three

23 3 1
                                    

"Makanya kalo jalan lihat-lihat." Lala mendecak seraya mengoleskan obat merah di lengan sahabatnya. "Udah tahu licin, masih aja lari-larian."

"Aduh, pelan-pelan!" ringis Sarah kesakitan, kemudian ia memanyunkan bibirnya. "Lo tahu sendiri bu Dian nggak nerima murid yang terlambat kalo bel masuk udah selesai bunyi."

Lala memutar kedua bola matanya, ibunya memang selalu disiplin jika berurusan dengan waktu. Koreksi, terlalu disiplin.

"Untung aja siomay gue udah sempet gue habisin tadi." ujar Sarah sembari membantu Lala merekatkan plester di lengannya. "Untung juga ada lo, kita jadi bisa bolos di UKS." lanjutnya sembari menyengir.

Lala terkekeh kecil, kemudian lanjut mengobati lutut Sarah yang juga terluka.

Pintu UKS tiba-tiba terbuka. Lala dan Sarah sontak menoleh, melihat bayangan seseorang yang menembus melalui tirai yang menutupi bilik tempat mereka berada. Orang itu sempat menghampiri meja penjaga UKS sebelum kembali melangkahkan kaki keluar dari UKS.

"Siapa?" Lala menggeleng menjawab pertanyaan Sarah. Setelah mengobati luka teman sebangkunya, Lala beranjak dan menaruh kotak obat di atas meja penjaga.

"Wah, cokelat!" Sarah mendadak antusias saat melihat sebatang cokelat dengan catatan kecil bertuliskan 'Untuk Lala' berada di atas meja tersebut. "Fans lo berulah lagi, La!"

Lala menggumam. Ia menaruh cokelat itu ke dalam laci yang berisi lebih banyak cokelat dan manisan lainnya, membuat Sarah takjub saat melihatnya.

"Yang ngasih semua ini orang yang sama?" tanya Sarah sembari mencoba menghitung jumlah manisan disana. "Banyak banget."

Lala menggeleng. "Ada beberapa cowok yang ngasih terang-terangan di depan gue."

Sarah masih sibuk menghitung cokelat dan permen di dalam laci tersebut. "Lo seriusan nggak tertarik sama salah satu dari mereka?"

Lala kembali menggeleng. Sarah dengan cepat menahan tangan sahabatnya yang hendak menutup laci tersebut. "Buat gue, ya?"

Lala terkekeh saat melihat wajah berbinar Sarah. Saat gadis itu mengangguk, Sarah dengan cepat mengambil beberapa batang cokelat dan permen hingga kedua tangannya penuh.

"Kayaknya cowok yang tadi naksir berat deh sama lo." ucap Sarah sembari membuka bungkusan permen. "Rajin banget nganter ginian ke UKS segala."

Lala mengangkat kedua bahunya acuh. "Gue aja nggak tahu mukanya yang mana."

"Makanya cari tahu, dong!" tutur Sarah semangat. "Siapa tahu ganteng. 'Kan lumayan bisa buat lo nggak jadi jomblo bulukan lagi."

Saat Sarah terbahak menertawakan leluconnya sendiri, pintu ruangan tersebut kembali terbuka, memperlihatkan seorang lelaki tampan yang terlihat menutupi lengannya. Saat kedua bola mata mereka bertemu, ekspresi wajah Lala mendadak berubah, dengan segera ia memalingkan wajahnya dan melangkah mundur menjauhi lelaki tersebut.

"Lo kenapa, Dhit?" ujar Sarah kepada lelaki tersebut. Adhit, sang ketua OSIS tampan di sekolah mereka, terlihat meringis ketika memerlihatkan lengan kirinya yang mengeluarkan darah.

"Nggak sengaja kena kaca pecah di toilet, Sar." jawaban Adhit sukses membuat Sarah bergidik ngeri. Gadis itu berbalik memasuki bilik, tak berani melihat luka di lengan siswa nomor satu itu.

Lala menegak salivanya. Ia berusaha menenangkan jantungnya yang mendadak berdetak lebih kencang. Gadis itu berusaha keras untuk tidak menampakkan perubahan raut wajahnya. Ia harus bisa menyingkirkan hal pribadinya di kondisi seperti ini.

MisadventureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang