PART XIV

2.2K 43 0
                                        


"K...kau!" Batara tak percaya akan apa yang ia lihat. Pemuda dihadapannya tersenyum sinis.

"Kau terkejut Batara! Wajar saja, karena inilah diriku yang sebenarnya!"

"Ti...ti...tidak mungkin! Ini pasti lelucon kan?" Vina terbata-bata saat melihat siapa yang berada dihadapan mereka.

"Ta...tapi kau kan..."

"HAHAHAHAHA....cukup mudah ternyata mengelabui kalian semua! Ya inilah sosok asliku, Chandra Adi Bramasta! Atau haruskah aku memperkenalkan diriku dengan nama yang biasa kalian kenal?" pemuda itu makin melebarkan senyumnya, senyum yang mengerikan, "OMI RIZKY!"

"Tapi ini tak mungkin, kau selalu bersamaku saat semua kematian itu terjadi, bahkan saat kematian kak Naura, Dara, Raga dan Elang!" Batara masih tak mempercayai pengelihatannya. Ia merasa ini hanyalah ilusi.

"Apa kau tak sadar Batara, aku telah lama meninggal! Dan ingat aku memiliki kemampuan supranatural, sangat mudah untukku membunuh seseorang tanpa berada didekatnya!" ucap pemuda itu. "Omi Rizky yang selama ini kalian kenal hanyalah alter ego yang kugunakan agar aku bisa mendapatkan energi kehidupan kalian semua!"

"Pantas saja aku selalu merasa ada hal aneh tentang mu! Ternyata kau telah menyempurnakan bakatmu!" ucap Yuuki penuh penekanan. Tangannya menggenggam erat sebuah jimat.

"Tentu saja, ini berkat darah segar dari korban-korbanku! Dan sekarang giliran kalian!"

Omi mengangkat tangan kanannya. Ia kembali mengembangkan sebuah senyum. Senyum yang penuh kebencian. Perlahan ia mulai melontarkan kata-kata dalam bahasa asing. Tak ada yang mengerti apa yang ia ucapkan. Angin mulai berhembus kencang. Perlahan bersatu dan menjadi pusaran kecil. Langit yang semula cerah berubah keruh. Tak ada lagi bintang yang bertaburan dilangit. Tak lagi nampak cahaya bulan purnama. Kini hanya awan keruh yang menutupi langit malam yang kian mencekam. Malam membisu untuk sekian detik. Sampai suara puluhan kepakan sayap burung memecah kesunyian itu.

RRRWWOOAAKKK

Suara koakan burung gagak yang berkumpul terdengar kencang. Suara yang mengantarkan malaikat maut turun ketempat itu. Puluhan bulu hitam pekat berjatuhan. Puluhan mata menatap mereka. Mata-mata haus darah milik burung gagak. Sebagian dari mereka terbang berputar membentuk sebuah pola rumit. Omi kembali mengembangkan senyumnya.

"Nikmati hidangan kalian!" ucapnya pelan. Bersamaan dengan itu, puluhan burung gagak bergerak menerjang Yuuki dan empat remaja itu.

"SELAMATKAN DIRI KALIAN!!" seru Yuuki sambil berusaha menghalau burung gagak itu.

Keempat remaja itu segera berlari menyelamatkan diri. Mereka berusaha mati-matian menghindari serangan gagak-gagak haus darah itu.

AAAARRRGGHHHH....!!!

Sebuah teriakan terdengar disela bunyi nyaring yang dihasilkan burung-burung itu. Mereka berhasil menyerang Mulia. Tubuh pemuda itu tersungkur. Darah segar mengalir dari bahunya yang terluka. Batara bergegas menghampirinya.

"Mulia kau tak apa-apa?" Batara mengguncang tubuh Mulia. Pemuda itu meringis kesakitan.

"Tak usah pikirkan keadaanku, pergi selamatkan diri kalian!" ucap pemuda itu sambil menahan sakit.

"Tidak, kita semua harus tetap hidup! Tak boleh ada tubuh yang terjatuh lagi disini!"

Batara berusaha memapah tubuh Mulia. Ia membantu temannya berjalan. Mereka tetap berusaha menghalau gagak-gagak itu agar tak menyerang mereka berdua. Batara agak kewalahan karena ia harus tetap bertahan dari keadaan ini. Langkah Mulia terseok, ia harus menahan rasa sakit yang luar biasa.

"Sebaiknya kau tinggalkan aku Bat, aku akan menjadi beban!"

"Hentikan ocehanmu! Aku tak mau melihat orang lain meninggal begitu saja saat aku masih bisa menyelamatkannya!"

"Hei disini!" seru seorang gadis dari balik sebuah pintu.

"Kak Mutya!"

Batara bergegas membawa Mulia kearah ruangan itu. Ruang TU yang cukup luas bisa menjadi tempat perlindungan sementara untuk mereka.

***

"Beruntung luka temanmu tak terlalu parah!" wanita itu membalut luka di bahu Mulia.

"Batara kau tak apa-apa kan?" tanya Vina khawatir.

"Tenanglah aku tak apa-apa Vin." balas Batara sambil tersenyum. Ia tak ingin membuat gadis itu khawatir.

"Madam apa kita bisa menyelesaikan ini semua?" ucap Mutya was-was. Ia tahu bahwa untuk mengakhiri semua teror ini harus ada pengorbanan lain.

"Pasti nak! Sekuat apapun sihir yang digunakan untuk membangkitkan sebuah roh, tetap ada kelemahan dalam sihir itu!"

"Se...sebenarnya bukan Ridho yang membangkitkan roh itu!" ucap Mulia tiba-tiba.

"APA....!!"

"Apa maksudmu?" tanya Puput. Tanpa sadar ia meremas luka dibahu Mulia.

"Sebenarnya..."

***

to be continued

DANURWhere stories live. Discover now