Ribuan peluru hujan dilontarkan dari atas permukaan bumi. Awan-awan mendung yang sejak tadi mengelayut malas telah menumpahkan seluruh muatannya. Berusaha menutupi tiap celah kosong diudara. Seolah tidak membiarkan satu atompun dapat bergerak menembusnya.
Batara memandang kosong meja belajar dihadapannya. Pikirannya masih tersita sepenuhnya dengan semua kematian yang terjadi. Ia mencoba berpikir secara rasional. Ia yakin ada penyebab pasti dibalik semua kematian ini. Ia melirik kearah Omi yang duduk disampingnya. Masih berkutat dengan novel yang ia pegang.
"Sepertinya kau memang gemar membaca novel ya?" gumam Batara, namun cukup jelas untuk didengar.
"Ini sudah menjadi kebiasaanku, aku bisa sangat betah membaca sebuah novel terutama novel horror seperti ini!" jawab Omi tanpa sekalipu melepaskan pandangannya dari novel yang ia pegang.
"Memangnya kau membaca novel siapa kali ini?" tanya Batara tanpa rasa antusias.
"Teru Teru Bozu dari Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie." jawab Omi tanpa kesulitan mengucapkan nama penulis yang cukup sulit itu.
Batara hanya memandang Omi datar. Ia yakin jika bukan karena hobi membacanya, ia akan berpikir Omi adalah anak yang aneh. Seolah dapat membaca pikiran temannya, Omi menutup novelnya dan menoleh kearah Batara.
"Cerita di novel ini sedikit mirip dengan kematian yang terjadi sekarang!"
"Maksudmu?" rasa penasaran Batara kembali menguat.
"Dinovel ini diceritakan ada sepuluh kematian dengan motif yang sama, namun pembunuhnya masih misterius, dan tiap kematian memiliki hubungan yang kuat dengan kematian yang lain, sama seperti kematian-kematian yang saat ini menimpa sekolah kita!" terang Omi. Sorot matanya menunjukkan sebuah keyakinan, namun sedetik kemudian rasa ragu menyelimuti pikirannya, "hanya saja..."
"Apa?"
"Kau pasti penasaran tentang kutukan yang sering dikaitkan dengan semua kematian ini kan?" ucap Omi. Batara hanya menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, aku akan menceritakan apa yang ku ketahui!"
***
Batara menyimak semua cerita yang disampaikan Omi. Ia masih tak bisa percaya pernah ada kejadian semengerikan itu.
"Jadi setelah kematiannya, kutukan itu mulai terjadi?"
"Ya, kutukan keluarga Bramasta telah merenggut banyak nyawa sejak kematian putra semata wayang mereka di sekolah ini!"
Omi memandang kearah jendela. Seolah berusaha menghitung tiap tetes hujan yang turun. Ada rasa takut tiap kali ia menceritakan hal itu.
"Chandra Adi ditemukan tewas karena terjatuh dari lantai lima gedung utama sekolah ini, ia diduga mengalami depresi akibat perlakuan bullying yang ia terima hingga memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri." ucap Omi.
"Dan sejak saat itu kematian mulai terjadi, begitu?"
"Ya, kepala keluarga Bramasta yang tidak terima atas kematian putra semata wayangnya, tuan Dennis Bramasta dikatakan menemui seolah entahlah, ada yang mengatakan ia menemui seorang paranormal ada juga yang mengatakan ia menemui seorang necromancer untuk membangkitkan roh anaknya dan menuntut balas atas perlakuan para pembullynya, tapi...." Omi ragu untuk melanjutkan ceritanya.
"Tapi apa? Jangan membuatku makin bingung!"
"Tindakan tuan Dennis justru membawa petaka, roh Chandra Adi tidak dapat dikendalikan! Tak hanya pembullynya saja yang terbunuh, hampir seluruh siswa juga terbunuh. Bahkan yang mengerikan, kutukan ini juga menimpa seluruh keluarga Bramasta. Mereka ditemukan tewas secara mengenaskan. Hingga akhirnya roh Chandra dikurung disekolah ini, namun...."
"Roh itu kembali terlepas dan berusaha mengulang semua kematian itu?" ucap Batara, pandangan matanya menunjukkan rasa tak percaya.
"Ya kau benar dan..."
AAAAARRRGGGHHHH......!!!!
Belum sempat Omi melanjutkan ucapannya. Sebuah teriakan berhasil memecah kesunyian. Seluruh siswa yang mendengar teriakan itu berlari kearah suara tadi. Omi dan Batara yang kebetulan berada paling dekat dengan arah suara tadi menemukan yang sedang ketakukan.
"Put kau kenapa?" tanya Omi.
Namun Puput tak menjawab. Ia hanya menunjuk kearah deretan loker sambil gemetaran. Omi dan Batara mengikuti kemana tepatnya gadis itu menunjuk. Dan apa yang mereka lihat sangatlah mengerikan. Dihadapan mereka tampak jelas potongan tubuh manusia yang berceceran. Darah segar tersebar kemana-mana. Membentuk lukisan yang seolah dibuat oleh seniman sinting. Tubuh seorang gadis yang tak lagi utuh tersaji dengan sangat jelas. Tubuh milik Naura.
***
Hervina berlari kearah kamar temannya Dara. Ia nampak tergesa-gesa. Ia tak menghiraukan umpatan orang-orang yang ditabraknya. Yang ada dalam pikirannya hanyalah memberi tahu Dara tentang kematian Naura.
Gadis itu tiba didepan kamar milik Dara. Napasnya masih memburu. Ia mencoba mengatur napasnya sebelum membuka pintu kamar dihapannya.
"Dara kau harus dengar berita ini, kematian baru terja...."
Belum sempat ia melanjutkan ucapannya namun ia telah kehabisan kata. Tubuhnya mematung diambang pintu yang setengah terbuka. Mata dan mulutnya terbuka lebar tak percaya. Seluruh otot tubuhnya melemas. Ia tak sempat berteriak. Tubuhnya ambruk kelantai yang dingin. Udara disekitarnya seolah membeku. Waktu berjalan sangat pelan. Merekam dengan jelas apa yang saat ini ia lihat. Ia melihat tubuh temannya sendiri terbaring lemah dilantai, dengan kepala yang telah terpisah dari badannya.
AAAAAARRRGGGHHHHH.....!!!!
Teriakannya akhirnya terdengar.
***
Batara dan Omi berusaha menenangkan Puput dan Vina. Dua gadis itu masih nampak shock dengan apa yang mereka lihat. Dua kematian misterius telah dihadapkan secara langsung pada mereka.
Jasad Naura dan Dara telah dipindahkan. Mobil jenazah tengah dalam perjalanan untuk membawa jasad Naura dan Dara kerumah sakit. Seluruh penghuni asrama dihantui rasa takut yang luar biasa. Mereka yakin kutukan itulah penyebabnya.
"Kalian berdua tenanglah semua ini akan berakhir!" ucap Batara.
"Ta...ta....tapi...." Puput nampak terbata-bata. Ia masih dihantui rasa trauma.
"Tenanglah ini akan se...." Omi hendak mengatakan sesuatu sebelum suara terikan ketiga kembali terdengar.
AAAARRRGGGHHHH.....!!!!
"Ku....kurasa belum selesai!" ucap Vina gemetar.
Suara teriakan kali ini berasal dari arah lapangan basket. Keempat remaja itu mendatangi arah suara tersebut. Seorang gadis nampak sangat ketakutan. Vina dan Puput yang belum sepenuhnya pulih memaksakan diri melihat apa yang membuat gadis itu ketakutan. Dan apa yang mereka lihat membuat bulu kuduk mereka meremang. Ditengah lapangan basket itu. Mereka melihat dua orang pemuda tengah terduduk sambil memangku sesuatu yang menyerupai bola. Namun itu bukanlah bola basket. Melainkan kepala milik dua pemuda itu sendiri. Dua pemuda yang terbiasa bermain basket dilapangan itu. Raga dan Elang.
***
to be continued

YOU ARE READING
DANUR
Mystery / ThrillerHighest Rangking #10 on Danur *** Ketika kutukan yang telah lama terkubur kembali dibangkitkan bersama dendam dan kebencian.