PROLOG

21.8K 342 17
                                        


Ridho terus menelusuri lorong gelap tanpa ujung itu. Mencari sebuah ruangan yang dirahasiakan oleh pihak sekolahnya. Derap langkahnya menggema disepanjang lorong yang sunyi itu. Hampir satu jam ia menelusuri tiap lorong yang ada, namun ia tak kunjung menemukan ruangan itu.

Cahaya lampu senter yang ia bawa menari-nari menembus kegelapan lorong yang ia lalui. Ia telah melewati gedung asrama putri. Jika petunjuk yang ia dapat benar, harusnya ia telah menemukan ruangan itu.

"Asrama putri, kekiri, didekat pohon kersen, ah itu dia!" serunya.

Ridho bergegas menuju pohon kersen didekat asrama putri. Ia tersenyum puas. Seperti yang ia dapatkan. Dibalik tembok yang telah tertutup tanaman merambat itu tersembunyi sebuah pintu kayu tua. Pintu itu masih sangat kokoh, seolah tidak termakan oleh usia.

Perlahan ia memperhatikan sekitarnya. Aman. Ridho membuka pintu itu. Senyum kembali terukir diwajahnya. Pintu itu, entah sengaja atau tidak, dibiarkan tidak terkunci. Ridho memasuki ruangan didepannya. Namun tanpa ia sadari, pria yang memberinya petunjuk tengah memperhatikannya.

***

"Ruangan ini benar-benar tidak terurus, pantas saja pihak sekolah menutup ruangan ini!"

Ridho menelurusi ruang rahasia itu. Mencari sesuatu.

"Nah itu dia!"

Dengan hati-hati, Ridho mengeluarkan semua benda yang ia bawa. Ia mulai meletakan barang bawaannya dimeja kecil didepannya.

"Kalau rumor itu benar, akan ku buktikan sekarang!"

Ridho mengambil sebuah cutter dari dalam tasnya. Melukai tangannya sendiri hingga darah segar mengalir perlahan. Dengan darahnya sendiri, ia menggambar sebuah pentagram diatas meja tersebut. Dengan hati-hati, ia membalut lukanya sebelum melanjutkan pembuktiannya.

Perlahan ia meletakkan lilin hitam ditengah-tengah pentagram, menyulut sumbu dan membiarkan cahaya temaram dari lilin itu menerangi ruangan tersebut. Ia mengambil dupa dan mulai membakarnya. Ia mengumpat, ia selalu benci akan bau dupa yang menyengat. Namun demi pembuktiannya, ia menahan semua itu.

Semua telah siap. Ridho mengeluarkan catatan kecil dari saku celananya. Perlahan, dengan suara lantang ia membaca mantera itu.

"Gerbang dunia orang mati,

Arwah-arwah penasaran,

Datanglah kemari,

Aku membawa darah untukmu,

Bangkit dari kematianmu,

Bawa kembali jasadmu kemari,

Kuasa roh jahat,

Bangkitlah"

Tak ada perubahan.

"Aneh, apa yang salah?"

Ridho memeriksa kembali semua yang ia kerjakan. Tak ada yang salah. Ia mendesah.

"Huh, harusnya aku tahu ini hanya tipuan!"

Ia hendak pergi. Namun suhu udara disekitarnya turun drastis. Bulu kuduknya meremang. Ia terpaku. Belum sempat ia menoleh kebelakang, sebuah tangan yang telah membusuk menepuk pundaknya. Semua suara yang hendak ia keluarkan menguap, menyisakan rasa takut. Takut yang teramat sangat.

Makhluk itu mebalik tubuh Ridho yang tak mampu bergerak karena ketakutan. Memperlihatkan sosok manusia yang telah menjadi mayat hidup. Memamerkan taring yang mencuat dari mulutnya. Seluruh teriakan yang dapat ia keluarkan telah menguap, menyisakan kesunyian. Dan dalam kesunyian itu, dengan cepat, kepala Ridho telah terpisah dari tubuhnya.

***

Pria itu mengamati dari luar.

"Selamat makan anakku, sebentar lagi kau akan kembali hidup!"

***

to be continued

DANURWhere stories live. Discover now