Lima Belas

675 28 2
                                    

Setelah kejadian tadi siang yang membuat Dea kehilangan kesadarannya, Edward terpaksa meninggalkan kelasnya untuk menjaga Dea di rumah sakit kampus. Lalu ia mengantarkan Dea pulang tidak lama setelah Dea sadar.

Pikirannya kalut, emosi cowok itu kembali tersulut. Beraninya David membuat Dea pingsan di depan kampus. Meskipun secara teknis, David tidak berniat melayangkan pukulannya pada gadis itu, melainkan pada dirinya. Tetapi, tetap saja. David telah membuat gadis yang dicintainya terluka. Edward sangat membenci itu.

Saat ini, dua sejoli itu sedang saling diam di sofa yang sama di rumah Dea. Dengan Dea yang memposisikan dirinya berbaring, sedang Edward duduk di sampingnya. Pandangannya masih ia tujukan pada gadis di sampingnya.

Merasa tidak nyaman dengan keadaan hening selama hampir tiga puluh menit ini, akhirnya Dea memilih untuk bersuara.
"Ed, ini udah mau jam satu siang. Kalo lo mau pulang, pulang aja. Gue nggak pa-pa kok." Ujar Dea sembari menatap lawan bicara.

Edward menggeleng kuat, "Gue nggak akan ninggalin lo sendirian dalam keadaan seperti ini Dea."

"Ed gue nggak pa-pa. Kan tadi udah makan, lukanya udah lo obatin juga. Lo udah bolos juga demi jagain gue."

"Yaudah, gue bakal pulang kalo Ibu atau Kakak lo udah balik."

"Tapi Harry pulang kerja jam empat sore. Sedangkan Ibu biasanya pulang jam lima."

"Enggak, gue tetep mau disini sampai salah satu dari mereka pulang!"

Dea terlihat mengembuskan napasnya kasar. "Iya deh terserah."

Beberapa menit setelah itu, keadaan kembali hening. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing, sampai Edward memberanikan diri memulai percakapan lagi.

Edward menarik napas mantap, menatap gadis yang tengah memejamkan mata itu lekat-lekat.

"De...."

"Hmmm."
Dea tidak menoleh, bahkan sedakar membuka mata pun tidak.

"De gue mau jujur sama lo. Tentang..., perasan gue sama lo."

Edward berhenti sejenak, menunggu respon dari Dea. Namun anak itu tidak merespon, dipikirnya mungkin Dea tengah menunggu kelanjutan ucapannya.

Edward menundukkan kepalanya, memejamkan matanya kuat-kuat, ia sedang mencoba meyakinkan dirinya sendiri untuk mengungkapkan itu.

"Lo tau kenapa gue nggak mau pulang sebelum ibu atau kakak lo balik? Sebenernya selama ini gue mau jaga lo terus De, gue nggak mau liat lo kenapa-napa. Gue pengen selalu ada buat lo, kabulin semua permintaan lo. Tau kenapa gue lakuin ini sama lo? Bukan karena lo itu sahabat gue De, bukan. Kaela juga sahabat gue, tapi ini beda.
Gue ngelakuin ini semua karena gue sayang sama lo De, gue..., suka sama lo."

Akhirnya sudah ia keluarkan semua yang mengganjal hatinya, dan kini ia lega telah bisa mengungkapkan itu.

Masih tidak ada jawaban dari gadis yang ia ajak bicara, meski Edward tetap menunggu, mungkin Dea masih tidak percaya.

Tetapi sudah lima menit terhitung dari Edward selesai bicara, tidak ada jawaban ataupun sanggahan, bahkan tidak ada suara sama sekali.

Atau jangan-jangan anak itu....

Ia bangkit dari duduknya dan melihat wajah Dea. Dan benar. Gadia itu tengah tertidur pulas.

Sialan. Apa gadis itu tertidur sebelum mendengar semua ungkapan perasaannya?
Ah! Sudah capek-capek Ia merangkai kata menjadi kalimat yang bahkan klise seperti itu, dia malah enak-enakan tidur. Tidak tahu apa, kalau jantung Edward sekarang sudah seperti bom yang mau meledak akibat membayangkan jawaban darinya.

When Psycho Fallin in LoveWhere stories live. Discover now