PART XII

2.1K 43 0
                                        


Wajah-wajah tegang terlihat memenuhi aula. Para siswa dan siswi SMA Wira Bhuana menunggu pengumuman yang akan disampaikan oleh kepala sekolah dengan perasaan tak menentu. Takut, tegang, khawatir semua bercampur menjadi satu. Mereka semua bertanya-tanya dalam hati. Pikiran mereka menerka-nerka apa yang akan mereka dengar. Namun yang pasti, ini berhubungan dengan kematian yang belakangan ini terjadi.

Kepala sekolah telah berdiri diatas podium. Memandang seluruh wajah siswa dan siswi yang tegang. Para guru dan dewan komite juga nampak berada disana. Namun perhatian para siswa lebih tertuju kearah seorang guru wanita yang berdiri dengan sangat tenang. Tak ada sedikitpun rasa takut dan kekhawatiran yang terpancar dari wajahnya. Hanya tatapan tajam namun entah bagaimana terlihat tenang.

"Perhatian berkaitan dengan kematian yang terjadi, kami pihak yayasan dan SMA Wira Bhuana memutuskan seluruh siswa dan siswi akan dirumahkan sampai kasus ini berakhir! Keluarga kalian telah berada disini untuk menjemput kalian, terima kasih!" ucap kepala sekolah melalui microphone. Pengumunan singkat yang telah disampaikan disambut puluhan bisikan samar para siswa. Dilain pihak, para guru telah meninggalkan aula. Satu per satu para orang tua menjemput anak-anak mereka dan mengajak mereka pulang. Ada rasa tenang yang tersirat. Mereka berharap semua berakhir dengan ini. Tidak. Semua hanyalah permulaan. Permainan baru saja dimulai. Dan malaikat kematian telah menandai para korbannya.

***

"Sepertinya kita harus berpisah untuk sementara." ucap Omi ke empat temannya. Ia telah mengemasi seluruh barangnya. Terlihat ia menggendong sebuah ransel yang cukup besar.

"Jadi kau akan pulang dengan kendaraan umum? Tidak menunggu sampai orang tuamu datang?" tanya Vina cemas.

"Tidak! Tak perlu! Mereka sangat sibuk dengan urusan mereka."

Omi membenarkan letak kacamatanya. Ia menghela napasnya.

"Jadi kalian memutuskan tetap tinggal sampai besok?"

"Tak ada pilihan lain, kami semua berasal dari luar kota dan kami tak punya kerabat disini, menyewa hotel atau kost juga tak mungkin kan!" ucap Puput.

"Lagi pula aku dengar pihak sekolah telah meminta seorang cenayang untuk mengatasi kutukan ini." sela Mulia, "aku yakin kita akan aman!"

"Seorang cenayang?" ucap Batara pelan, "apa mungkin..."

"Ya sudah kalau begitu, aku berangkat sekarang, sampai nanti!"

Omi segera melangkahkan kakinya keluar dari gedung sekolah itu. Ia menaiki taksi yang telah ia pesan sebelumnya. Ia melambai kearah teman-temannya. Mereka berempat membalas lambaian tangan Omi. Tak lama taksi tersebut telah melaju meninggalkan sekolah itu. Seolah pengemudinya takut kutukan itu juga menghampirinya.

Empat remaja itu hanya berdiri tanpa sedikitpun membicarakan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Rasa cemas masih menghantui mereka. Mereka bisa menjadi korban selanjutnya. Mungkin salah satu dari mereka. Atau mereka akan meninggal secara bersama. Tak dapat dipastikan apa yang mungkin mereka hadapi malam nanti.

"Kenapa kalian tidak ikut pulang!" tegur seorang pria.

"Oh pak Machmuri, kami hanya tak bisa pulang hari ini, mungkin besok!" ucap Puput.

"Hmm begitu rupanya, ya sudah berhati-hati lah!" ujar pak Machmuri singkat. Ia segera meninggalkan mereka berempat, kembali berkeliling memastikan seluruh lingkup sekolah aman.

"Aku selalu merasa tak nyaman dengan pak Machmuri!" ucap Vina sambil mengusap pundaknya.

"Aku juga merasa demikian, ia telah menjadi petugas keamanan sekaligus penjaga sekolah ini sejak kematian terakhir lima tahun lalu, pasti ia tahu satu hal!" imbuh Mulia. Sejak lama ia telah merasa ada yang aneh dengan penjaga sekolah itu, tapi ia tak tahu apa.

DANURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang