apa kau tahu, Rea, perusahaan ayahku di Indonesia ternyata memiliki banyak sekali mitra bisnis. Saat aku menghubungi mereka, dengan senang hati mereka bersedia membantuku."

Rea mendengarnya dengan seksama. "Lalu..."

"Lalu aku menyuruh mereka untuk menarik saham yang mereka miliki di perusahaan Syahreza. Dan apa kau tahu apa yang Adrian lakukan?"

Rea langsung menggeleng. Ia sudah tidak sabar mendengar kalimat Vino selanjutnya.

"Dia menggagalkannya dengan memberikan saham gratis pada para pemegang saham lain asalkan tidak ada yang menarik saham dari perusahaannya." Vino tersenyum meremehkan. "Aku sudah tahu dia akan melakukan itu, dan sebenarnya itu adalah bagian dari rencanaku."

"Maksudmu?" Rea semakin dibuatnya penasaran.

"Kehilangan saham sebanyak itu pada serangan pertama tentu akan membuat nyali lawan ciut. Mereka harus siap mengorbankan hal lain jika ingin melanjutkan pertarungan ini. Dan dengan nama besar Müller, itu sudah cukup membuat pebisnis manapun ketakutan jika harus melawannya. Dan kau tahu apa yang terjadi selanjutnya, Rea?"

Rea cepat-cepat menggeleng. Perasaannya mulai tidak enak.

"Ayah Adrian menghubungiku dan mengatakan padaku kalau dia menyerah. Dia akan melakukan apapun yang aku minta asalkan tidak meneruskan pertarungan ini."

Tanpa sadar Rea membuka mulut. Sekarang ia tahu, alasan ayah Adrian mendatangi papanya dan memintanya cepat-cepat bercerai.

"Tentu saja aku memintanya untuk memutuskan hubungan bisnis dengan perusahaan papamu, termasuk memutus ikatan pernikahan anaknya."

Ya, Rea sudah menduga hal itu.

"Dan sekarang...kau tidak perlu khawatir lagi Rea. Kau hanya perlu menggugat cerai Adrian dan kau akan bebas. Kau bisa kembali lagi kesini, melanjutkan hidupmu dan kita akan bersama-sama lagi."

Rea tidak sanggup berkata-kata. Hatinya sudah lebih dulu bergemuruh hebat. Semua yang ia dengar sekarang membuat sebagian jiwanya menjerit, sama sekali tidak menginginkan hal ini.

"Kau mendengarku kan, Rea?" Vino bertanya, menyadarkan kebungkaman Rea.

"Hah? Ya, maksudku aku mendengarmu Vino. Aku hanya...tidak percaya dengan apa yang kau katakan barusan," suara Rea terdengar gugup.

Vino tersenyum. "Tidak apa, Rea. Aku tahu kau sangat menginginkan ini. Dan mendapati keinginanmu tercapai membuatmu senang dan masih belum percaya sepenuhnya."

It's Love, Real LoveWhere stories live. Discover now