one

34 4 1
                                    

"Kak Rafa," Rafa tersenyum kepada adik kelas yang malu-malu menyapanya di tengah koridor. Lelaki itu kembali berjalan, namun masih dapat mendengar pekikan tertahan dari kedua gadis tersebut.

Tak lama dari situ, rombongan adik kelas lainnya kembali menyapanya, yang dibalasnya dengan anggukan serta senyuman.

"Aduh, kak Rafa senyumin gue!"

"Geer lo, dia lihatnya ke arah gue!"

Rafa menghembuskan napasnya dengan bangga. Menjabat sebagai ketua club futsal serta memiliki wajah yang tampan membuat kesehariannya di sekolah tak luput dengan sapaan serta senyuman dari dedek-dedek gemes SMA Balayudha.

Lelaki itu akhirnya sampai di kantin. Setelah mencari keberadaan ketiga temannya, ia segera menghampiri para lelaki yang sedang menjadi pusat perhatian itu. Walaupun mereka bertiga hanya bercengkrama layaknya manusia biasa, namun pesona mereka mampu membuat para gadis berhenti sejenak dan memperhatikan mereka tanpa berkedip.

"Ke kantin nggak nunggu-nunggu lagi ya kalian." Rafa menjitak ketiga temannya yang duduk santai dengan mangkuk kosong di hadapan masing-masing.

Dino, ketua club basket SMA Balayudha, terkekeh sembari meringis memegangi kepalanya. "Lo lama banget, sih, diomelin bu Dian lagi?"

Rafa duduk di sebelah Dino sembari menggeleng menjawab pertanyaan temannya itu. "Bukan diomelin lagi, gue dihukum bersihin toilet."

Ketiga temannya sontak tertawa. Tirta, sang wakil ketua OSIS, menegak air mineralnya sebelum menimpal. "Lain kali nggak usah bawa tas sekalian, biar bu Dian bisa makin puas ngehukum lo."

Rafa memutar kedua bola matanya sementara ketiga temannya tertawa makin terbahak. Sudah empat hari berturut-turut ia bermasalah di mata wali kelasnya. Di hari pertama, Rafa lupa membawa vas bunga untuk pelajaran prakarya. Hari kedua, ia terlambat dan tidak mengerjakan tugas bahasa inggris. Hari ketiga, ia lupa membawa alat musik untuk mengambil nilai di mata pelajaran seni budaya. Sementara hari ini ia kembali terlambat sehingga tidak mengikuti ulangan fisika. Di hari pertama hingga ketiga ia hanya diomeli oleh Dian dan guru yang bersangkutan dan berjanji untuk tak mengulangi lagi, namun hari ini wali kelasnya memberi Rafa hukuman membersihkan toilet dan berjanji akan memberi hukuman yang lebih parah jika besok lelaki itu masih mengulanginya lagi.

Rafa mengacak rambutnya dengan gusar. "Waktu kelas sepuluh gue nggak pernah dihukum sampe kayak gini."

Alvin, wakil ketua club futsal, terkekeh setelah melahap habis baksonya. "Itu kelas sepuluh, Raf, jaman dimana lo masih dianggap adaptasi sama sekolah. Wajar lah kalo sekarang lo dihukum kayak tadi."

Rafa mencibir kala kedua temannya yang lain menyetujui pernyataan Alvin. Tanpa berbicara apapun, lelaki itu beranjak dari tempatnya dan berjalan ke gerai bang Gatot untuk memesan makan siangnya.

Ketika ingin membayar, pandangannya teralihkan kepada seorang gadis berambut sebahu yang kini berdiri di sampingnya. Gadis yang tadi memanggil dirinya karena perintah dari wali kelasnya.

"Cirengnya dua ya, Bang. Nggak usah pake' saos."

Lala menolehkan pandangannya, merasa risih karena sedari tadi Rafa memerhatikannya dengan lamat. Lelaki itu tak kunjung memutuskan tatapannya, membuat Lala langsung memalingkan pandangannya dan mengambil bungkusan cirengnya setelah membayar.

Tersadar, Rafa mengerjapkan matanya, memberi selembar uang sepuluh ribuan kepada bang Gatot dan kembali ke mejanya dengan plastik berisi gorengan hangat di tangan. Saat duduk, pandangannya kembali tertumbuk pada Lala yang terjebak dalam keramaian saat ingin keluar dari kantin. Spontan Rafa tertawa kecil saat melihat Lala mendecak dan menghentakkan kakinya dengan kesal.

MisadventureWhere stories live. Discover now