PART 3

9.3K 243 6
                                    


Aku menatap nanar ke arah ayahku yang sedang menghantarkan para tamu undangan meninggalkan tempat akat nikah. Beberapa dari tamu undangan melemparkan pandangan iba ke arahku. Beberapa lagi saling berbisik mengasihani diriku yang ditinggal mempelai pria di hari pernikahan. Di sampingku, ibuku terisak dan sesekali memeluk tubuhku.

Ya, hari ini seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan dalam hidupku. Hari yang akan menjadi sejarah dalam hidupku. Hari ini hari pernikahanku. Tapi semua itu menjadi angan-angan setelah menerima pesan yang dikirim orangtua mempelai priaku kalau harus membatalkan pernikahan hari ini.

Tentu saja aku tidak langsung percaya dengan pesan singkat sialan itu. Saat setelah membaca pesan tersebut aku langsung menekan tombol call pada layar posel. Bukan jawaban yang aku terima tapi suara operator yang mengatakan kalau posel tersebut sedang tidak aktif.

"Aaaaarrgghhh!!" triakku frustrasi.

Apakah membatalkan pernikahan sama halnya membatalkan janji makan siang bersama? Apakah pernikahan ini sama sekali tidak ada artinya untuknya? Apakah mereka tidak memiliki hati nurani hingga membatalkan pernikahan hanya melalui pesan singkat? Apa sebenarnya alasan Ady membatalkan pernikahan? Lalu kenapa bukan dia sendiri yang mengirim pesan singkat terkutuk itu? Sebenarnya apa yang terjadi? Kepalaku dipenuhi berbagai macam pertanyaan yang membuat kepalaku tiba-tiba sakit dan ambruk seketika.

Seluruh orang yang berada di ruang rias saat ini hanya tertegun melihatku yang tiba-tiba saja berteriak dan seketika berubah menjadi cemas saat setelah tubuhku ambruk ke lantai.

"Cheryl kamu kenapa nak?" ibuku bertanya dengan nada cemas yang sangat kentara.

Melihatku yang hanya bergeming, ibuku meraih ponsel yang sedaritadi aku ganggam dengan erat karena menahan emosi. Layar ponsel yang memang masih menampilkan pesan singkat sialan itu langsung terbaca oleh ibu. Seketika tubuh ibu ikut ambruk di samping tubuhku. Isakan tangispun terdengar tidak lama setelah tubuh ibu ambruk.

Dan disinilah aku sekarang, duduk di kursi yang sebenarnya akan ku gunakan saat mempelai pria mengikrarkan janji suci pernikahan. Memandang kosong ke depan tidak mempedulikan ruangan yang semakin sepi karena sudah ditinggal para tamu undangan. Tidak mempedulikan bisikan-bisikan para tamu undangan yang mencemooh gagalnya pernikahanku.

Tanpa sadar kedua tanganku sudah meraba perut bagian bawahku. Memeluknya erat. Dan ngucapkan janji dalam hati, "Bunda akan merawatmu dengan baik, nak. Walaupun ayah sudah meninggalkan kita, Bunda tetap akan merawatmu dengan sangat baik. Bunda berjanji".

***

Nafasku terengah saat terbangun dari tidur. Setelah pulang dari liburanku dari Surabaya mimpi itu terus saja muncul dalam tidurku seakan menghantuiku. 

Punggung tanganku mengusap keningku yang berkeringat. Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan berusaha memperbaiki detak jantungku yang tidak beraturan akibat mimpi sialan itu.

Aku sandarkan tubuhku pada punggung tempat tidur. Mimpi barusan mau tidak mau membuat pikiranku kembali menerawang pada kejadian lima tahun yang lalu. Setelah lima tahun berlalu dadaku masih saja berdenyut sesak ketika mengingatnya. 

"Apa yang sedang kau lakukan malam ini  dy? Apa kau bisa tidur nyenyak? Apa kau tidak merasa bersalah setelah meninggalkanku begitu saja dihari yang seharusnya menjadi hari pernikahan kita? Apakah kau pernah memikirkanku dan anakmu?"

Mataku terasa panas saat pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah bisa aku tanyakan ini berputar di kepalaku.

"Cheryl, ada apa? Mimpi Buruk?"

Fated to Love YouWhere stories live. Discover now