Enam

1.9K 83 2
                                    

Aku baru membuka mata saat sinar terang perlahan masuk ke dalam kamarku. Rupanya hari sudah siang atau mungkin sore.
Tadi pagi sekitar jam delapan, aku langsung pergi ke alam mimpi karena merasa sangat lelah setelah beberapa hari melakukan kemah.

Aku mencari keberadaan jam dinding, lalu menyipitkan mata untuk memastikan pukul berapa sekarang. Jarum pendek jam itu menunjuk pada angka dua, yang artinya ini jam dua siang. Aku sempat kaget karena tidur siangku menghabiskan waktu enam jam, tidak biasa. Ini pasti karena aku kelelahan.

Aku beranjak dari posisiku untuk mengambil ponselku yang berada di atas nakas, kemudian kembali duduk di piggiran ranjang.
Ada notifikasi disana.

Two unread messages.

Edward Jacq : Dea, lo udah bangun belom?
Edward Jacq : Ke taman kota yuk?

Pesan yang kedua baru masuk sepuluh menit yang lalu, lantas aku buru-buru menjawab.

Deanna Valen : Gue baru bangun. Taman kota? boleh tuh. Tapi gue mandi dulu ya.

Edward Jacq : Kebo amat lo. Perlu gue jemput nggak?

Deanna Valen : Bodo. Nggak perlu, gue bukan anak kecil. Kita ketemu disana aja.

Edward Jacq : Ok.

Setelah itu, aku bergegas menuju kamar mandi. Tak perlu waktu lama, sepuluh menit saja sudah selesai.

Aku memandangi kembaranku di cermin. Jeans hitam, kaus lengan pendek bertuliskan Nirvana membalut tubuhku. Aku hanya menguncir rambut panjangku satu di belakang. Simple memang, tapi inilah gayaku. Aku mengambil tas selempangku dan ponsel yang sudah kusiapkan di atas nakas. Lalu keluar dari kamar dan menuju pintu utama.

Harry memanggilku saat aku baru saja turun dari lantai dua.

"Mau kemana?" Harry yang tengah duduk di sofa memandang ke arahku.

"Mau ke taman kota, mau ketemuan sama Ed dan Kaela. Kenapa? Lo mau ikut?" Aku menjawab tanpa menghentikan langkahku.

"Dijemput atau naik taksi?"

"Naik taksi."

"Gue anterin aja, biar hemat." Harry beranjak dari sofa dan pergi ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil tanpa mematikan televisi yang masih menayangkan film Tom And Jerry. Kebiasaan.

Aku hanya memutar bola mataku, dan menunggunya kembali dengan kunci mobil ditangannya.
Heran, dia tidak pernah membiarkanku pergi sendirian. Meskipun hanya ke kampus atau ke taman. Memang sih, dengan itu berarti dia peduli padaku dan ingin menjagaku. Tapi kan aku ini sudah besar. Aku juga bisa menjaga diriku sendiri. Jadi aku terlihat manja kalau seperti ini. Padahal ini bukan kemauanku.

"Yuk."

"Hmm." Aku mengikutinya dari belakang dan masuk ke dalam mobil dan duduk disamping jok pengemudi.

Sesampainya di taman, aku mengedarkan pandangan mencari kedua temanku. Sudah sepuluh menit tapi belum kelihatan juga. Dimana mereka?

Lantas aku mengambil ponsel di dalam tas dengan tujuan untuk menelfon salah satu di antaranya.
Pas sekali. Panggilan masuk dari Ed saat aku barusaja mengunlock ponselku.
aku menggeser warna hijau ke kanan, lalu menempelkan benda pipih ini ke telingaku.

"Halo, Ed lo dimana sih? Gue udah sampe nih tapi nggak ngeliat lo sama sekali."

"Coba deh lo balik badan, liat ke arah kursi deket pohon."

When Psycho Fallin in LoveWhere stories live. Discover now