Dua

3.4K 139 2
                                    

Aku tak menyangka, secepat itu dia pergi. Secepat itu dia meninggalkan kami. Meskipun dia selalu menyakiti ibu, dia tetap papaku. Aku menyayanginya.

Kematiannya tak wajar. Itu yang membuatku resah. Pembunuhannya pasti telah terencana dengan baik. Kepalanya hampir terputus, alat kelaminnya terpotong-potong. Aku tak kuasa melihat jasadnya. Sangat tragis. Aku tak bisa membayangkan siapa yang tega memotong-motong bagian tubuhnya seperti itu? Mungkin dia memiliki seorang musuh psikopat? entahlah aku tak mengerti. Aku hanya bisa menangis sekarang.
Sepulang dari pemakamannya siang tadi, aku terus mengurung diri di kamar. Aku menangisi kepergiannya.

2 hari sudah berlalu. Aku menghabiskan waktu 2 hari itu hanya dengan berdiam diri di kamar. Aku tidak masuk kuliah, bahkan makanpun Ibu yang membawakan. Aku larut dalam kesedihan. Sosoknya yang selalu kurindukan kini telah pergi. Aku teringat ketika aku masih kecil. Aku selalu menunggunya pulang setelah bekerja pada sore hari. Dia selalu membawa sesuatu untukku. Entah itu makanan, mainan atau apapun. Dan jika dia tak membawa apa-apa, aku akan marah padanya. Dia begitu baik padaku. Semua yang aku ingin selalu dia beri. Tapi tidak pada kakakku Harry. Dia tak pernah menuruti keinginan Harry. Dia seolah tak ingin Harry ada. Itu sebabnya Harry membenci ayah.

Aku mencoba menghibur diri dengan mendengarkan lagu lagu dari band favoritku. Kurasa ini akan sedikit membantu.

"Dea.. Ini gue Kaela. Gue boleh masuk kan?" Tanya seseorang dari balik pintu.

Aku sedikit tak mendengar karena earphone yang mengahalangi gendang telingaku. Aku melepasnya, berjalan menuju pintu. Kurasa tak ada salahnya aku bertemu orang orang hari ini. Aku juga sangat jenuh dengan 2 hari ini.
Aku memutar kenop pintu. Muncul dua orang yang kukenal baik di balik pintu.
Aku sedikit tersenyum.

"Akhirnya lo mau buka pintu juga," ucap gadis berambut cokelat itu bersyukur.

"Iya Dea, akhirnya! Kita capek tau bolak-balik kesini terus tapi lo nya gamau ketemu kita," timpal Edward.

Aku sedikit tertawa, dan membiarkan mereka masuk.
Kemarin mereka juga kesini untuk menemuiku, bahkan 2 kali dalam sehari. Tapi aku belum mau menemui siapapun, jadi kedatangan mereka hanya sia sia.

"Gimana keadaan lo sekarang? udah baikan?" Kaela mengintrogasiku.

"Udah lumayan baik kay. Eh, keluar yu guys. Gue bosen nih. Lagian gabaik kan kalo gue terus terusan ngurung diri kaya gini?" ajakku pada Kay dan Ed yang membuat mereka membulatkan matanya.

"Serius kay? lo yakin udah gapapa?" tanya Ed memastikan.

"Iya Ed! Gue bete sumpah. Kalian mau gak? Kalo gamau yaudah," aku memanyunkan bibirku.

"Yuk De. Tapi kita mau kemana? Mall? atau Cafe? gue lagi males kalo itu." ucap Kay tak bersemangat.

"Nonton aja yu! Kebetulan Film yang gue tunggu tunggu hari ini tayang di bioskop," ujarku semangat.

"Maksud lo Dear Nathan? Katanya lo gak suka film ABG romance kek gitu?" Kay menaikkan alisnya bingung.

Dear Nathan? Film apa itu? Judulnya saja baru kudengar hari ini, mana mungkin aku menunggu filmnya. Aku saja tidak tahu apa apa dari film itu. Lagian emang film itu terkenal ya?

"Ish bukan kay! Ituloh film Hollywood Action yang pernah gue ceritain itu! Masa lo lupa sih! Lo inget gak Ed?"

"Iya iya gue inget! Yuk jalan! Gue juga nunggu nunggu tuh film."

Aku hanya sedikit merapikan rambutku dan mengambil tas selempangku. Aku ini tipikal cewek yang jarang dandan, gak kaya Kaela yang kemana mana harus dandan, lama lagi. Di sepanjang perjalanan Kaela terus menanyakan film yang akan kami tonton itu. Mulai dari siapa aktornya? Ganteng atau enggak? alurnya gimana? produsernya siapalah? Hehh, memang Kayla keponya kelewatan.

When Psycho Fallin in LoveWhere stories live. Discover now