new life

41.1K 2.5K 18
                                    


Aku mencoba membuka mataku. Matahari sudah naik di atas langit. Meskipun belum sepenuhnya aku melihat matahari. Tapi di sela-sela jendela sudah terlihat jika matahari bekerja dengan baik hari ini.

Aku merentangkan tanganku seperti biasa, dan ketika aku menghadap ke belakang aku melihat laki-laki tidur menghadapku. Sontak aku berteriak “ AKH!!!” laki-laki itu pun kaget mendengar teriakanku “Kenapa?! Ada apa?” tanyanya.

“Ngapain kamu disini?” tanyaku polos.

Raut wajah laki-laki ini datar. “Tidur lah, ini baru bangun. Ngapain sih teriak-teriak?”

“Ngapain kamu tidur di sini maksud nya” tanyaku kekeh.

“Kamu lupa saya itu suami kamu? Kalau bukan disini saya tidur, lalu dimana saya harus tidur?” ucapnya sinis. Dan aku baru menyadari aku lupa jika sekarang sudah menjadi istri orang.

“Maaf aku lupa.” Ucapku penuh sesal. “Lain kali ga pake teriak-teriak. Bisa jantungan saya. Mati muda!” ucapnya kembali tidur.

Aku langsung pergi ke kamar mandi untuk mandi dan melarikan diri dari rasa malu. Yah, wajar saja dong aku shock ada Bima di sampingku dan belum terbiasa.

Selesai mandi, aku melihat Bima bergantian masuk ke dalam kamar mandi. Setelah pintu kamar mandi tertutup aku mulai merapikan penampilan ku. Memakai sedikit makeup, dan mengeringkan rambutku.

Aku dan Bima turun ke bawah untuk sarapan. Di meja makan, tante dan om Bima sudah duduk sedang bersiap-siap untuk makan tentunya tidak ketinggalan mertuaku yang sedang menata makanan di meja itu.

“aduh, pengantin baru turun juga.” Suara Om Deni. Yang katanya adik dari mamerku (mama mertua)

“sini duduk sayang.” Mamer ku menuntunku duduk di samping Bima.

Aku makan sambil sesekali senyum melihat perdebatan yang ada di meja makan ini. canda tawa dan ledek meledekpun dilontarkan semua orang kecuali aku dan Bima.

“Bim, pagi-pagi tuh kudunya pelan-pelan.” Ucap Tante Rara istri dari om Deni.

“Pelan-pelan ngapain,tan?”

“Yah, gituannya Bim. Kesian tuh si Anasz sampai teriak tadi pagi. Kenceng banget lagi.” Ucapnya lagi.

Aku sontak kaget. Teriakan ku tadi pagi disalah artikan oleh seluruh rumah ini.

Tawa ruang makan ini semakin besar ketika mamerku menimpahi “Yah, biarin tuh Ra. Namanya juga masih perkenalan. Teriak-teriak sama luka-luka dikit mah wajar. Kaya ga pernah muda aja kamu.”

Bima hanya senyum-senyum saja. Sedangkan aku, hanya menunduk dan melanjutkan makan. Muka ku ini sudah tidak tau harus di taro dimana.

Setelah makan Bima kembali ke kamar. Sedangkan aku membantu mamerku membereskan meja makan. Aku cukup tau dirilah, sebagai menantu harus membantu pekerjaan seperti ini. toh memang aku terbiasa membereskan rumah.

“Gimana? Bima baik kan sama kamu nasz?” Tanya mamer ku.

“baik kok ma.” ucapku senyum

“Bima memang anaknya pendiem nasz. Jangan heran deh sikap dia begitu. Nanti kamu juga terbiasa. Tapi dasarnya anaknya baik.”

“Ma..”

“Hmm.. kenapa nasz?” ucap mama

“Aku bakal bayar hutang papa ya ma. tapi aku cicil, ga bisa langsung.” Ucapku menatap mata yang sudah mulai keriput itu.

“Ya ampun nasz. Kamu ga usah bayar hutang itu. Mama sudah tidak pikirkan. Maafin mama ya kalau mungkin kamu berpikir mama melakukan pernikahan ini untuk hutang papamu. Tapi tidak nasz. Mama benar-benar suka sama kamu apa lagi kepribadian papa dan mama kamu yang baik.”

Every New Step to Make a New JourneyWhere stories live. Discover now