Tiga Belas

803 25 3
                                    


Mobil milik Harry telah terparkir sempurna di teras rumahnya ketika Dea dan Ibunya berniat menyambut kepulangan Harry.


"Hazzaa!! Aaaaa gue kangen banget!!" Teriak Deanna yang lari menghampiri kakaknya dan kini memeluk erat. Sang ibu tersenyum.

"Lebay amat De, hehe."

Setelah pelukannya lepas, Harry mencium tangan ibu.

Harry menyerahkan dua kantong plastik berisi oleh-oleh. "Bu, ini Harry beliin peuyeum sama mochi asli Bandung."

"Waahh, makasih ya kamu udah mau beliin peuyeum buat Ibu. Ibu inget banget, terakhir kali makan peuyeum setahun yang lalu waktu dibeliin Ayah."

Dea, yang kini berdiri di samping kanan kakaknya memandang lesu dengan bibir yang dimajukan serta alis yang hampir bertaut.

"Kak, oleh-oleh buat gue mana?"

"Nggak ada."

"Ih kok gitu! Nggak sayang ya sama adeknya? Huh." Dea membalikkan badan menjadi memunggungi sang kakak, melipat kedua tangannya di depan dada. Khas anak gadis jika sedang merajuk.

Ibu dan Harry hanya tertawa melihat kelakuan gadis itu.

"Ibu bikinin teh dulu ya, kamu pasti capek kan habis perjalanan jauh."

"Iya bu."

Setelah Ibu tidak terlihat lagi di balik pintu, Harry mencolek-colek bahu adiknya. Membujuknya agar tidak lagi merajuk.

"Dea." panggilnya dengan nada manja.

"Hemm."

Gadis itu tidak menoleh sedikit pun.

"Kok marah?"

"Suruh siapa beliin oleh-oleh buat Ibu doang? Nggak sayang adik emang."

"Haha." Tawanya renyah, tanpa beban. Harry gemas lantas memeluk adiknya dari belakang, dikalungkannya tangannya di leher Dea.

Kepala Dea ia dongakkan dengan tangannya, memaksa Dea menatap wajah kakaknya dengan susah payah.

"Gue sayang adik gue ko. Sayaaaaang banget." Senyumnya ia buat selebar mungkin. Hingga giginya terlihat dari celah kedua bibir.

"Tuh oleh-oleh khusus buat lo ada di mobil." Lanjut Harry.

Mendengar itu, Dea lantas memutar tubuhnya tidak lagi membelakangi Harry.
"Beneran ada buat gue?"

"Yaiyalah, mana tega gue nggak beliin oleh-oleh buat lo."

"Yeu, gue kira kan lo nggak sayang gue."

Senyuman mengembang lagi di bibir Harry, masa-masa yang paling membahagiakan untuknya kembali hadir. Saat Dea bersikap manja padanya, dan ia dengan gampangnya menunjukkan kasih sayang yang ia miliki, yang lebih dari sekadar seorang kakak. Seolah Dea adalah gadis miliknya, yang akan ia genggam selalu untuk selamanya.

Harry mengacak ujung kepala Dea lembut, "Gue sayang elo Deanna! Sana ambil sendiri oleh-olehnya."

"Siap kakak tersayang!"

When Psycho Fallin in LoveWhere stories live. Discover now