prologue

63 5 1
                                    

"Diberitahukan kepada Salshabilla Arini kelas 11 MIPA 4 harap segera menuju ke ruang guru sekarang."

"Sekali lagi diberitahukan kepada Salshabilla Arini kelas 11 MIPA 4 harap segera menuju ke ruang guru sekarang. Terima kasih."

-

"Kenapa, Bu?" Lala, panggilan akrab dari nama yang dipanggil oleh guru humas tadi duduk di hadapan seorang guru yang tengah berkutik dengan dokumen-dokumennya.

"Begini," Dian membenahi kacamatanya sejenak. "Ibu minta tolong sama kamu untuk anterin ini ke kelas Ibu-"

Lala berdecak. "Yaelah Ma, minta tolong gini doang formal banget sampe dipanggil dari speaker segala." gadis itu menatap setumpuk buku yang ditunjuk oleh Dian, guru Fisika yang juga menjadi ibunya, dengan gelengan di kepala.

Dian menghela napasnya, "Berapa kali Mama bilang? Jangan panggil 'Mama' kalo lagi di sekolah, nggak enak sama murid yang denger."

"Mama juga sih, mentang-mentang ada anaknya disini jadi bisa memperbudak untuk hal yang nggak penting." cibir Lala, mengambil dua bungkus permen pedas di atas meja ibunya, kemudian mengambil tumpukan buku itu.

"Itu tujuan kamu dimasukin di sekolah ini." Dian terkekeh pelan. "Sekalian panggilin Rafael, ya."

Lala mengerutkan dahinya. "Rafael mana? Lala nggak kenal."

"Dia anak kelas Mama. Kamu bilang aja kalau Rafa dipanggil Mama di ruang guru." Dian menggeser tumpukan buku tulis itu ke hadapan Lala. "Udah sana, bosen Mama lihat muka kamu."

Lala tersenyum kecut seraya melangkah dari ruangan itu. "Permisi, Bu."

Sepanjang perjalanan menuju kelas yang diwali-kelaskan oleh Dian, gadis itu mengomel dalam hati tentang betapa menyebalkannya guru Fisika itu.

Langkah kakinya berhenti saat ia berhadapan dengan pintu yang di atasnya bertuliskan kelas sebelas MIPA enam. Tanpa basa-basi, Lala mendorong pintu tersebut dengan kaki kanannya dan berjalan masuk. Gadis itu menaruh tumpukan buku itu di atas meja guru. "Misi, yang namanya Rafael dipanggil sama Ma- bu Dian di ruang guru."

Penghuni kelas itu tak menghiraukan kehadiran Lala—atau memang tak sadar karena kelas tersebut sangat berisik. Sebagian dari murid lelaki sedang bermain lempar-tangkap bola dan sebagiannya sedang rusuh menonton film dari layar laptop. Sedangkan para gadis tengah duduk melingkar dan bergosip-ria di bagian belakang kelas.

Lala berusaha sabar, kemudian mengambil napasnya lebih dalam. "Yang namanya Rafael dipanggil sama bu Dian di ruang guru!"

Sebagian lelaki yang baru menyadari kehadiran Lala seakan terkejut saat melihat gadis itu di depan kelas. Mereka saling menyikut sembari menampilkan cengiran mereka.

"Ada bidadari MIPA empat cuy!"

"Ngapain Lala kesini?"

"Nggak tahu, tapi suasana kelas langsung berubah gitu ya, jadi adem-adem gimana gitu."

"Beda ya auranya kalo dibandingin sama cewek kelas kita."

Lala berdecak kesal. Mereka terlalu sibuk memerhatikan kehadirannya sehingga mengabaikan pertanyaannya.

Gadis itu sontak mengambil spidol kelas dan menghentakkannya di papan tulis. "Yang namanya Rafael dipanggil-"

"Dipanggil siapa?"

Seorang lelaki tinggi menjulang yang membawa sekotak susu stroberi tiba-tiba memasuki kelas dan menatap Lala dengan bingung. Lala, yang melihat nama lengkap lelaki tersebut pada seragamnya, menaruh kembali spidol di atas meja dan melewati Rafa dengan malas. "Wali kelas lo."

"Eh, tunggu dulu." tepat ketika Lala hendak menarik pintu, Rafa menarik ujung lengan seragam Lala. "Bu Dian emang dimana?"

Dengan sekali hentak Lala melepas tangan Rafa dari seragamnya. "Ruang guru."

Lamat-lamat Rafa menatap punggung Lala yang berjalan menjauh. Lelaki itu menarik ujung bibirnya sebelum membuang kotak susunya dan berjalan ke ruang guru.

-

halo. aku ngepublish ulang cerita ini soalnya ada beberapa hal yang harus diganti. hope u enjoy!!!x

30 November 2020, K.

MisadventureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang