Sembilan

1K 44 11
                                    

Edward POV

Entah mengapa hatiku panas setiap kali Dea menyebut nama 'itu', apalagi saat dia memujinya seperti sekarang. Geram sekali rasanya.

"Lo nggak ada bedanya sama Harry. Egois."

Dia bahkan menyamakanku dengan kakaknya yang menurutnya egois, dan baginya David lebih baik.

Dengan kesal, aku meninggalkan kelas. Persetan dengan jam kuliah yang sebentar lagi akan dimulai. Telingaku terlalu panas untuk terus mendengar nama 'itu' lagi.

Sebenarnya aku tidak terlalu kaget saat tahu dia pulang bersama David kemarin, karena sebenarnya aku pun sudah tahu. Kakaknya lah yang menelfonku kemarin. Bahkan, Harry mempercayaiku untuk menjaga adiknya. Aku senang bukan main. Itu artinya, aku sudah mendapat lampu hijau saat David bahkan dibenci Harry.

Langkahku tertahan saat mendengar ponselku berdering. Saat ku ambil dari saku dan kulihat ID caller yang tertera di sana.

Harry

Dengan segera aku men-swipe layar hijau.

"Iya kak?"

"Sorry gue nelfon lo sepagi ini. Gue cuma mau tanya, Dea sampai dengan selamat kan di kampus?"

"Iya kak. Sampai kok, dia tadi naik taksi dan turun pas gue sampe."

"Syukur deh kalo gitu. Tadi gue nggak sempet nganter dia, soalnya ada kerjaan mendadak. Dan sialnya bos nyuruh gue dateng sepagi tadi."
Tanpa aku minta, Harry menjelaskan semuanya padaku. Sepertinya Harry memang sudah percaya padaku.

"Oh, iya kak. Gue kira lo masih marah sama Dea. Soalnya tadi Dea bilang gitu."

"Enggak ko, gue gabisa marah lama sama dia. Lo inget pesan gue. Jaga adik gue sebisa lo. Jangan sampe David ganggu dia. Kalo bisa, jangan biarin Dea ketemu sama bocah sialan itu. Gue percaya sama lo. Jangan sia-siain kepercayaan gue."

"Siap kak. Sebisa mungkin gue bakal jagain Dea."

"Ok. Thanks ya Ed. Gue mau lanjut kerja."

"Oke ka." Sambungan telepon terputus sepihak.

Yess... Senyuman kembali memenuhi wajahku. Satu kepercayaan lagi yang ku dapat.

Aku mengurungkan niat ku untuk ke kantin, kemudian memutar kaki dan kembali ke kelas.
Aku mempunyai tugas penting sekarang, menjaga Dea dari David.

***

Kantin mulai dipenuhi mahasiswa sosiologi, bahkan ada juga mahasiswa jurusan lain yang mampir ke kantin ini. Mungkin sekadar untuk temu kangen dengan temannya, atau hanya ingin makan siang di kanting yang terkenal dengab nakanannya yang paling enak dan tempatnya yang paling bersih.

Tak lain halnya dengan Kaela. Gadis itu tengah berlari kecil menuju meja yang kini ditempati sahabatnya, Dea dan Edward.
Nampak ada sesuatu penting yang harus segera ia beri tahu.

Napasnya ngos-ngosan saat Kaela sampai di meja dan disambut tatapan penasaran kedua temannya.

"Huh... Huh... Bagi minum ya Dea," tanpa persetujuan, gadis itu merebut segelas es jeruk milik Dea dan meminumnya sampai tersisa setengahnya. Kemudian dikembalikannya gelas itu dan duduk di berhadapan dengan keduanya.

"Kenapa harus lari-lari gitu sih Kay, jadi tinggal sedikit minum gue," ujar Dea lesu.

"Iya Kay, ada apa?" Edward angkat bicara.

"Gini De, Ed. Tadi Hans buru-buru balik sehabis jam kuliah, katanya dia mau jenguk kakaknya di rumah sakit."

Perkataan Kaela membuat Dea melebarkan matanya tak percaya. "Loh, Memangnya David kenapa Kay? Kemarin sore dia masih baik-baik aja habis nganterin gue. Apa jangan-jangan dia sakit karena kehujanan?"

When Psycho Fallin in LoveWhere stories live. Discover now